Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

UNAIDS Dukung Kelompok Marjinal Bangkit dari Dampak Pandemi

UNAIDS Indonesia berupaya menjembatani kesenjangan bagi orang-orang dengan HIV dan populasi kunci agar dapat terlindungi dari dampak pandemi.

UNAIDS Dukung Kelompok Marjinal Bangkit dari Dampak Pandemi
Ilustrasi HIV. FOTO/iStockphoto

tirto.id - HIV masih menjadi persoalan global. Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) menyebut ada sekitar 543.000 orang dengan HIV yang secara epidemi terkonsentrasi di Indonesia. Mereka terbagi menjadi empat kelompok populasi kunci.

Menurut catatan UNAIDS, program gabungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk penanggulangan epidemi AIDS, empat kelompok populasi kunci ini termasuk golongan yang sangat terdiskriminasi di Indonesia.

Human Rights and Gender Advisor UNAIDS Indonesia, Yasmin Purba mencontohkan, dalam konteks pendidikan, misalnya, seorang transgender perempuan seringkali mengalami bullying bahkan sejak di sekolah dasar.

Hal tersebut dia katakan saat menjadi pembicara dalam briefing pers PBB di Indonesia “Upaya Pemulihan Covid-19 Melalui Respon Sosial dan Ekonomi,” Jumat (15/10/2021).

“Situasi ini mendemotivasi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Nah begitu juga dengan populasi kunci lainnya. Bentuk-bentuk diskriminasi itu membuat pendidikan menjadi tidak aksesibel bagi mereka,” kata Yasmin dalam keterangan tertulis.

Dia menuturkan, ketika tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, kelompok ini akan sulit mengakses pekerjaan layak. Sehingga banyak sekali yang bekerja di sektor-sektor non formal, atau bekerja di sektor precarious job, misalkan pekerja seks atau pengamen di jalan. “Tidak ada kepastian kerja, tidak ada kepastian income,” ucapnya.

Apalagi ketika pandemi Covid-19 datang, berbagai pembatasan aktivitas dan sosial membuat hidup kelompok yang termajinalkan semakin berat. Misalnya berdasarkan penemuan dari Jaringan Indonesia Positif yang melakukan survei terhadap lebih dari 1.000 orang HIV, menunjukkan ada sekitar 46% responden di awal pandemi 2020 yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan, 44% kehilangan pendapatan, dan 19% tidak mampu membayar sewa tempat tinggalnya.

Menurutnya, terdengar ironis ketika pemerintah menganjurkan warganya untuk "Stay at Home,” ada kelompok masyarakat yang justru tidak sanggup mempertahankan rumah mereka.

“Artinya marjinalisasi, ini membuat mereka harus keluar dari rumah, satu-satunya tempat mereka berlindung, atau juga satu-satunya tempat yang diharapkan bisa menjadi tempat mereka mengisolasi diri agar tidak menyebarkan Covid-19,” kata dia.

Oleh karena itu, pada titik inilah organisasi pendukung utama untuk aksi global terhadap epidemik HIV itu mengambil peran untuk memastikan tidak ada kelompok yang ditinggalkan.

Dalam konteks program bersama Multi-Partner Trust Fund (MPTF), UNAIDS Indonesia berupaya menjembatani kesenjangan bagi orang-orang dengan HIV dan populasi kunci, agar dapat terlindungi dari efek ekonomi sosial akibat pandemi.

“Kami bekerja sama dengan ILO dan UNDP, telah mengidentifikasi individu-individu yang terdampak pandemi untuk mengikuti pelatihan skill membangun kewirausahaan. Intinya memberikan bekal kepada mereka untuk dapat bangkit dari dampak Covid-19 ini,” terangnya.

Namun, UNAIDS juga menyadari, akar masalah dari peliknya situasi yang dihadapi kelompok marjinal adalah tindakan diskriminatif dari orang-orang di sekitar mereka.

Karena itu, UNAIDS bekerja sama dengan Yayasan Kusuma Buana, mengembangkan platform kebijakan online agar orang-orang dapat lebih memahami apa itu inklusivisme, khususnya terhadap pengidap HIV dan populasi kunci.

UNAIDS pun mendorong pemerintah agar membuat kebijakan yang bisa memastikan, bisa mendorong inklusivisme di tempat kerja, untuk memberikan lingkungan yang aman bagi orang HIV dan populasi kunci. Perlindungan itu bisa diberikan, salah satunya melalui pembaharuan hukum.

“Karena berbagai legislasi nasional yang kami lihat, sayangnya belum ada yang betul-betul secara eksplisit menyatakan bahwa status HIV atau keberagaman seksual dan gender, tidak boleh menjadi dasar orang untuk mendiskriminasi orang lain,” kata dia.

Baca juga artikel terkait DAMPAK PANDEMI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz