Menuju konten utama

Uninstall Bukalapak: Wajah Brutal Masyarakat dan Politikus

Cuitan CEO Bukalapak Achmad Zaky memunculkan keributan. Padahal tak semestinya begitu jika masyarakat dan politikus berkepala dingin dalam menyikapi perbedaan.

Uninstall Bukalapak: Wajah Brutal Masyarakat dan Politikus
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Founder dan CEO Bukalapak Achmad Zaky (kiri) meninjau stan warung mitra Bukalapak saat Perayaan HUT ke-9 Bukalapak di Jakarta, Kamis (10/1/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Satu cuitan CEO Bukalapak, Achmad Zaky, bikin ramai media sosial. Ia dikomentari politikus dan bahkan memunculkan gerakan #UninstallBukalapak yang trending di Twitter.

Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga, mengatakan kepada Tirto kalau Zaky seperti "kacang lupa pada kulitnya". Arya mengatakan, selama ini Jokowi sudah begitu banyak membantu Bukalapak--korporasi yang dibuat pengusaha dalam negeri.

"Ini kan orang-orang yang tidak sadar diri. Orang-orang yang sangat menyedihkan," katanya.

Semua berawal dari cuitan Zaky pada 13 Februari lalu. Zaky, lewat akun Twitternya @achmadzaky, menyinggung dana riset dan pengembangan Indonesia yang terlampau minim. Ini kemudian ia kaitkan dengan masifnya proyek Revolusi Industri 4.0.

"Omong kosong Industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini," kata Zaky, dilanjutkan dengan menulis 10 negara beserta alokasi anggaran pemerintah mereka untuk pos riset dan pengembangan.

Ia lantas memasukkan Indonesia di posisi paling bawah. Di bawah Amerika, Cina, Jepang, dan bahkan Singapura serta Malaysia.

Kalimat terakhirlah yang kemudian memicu keributan: "mudah-mudahan presiden baru naikin [anggaran riset dan pengembangan]."

Cuitan ini ditanggapi sejumlah warganet dengan menyimpulkan bahwa Zaky 'menyerang' Joko Widodo. Frasa 'presiden baru' diartikan sebagai dukungan terhadap lawan Jokowi di Pilpres 2019: Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Selain diserang tim kampanye Jokowi, warganet yang berpihak ke Jokowi-Ma'ruf pun membuat tagar #uninstallBukalapak sebagai bentuk protes.

Hingga Jumat (15/2/2019) pukul 12.00, cuitan #uninstallbukalapak mencapai 64,1 ribu dan menjadi tren teratas di Twitter. Di posisi kedua terdapat #uninstalljokowi yang mencapai 17 ribu cuitan.

Brutal

Pengajar Ilmu Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno, mengatakan serangan terhadap Zaky dan perusahaannya sebagai wajah betapa brutalnya masyarakat dan juga politikus Indonesia.

"Masyarakat cenderung brutal mengenai pilihan politik. Beda pilihan saja jadi tidak rasional. Harusnya enggak usah begitu-begitu amat. Repot. Bikin Indonesia enggak maju," katanya kepada reporter Tirto, Jumat (15/1/2019).

Perkara boikot-memboikot karena hal-hal sepele seperti ini juga pernah dialami Traveloka. Juga Grab dan Sari Roti.

Traveloka diboikot karena pendiri mereka, Derianto Kusuma, menyalami Ananda Sukarlan ketika walk out saat Anies Baswedan berpidato. Sementara Grab dikecam karena mereka menyatakan mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias BTP. Sementara Sari Roti dikecam karena mereka menyatakan tidak punya kaitan sama sekali dengan gerakan 212. Ini mereka ungkapkan ketika banyak pedagang Sari Roti memberikan makanan gratis ke peserta aksi.

Zaky tak pantas diperlakukan demikian, kata Adi, karena dia juga warga negara biasa. Seorang sipil yang punya hak pilih.

Adi juga mengkritik pernyataan Arya Sinulingga yang menyebut Zaky bak kacang lupa kulit. Menurutnya tak pantas timses berkata demikian. Soalnya, itu jadi seakan-akan semua yang dilakukan Jokowi dalam rangka kepentingan elektoral semata, bukan, misalnya, demi memajukan Indonesia.

"Itu tanda pamrih. Akan jadi contoh buruk politikus nanti. Jadi jangan hitung-hitunganlah," pungkasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin berpendapat serupa. Karenanya ia meminta masyarakat bijak dalam melihat perbedaan.

"Kan dia juga sudah klarifikasi dan bukan untuk dukung mendukung," katanya kepada reporter Tirto.

Zaky sendiri sudah membuat klarifikasi. Ia mengaku menyesal atas "kekhilafan saya." Ia juga mengaku tindakan itu "tidak bijaksana."

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Rio Apinino