Menuju konten utama
Penentuan Kenaikan UMP 2023

UMP 2023: Antara Ekspektasi Buruh & Kepatuhan Pengusaha

Menaker Ida klaim perhitungan UMP 2023 berdasarkan Permenaker 18/2022 sebagai jalan tengah bagi pengusaha dan pekerja.

Sejumlah buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Serang, Banten, Rabu (21/9/2022). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/nym.

tirto.id - Putra (nama disamarkan atas permintaan narsum) harap-harap cemas. Kabar kepastian kenaikan gaji di perusahaan tempatnya bekerja belum juga mendapatkan titik terang oleh pihak manajemen. Sementara di luar, santer terdengar kabar adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK) pada 2023.

“Intinya belum ada kejelasan dari kantor naik apa enggak (gajinya) tahun depan," kata Putra saat berbincang dengan reporter Tirto, Selasa (29/11/2022).

Dua tahun belakangan, perusahaan tempatnya bekerja yang berpusat di Jakarta itu memang tidak melakukan penyesuaian gaji kepada karyawan. Ia sendiri tak mengetahui alasan pasti. Namun, sebagai pekerja, dia bisa memahami kondisi perusahaannya yang tengah berjuang saat pandemi COVID-19.

“Dua tahun kemarin okelah kita ngerti, tapi tahun ini saya berharap ada kabar baik juga dari perusahaan soal kenaikan gaji,” kata dia berharap.

Harapan Putra, mungkin menjadi salah satu keinginan teman-teman pekerja lainnya di Indonesia. Meski tak seberapa, kenaikan gaji tersebut menurutnya menjadi salah satu pelecut agar bisa bekerja lebih giat dan produktif. Ini juga menjadi apresiasi atas pengabdiannya selama lima tahun bekerja.

Karena dengan kondisi pendapatan sekarang, baginya mustahil untuk tetap bisa bertahan hidup di tengah kenaikan berbagai harga pangan dan energi. Apalagi inflasi kini sudah menyentuh 5,71 persen secara year on year (yoy) pada Oktober 2022. Atau masih jauh dari target ditetapkan Bank Indonesia dan pemerintah di kisaran 3 plus minus 1 persen.

“Kita berharap sih ada kenaikan. Karena kondisi sekarang apa-apa serba mahal, kan,” kata dia.

Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, pemerintah menetapkan kenaikan upah maksimal 10 persen untuk seluruh provinsi di Indonesia.

Acuan perhitungan upah minimum dihitung dengan menjumlahkan nilai inflasi ditambah angka laju pertumbuhan ekonomi (PE) di setiap daerah dan dikali faktor alpha. Untuk faktor alpha, pemerintah pusat menghitung kisarannya di angka 0,1, 0,2 dan 0,3.

Pemerintah dalam hal ini membebaskan pilihan kepada pemerintah daerah untuk menentukan faktor alpha sesuai kemampuannya masing-masing.

Sementara untuk Pemprov DKI Jakarta menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar Rp4,9 juta melalui Keputusan Gubernur Nomor 1153 Tahun 2022. Angka ini naik 5,6 persen atau sebesar Rp259.944 dari UMP 2022 yaitu Rp4,6 juta.

Penetapan UMP 2023 tersebut diputuskan sebagaimana ketentuan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi Tahun 2023, serta mempertimbangkan hasil sidang Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta pada 22 November 2022.

Berbeda dengan Putra, Reza Ramadhan kini bisa bernapas lega. Setelah mengetahui kabar UMK pada 2023 bakal naik. Kenaikan, tersebut diakui sedikit banyaknya membantu keuangan keluarganya.

Dia menuturkan penghasilannya selama bekerja di salah satu perusahaan yang terletak di Kawasan East Jakarta Industrial Park (EJIP) Jababeka, Karawang terbilang cukup. Sedangkan pos pengeluaran tetap setiap bulannya lumayan besar. Mulai dari cicilan rumah, kendaraan roda dua, dan kebutuhan dapur.

“Iya ngebantu banget kenaikan UMP, setidaknya kan ada yang bisa disisihkan nanti," ujar pria yang tinggal di Cikarang, Jawa Barat itu.

Meski angka kenaikan pastinya belum keluar, besaran selisih kenaikan UMK tersebut sebagian akan digunakan Reza untuk dana tabungan. Karena pikirnya lumayan, jika selisih kenaikannya adalah sebesar Rp200.000 - Rp300.000 per bulan. Uang tersebut bisa jadi bekal kemudian hari.

"Ya lumayan buat disimpan selisihnya, bisa jadi dana darurat juga," imbuhnya.

AKSI BURUH MENUNTUT KENAIKAN UMP

Pengunjukrasa dari sejumlah elemen buruh membawa poster saat mengikuti aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (10/11/2022). ANTARA FOTO/Darryl Ramadhan/YU

Berdasarkan data Kemnaker, saat ini sudah ada 33 gubernur yang menetapkan UMP 2023 berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur.

Selanjutnya adalah DIY, Jawa Tengah, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

“Saat ini kami masih menunggu gubernur lain dalam menetapkan UMP 2023. Kami optimis para gubernur lainnya akan segera menetapkan UMP tahun 2023 sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah.

Berdasarkan data UMP yang telah dilaporkan ke Kemnaker, Provinsi Sumatera Barat mengalami kenaikan UMP tertinggi yang mencapai 9,15 persen, di mana UMP 2022 sebesar Rp2.512.539,00 naik menjadi Rp2.742.476,00 di tahun 2023.

Sedangkan kenaikan terendah terjadi pada UMP Maluku Utara sebesar 4 persen, di mana UMP Maluku Utara 2022 sebesar Rp2.862.231,00 naik menjadi Rp2.976.720,00 di tahun 2023.

Ditolak Pengusaha

Terlepas dari keputusan gubernur sudah menetapkan kenaikan UMP, rasanya masih ada persoalan yang mengganjal pengusaha. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J Supit bahkan menolak tegas kenaikan UMP tersebut. Penolakan dilakukan bukan tanpa dasar.

Pertama, kehadiran Permenaker Nomor 18 sebagai landasan penetapan upah tidak memberikan kepastian hukum jelas. Padahal sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan salah satu turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

“Bahwa PP 36 itu lebih tinggi daripada peraturan menteri. Menteri itu tidak boleh membuat bertentangan. Kadang sudah jelas diatur di PP 36 yang merupakakan turunan dari UU Cipta Kerja yang sudah jelas dijelaskan mengenai formula," kata dia saat dihubungi Tirto.

Pengusaha ingin pemerintah secara perundang-undangan mengikuti PP Nomor 36 Tahun 2021. Jika memang penghitungan itu menjadi landasan tolak ukur penetapan upah tidak akan jadi masalah.

“Kalau itu dipakai tidak ada keberatan kita. Kita tuntut adalah kepastian hukum," tegasnya.

Mengenai kenaikan UMP secara ideal, pengusaha tak muluk-muluk dan ingin berasumsi terlalu jauh. Sebab, menurutnya, sudah jelas di dalam PP 36/2021 sudah diantisipasi jika ekonomi membaik dan memburuk diatur bagaimana formula kenaikannya.

“Jadi serahkan saja kepada dewan pengupahan untuk menghitung berapapun angkanya keluar kita harus konsisten dan ikuti,” kata dia.

Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, masalah upah tidak boleh dipandang dari salah satu sudut kepentingan. Harus antara dua-duanya dalam hal ini pengusaha dan pekerja. Di mana kemudian pemerintah baru membuat regulasi yang tepat dan tidak membebani dan merugikan keduanya.

“Jangan sampai istilahnya siapa yang menetapkan, siapa yang menggaji. Yang mengetahui kemampuan dunia usaha itu, ya pelaku usaha masing-masing,” kata Sarman dihubungi terpisah.

Lebih lanjut, Sarman menuturkan untuk mengetahui kondisi kemampuan dunia usaha masing-masing bisa melihat dari kondisi ekonomi yang ada. Kemudian melihat dari sisi inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan situasi kondisi ada.

“Jadi dalam hal ini saya berharap pemerintah dapat melakukan evaluasi kembali kebijakan pengupahan ini. Karena kita melihat bahwa kondisi ekonomi saat ini kita tidak mengarang, bisa melihat sendiri bagaimana kondisi ekonomi global," jelasnya.

BURUH JAKARTA TUNTUT UMP NAIK

Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta, Rabu (21/9/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz.

Sarman menyebut, saat ini pelaku usaha tengah mengalami dampak luar biasa, sekalipun pertumbuhan ekonomi kuartal III tumbuh positif di 5,72 persen. Karena faktanya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan garmen.

“Kenapa industri padat karya kita itu masih banyak bergantung order dari buyer luar negeri. Ketika di negara luar katakanlah mengalami kondisi ekonomi akibat krisis global dan ancaman perang, kita lihat industri padat karya kita sudah langsung merasakan kekurangan pesanan dan terpaksa PHK atau pengurangan tenaga kerja,” kata dia.

Dengan kondisi tersebut, dia pun mempertanyakan besaran kenaikan UMP dilakukan oleh pemerintah. Karena hal tersebut akan menjadi tambahan beban bagi pengusaha.

“Saya rasa situasi saat ini harus juga dimengerti oleh pemerintah. Artinya dalam menetapkan UMP ini harus melihat kondisi riil ekonomi dan pelaku usaha kita agar ada keseimbangan. Bukan semata-mata kepentingan pekerja dan buruh, tapi ada kepentingan usaha di sana," jelasnya.

Sementara itu, Menaker Ida mengklaim, perhitungan UMP 2023 berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 telah berhasil menghadirkan jalan tengah bagi pengusaha dan pekerja atau buruh. Hal ini terlihat dari rata-rata kenaikan UMP mencapai 7,50 persen di rentang alpha 0,20 (tengah-tengah).

“Dengan demikian, maka maksud pengaturan mengenai penghitungan dan tata cara penetapan upah minimum 2023 yang diatur dalam Permenaker ini, yaitu sebagai jalan tengah bagi semua pihak yang berkepentingan yang terlibat dalam penetapan upah minimum benar-benar tercapai,” kata dia.

DEMO BURUH TOLAK UPAH MURAH

Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Serikat Pekerja Nasional (ASPN) melakukan aksi di Alun-alun Kota Serang, Banten, Selas (9/8/2022). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww.

Baca juga artikel terkait UMP 2023 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz