Menuju konten utama

United vs Raiola: Pertarungan antara "Setan" Melawan "Iblis"

Paul Pogba ingin hengkang dari Setan Merah musim panas ini. Saat United menentang keinginan itu, ia tidak hanya bertarung melawan Pogba, melainkan Mino Raiola, sang agen pemain.

United vs Raiola: Pertarungan antara
Agen sepak bola Belanda kelahiran Italia, Mino Raiola berbicara kepada wartawan pada 2 September 2016 saat presentasi tentang pemain baru klub sepakbola Nice di stadion Allianz Riviera di Nice, Prancis tenggara. Sipa / AP

tirto.id - Untuk kali kedua dalam kurun waktu empat hari, Mino Raiola, agen Paul Pogba, kembali bikin telinga Manchester United panas. Agen asal Italia yang cukup vokal dan “dimusuhi” banyak manajer klub itu terus meyakinkan ke publik bahwa Paul Pogba, gelandang United, benar-benar ingin pergi dari Old Trafford, musim panas ini.

Pada 5 Juli 2019, Raiola sempat mengatakan kepada Paul Hirst, jurnalis The Times, kalau semua orang yang berada di United, dari manajer, pemilik, hingga rekan-rekan se-tim, tahu bahwa Pogba ingin pindah dari Setan Merah.

Ia lantas menutup pernyataannya itu dengan mengatakan, “Kami [ia dan Pogba] sedang berada dalam proses menuju pintu ke luar.”

Pernyataan Raiola ini berbalas kritik. Menurut para kritikus, seandainya Pogba benar-benar pergi sekarang, Pogba dinilai “berperilaku buruk dan tidak menghormati klub”. Alasannya, Pogba masih terikat kontrak hingga 2021, dan United juga tidak ingin melego sang pemain.

Setelah itu, pada 10 Juli 2019, Raiola kembali “menghajar” United lewat talkSport. Agak berbeda dengan komentar sebelumnya, ia kali ini memilih menanggapi kritik asal kecap yang mengarah kepada Pogba.

Meski Pobga ingin pergi, kata Raiola, “Dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Dia selalu menghormati klub dan bertindak profesional dalam segala hal. Klub sudah tahu perasaannya. Sangat disayangkan orang lain hanya tahu cara mengkritik tanpa informasi yang benar.”

Tahu bahwa Raiola sedang memainkan kartunya, Ole Gunnar Solskjaer, pelatih United, memilih menanggapi pernyataan agen Pogba tersebut dengan hati-hati. Alih-alih membalas serangan, Solskjaer justru menyalahkan media yang memberitakan pernyataan Raiola tersebut.

Menurut Solskjaer, media sedang mencoba memanaskan situasi dengan menaikkan berita yang selalu menyudutkan Pogba, pemain yang ia sebut sebagai “pria top, profesional hebat, yang tidak pernah menciptakan masalah, dan berhati emas.” Meski begitu, bukan berarti Solskjaer tak menyinggung pernyataan Raiola sama sekali.

Saat ini, Pogba ikut serta bersama skuat United yang sedang tur pra-musim ke Australia, Cina, dan Singapura. Solskjaer pun berkata, “Selama mereka di sini mau memberikan semua kemampuan yang mereka miliki, agen dan semua orang boleh berbicara semaunya. Di balik layar, kami juga memiliki pembicaraan kami sendiri dan kami tidak akan memberitahu Anda apa yang telah kami bicarakan.”

Raiola vs Ferguson

Pobga menyatakan ingin hengkang dari United pada pertengahan Juni 2019. Kala itu, ia mengaku bahwa ia ingin mendapatkan “tantangan baru” di tempat lain. Bermain bersama United selama tiga musim, Pogba sudah merasa puas. Juventus dan Real Madrid pun dikabarkan menjadi tujuan peraih gelar Piala Dunia 2018 tersebut.

Raiola, sebagai agen, kemudian mengamini keinginan Pogba: United sedang dalam tren buruk. Jika Pogba ingin meraih sesuatu yang besar, mengapa ia harus bertahan bersama Setan Merah?

Sekitar tujuh tahun sebelumnya, tepatnya pada 2012, Pogba –yang kala itu masih menjadi pemain muda United– juga ingin hengkang dari Setan Merah. Namun, masalahnya berbeda. Ini bukan tentang prestasi, melainkan jam terbang minim yang diberikan kepada pemain asal Perancis tersebut.

Saat itu, meski Sir Alex Ferguson ingin memperpanjang kontrak Pogba satu tahun lagi, Pogba muda merasa bahwa ia terlalu banyak mendekam di bangku cadangan. Fergie memintanya bersabar, tapi sang pemain menolak. Raiola datang membantu Pogba dan Fergie murka betul dibuatnya.

Ketika Fergie menyebut “saya tidak suka Raiola sejak pertama kali bertemu dengannya,” Raiola menjelaskan alasannya. “Saya menempatkan kepentingan Pogba di atas segalanya, dan ia ingin pergi ke Turin (Juventus),” kata Raiola. “Mungkin Fergie hanya percaya terhadap orang-orang yang hanya patuh kepadanya.”

Setelah kejadian itu, Pogba benar-benar hengkang dari United dan merapat ke Juventus. Bersama Juventus, Pogba langsung moncer: menjadi andalan di lini tengah, meraih banyak gelar, juga memantik perhatian dunia. Tim-tim besar lantas berebut untuk mendapatkan Pogba, termasuk Real Madrid dan Barcelona. Namun secara cerdik, Raiola justru membuka jalur bagi Pogba untuk kembali ke United.

Saat United mendatangkan Martial dan Memphis Depay pada 2015, Raiola tahu bahwa kedua pemain itu tak akan bisa meraih kesuksesan. Alasannya, keduanya terlalu muda untuk bisa mengangkat penampilan United usai ditinggal Sir Alex Ferguson. Kepada orang dalam United, yang diduga kuat adalah Ed Woodward, ia lantas menawarkan Zlatan Ibrahimovic, salah satu pemain yang juga berada di bawah naungannya.

“Anda harus mendatangkan Zlatan untuk mengembalikan keseimbangan tim. Dari situ, perhatian yang sebelumnya diarahkan kepada pemain-pemain muda United akan beralih ke Zlatan. Dia memiliki pengalaman dan berani mengambil tanggung jawab,” kata Raiola kepada orang dalam United tersebut.

Namun Ibrahimovic ternyata hanya langkah awal bagi Raiola untuk mendapatkan ikan yang lebih besar. Saat United mulai percaya kepadanya, ia juga menawarkan Paul Pogba. United menimbang-nimbang, setuju, dan rekor transfer dunia pun terjadi: pada musim panas 2016, United membeli Pogba dengan harga 105 juta euro dari Juventus. Media lantas melaporkan Raiola mendapatkan keuntungan sebesar 20 juta euro dari transfer tersebut.

Gagal Mengangkat Penampilan United

Sekitar dua musim sebelum mendatangkan Pogba, tepatnya pada Juli 2014, United berhasil mengikat kesepakatan besar dengan Adidas. Dimulai pada 2016, Apparel asal Jerman tersebut akan menjadi kit sponsor baru United dengan nilai kontrak mencapai 750 juta paun selama 10 tahun, atau sebesar 75 juta paun dalam semusim.

Meski begitu, target Adidas tak main-main. “Dalam periode tersebut, kami berharap bisa mendapatkan total penjulan mencapai 1,5 miliar paun,” Herbert Hainer, kepala eksekutif Adidas saat itu, kepada BBC.

Kesepakatan antara United dan Adidas itu lantas disinyalir kuat menjadi salah satu pertimbangan mengapa United berani mendatangkan Pogba. Terlebih, sebelum pindah ke United, Pogba juga baru saja menjadi ikon anyar Adidas. Jika Pogba pindah ke United, ia barangkali mendongkrak angka penjualan merchandise United, dan Setan Merah bisa memiliki nilai tawar lebih besar untuk melakukan kesepakatan pada masa depan.

Hitung-hitungan United ternyata benar belaka. Sekitar tiga minggu setelah bergabung bersama United, Talking Baws melaporkan bahwa angka penjualan jersey Pogba berhasil mencapai 190 juta paun.

Sayangnya, saat gelontoran uang terus mengalir kencang ke kas United, kedatangan Pogba ternyata tak masuk ke dalam rencana Jose Mourinho, pelatih United saat itu. Meski terus-terusan mencoba mengakomodasikan Pogba, Mourinho hampir selalu gagal menemukan posisi yang tepat untuk Pogba. Pada akhirnya, setelah sekitar dua musim bersama, United gagal berprestasi secara maksimal. Parahnya, karena sering berselisih pendapat, Mourinho pun semakin tak akur dengan Pogba.

Yang menarik, menurut salah satu teman dekat Mourinho, Mino Raiola ternyata ikut ambil bagian di balik pertikaian antara Pogba dan Mourinho. Kala itu, Mourinho menilai Pogba sangat mudah disetir Raiola. Kepada temannya itu, Mourinho lantas mengatakan, “Ed Woodward benar-benar sudah bekerja dengan iblis ketika ia mulai berhubungan dengan Raiola.”

Ed Woodward tentu tak menggubris pernyataan tersebut. Sebaliknya, saat pertikaian antara Pogba dan Mourinho semakin meruncing, disertai dengan penampilan super buruk United, MU justru memilih memecat Mourinho pada Desember 2018.

Singkat kata, Woodward memilih membela Pogba, yang kemudian memancing kritik pedas dari Eladios Parames, sahabat dekat Mourinho. .

“United tidak peduli dengan aspek olahraga dan hanya peduli dengan aspek finansial. Hal paling penting tidak terjadi di lapangan, melainkan dari penjualan merchandise. Dan keberadaan Pogba jelas sangat menguntungkan penjualan jersey United,” kata Eladios Parames.

Pernyataan Parames ada benarnya, meski tak sepenuhnya tepat sasaran. Selepas kepergian Mourinho, Pogba ternyata mampu berbicara banyak di atas lapangan. Bersama Ole Gunnar Solskjaer, meski United akhirnya tetap gagal meraih apa-apa pada akhir musim 2018-2019, Pogba berhasil mencapai musim terbaiknya bersama United. Di Premier League, ia mampu mencetak 13 gol dan 9 assist -- yang sebagian terjadi karena tangan dingin Solksjaer.

Dari sana, Solskjaer lantas berancang-ancang membangun masa depan tim di sekeliling Paul Pogba. Namun, Pogba tiba-tiba memberikan kabar mengejutkan. Secara terang-terangan, ia mengaku ingin pindah.

“Setelah semua yang terjadi pada musim ini, yang merupakan musim terbaikku bersama klub ini.... bagiku ini adalah waktu yang tepat untuk mendapatkan tantangan baru di tempat lain,” kata Paul Pogba, pada pertengahan Juni 2019 lalu.

Baik untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan di atas lapangan, United jelas berusaha mati-matian untuk menjaga aset terbaiknya itu.

Namun, sekali lagi, Raiola tahu bagaimana caranya untuk meraih keuntungan. Karena disinyalir nilai transfer Pogba akan berada di kisaran 150 juta paun, ia pun terus “mendorong” sang pemain untuk hengkang. Jika United tak bisa diajak bernegoisasi, seperti yang terjadi sekarang, mengapa ia tak menggunakan media sebagai salah satu senjatanya?

Baca juga artikel terkait MANCHESTER UNITED atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Abdul Aziz