Menuju konten utama

Ungkap Kelemahan Dalil 02, Eddy Hiariej: MK Bukan Mahkamah Koran

Pakar hukum pidana UGM, Eddy Hiariej mengungkapkan sejumlah kelemahan dalil yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga di sidang MK.

Ungkap Kelemahan Dalil 02, Eddy Hiariej: MK Bukan Mahkamah Koran
Salah seorang ahli yang dihadirkan kubu paslon 01, Edward Omar Sharif alias Eddy Hiariej berbicara dalam sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Pakar hukum pidana UGM, Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) menjadi ahli yang dihadirkan oleh Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini.

Dalam pemaparannya, Eddy sempat menyatakan bersepakat dengan pendapat yang dilontarkan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi bahwa MK jangan menjadi Mahkamah Kalkulator.

Menurut Eddy, Majelis Hakim MK tidak hanya mencari kebenaran materiil, tetapi juga formil ketika mengadili sengketa hasil pemilu.

"Ada benarnya apa yang dikemukakan oleh Kuasa Hukum Pemohon, bahwa MK bukanlah Mahkamah Kalkulator terkait perselisihan hasil perhitungan suara,” kata Eddy dalam sidang di Gedung MK, pada Jumat (21/6/2019).

Namun, Eddy juga menyindir Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi dengan menyatakan bahwa MK juga seharusnya tidak disodori bukti-bukti yang kebanyakan adalah berita media.

“Hendaknya MK jangan dijadikan Mahkamah Kliping atau Mahkamah Koran yang pembuktiannya hanya didasarkan pada kliping koran atau potongan berita," ujar Eddy.

Kelemahan Dalil Kubu Prabowo-Sandi Menurut Eddy Hiariej

Eddy berpendapat pembuktian materiil dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK seharusnya memenuhi beberapa unsur.

Pertama, pemohon harus menyodorkan bukti ada kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif yang akan digali kebenarannya oleh majelis hakim MK.

Kedua, pembuktian soal adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif harus tetap dalam bingkai perselisihan hasil suara.

Ketiga, pembuktian juga mesti menunjukkan seberapa signifikan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif berdampak terhadap selisih jumlah suara.

Eddy menilai unsur-unsur tersebut tidak muncul pada dalil-dalil maupun bukti yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga di sidang MK.

"Sayangnya, hal-hal ini sama sekali tidak diungkapkan dalam fundamentum petendi (dalil) Kuasa Hukum Pemohon," kata Eddy.

Meski Tim Kuasa Hukum paslon 02 sudah memperbaiki gugatan dengan menambah permohonan dari tujuh menjadi 15, Eddy menilai dalil-dalil yang diajukan justru saling bertolak belakang. Dia juga memaparkan tiga kelemahan dalil kubu paslon 02.

Pertama, menurut Eddy, permintaan Tim Hukum 02 agar MK membatalkan hasil Pilpres 2019 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak didukung dalil yang kuat. Sebab, sebagai pemohon, kubu 02 tidak menunjukkan kesalahan KPU secara terang.

Kedua, Eddy menilai permintaan Tim Hukum 02 agar MK mendiskualifikasi paslon 01 adalah tidak wajar. "Dari mana Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden?"

Ketiga, Eddy mempertanyakan permohonan kubu 02 agar MK menetapkan Prabowo-Sandi sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Sebab, kubu 02 juga meminta MK memerintahkan agar KPU menggelar Pemilu Ulang.

"Logika hukum yang benar atas dasar akal sehat, ketika, Pemilu dinyatakan tidak sah dan harus diulang, maka seyogyanya status quo, bukan menetapkan pasangan calon lain sebagai pemenang kemudian di saat yang sama dilakukan pemilu ulang," kata Eddy.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom