Menuju konten utama

Ulama Perempuan Indonesia Dukung RUU PKS: Semua Bentuk KS itu Haram

Kongres Ulama Perempuan Indonesia meminta agar RUU PKS mencakup semua bentuk kekerasan seksual dan zina, baik di dalam rumah tangga hingga ranah publik.

Ulama Perempuan Indonesia Dukung RUU PKS: Semua Bentuk KS itu Haram
Massa Kolaborasi Nasional yang didominasi perempuan menggelar aksi yang mendesak DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada hari Selasa (17/9/19) di depan gerbang Gedung DPR-MPR, Jakarta. Saat menggelar aksinya, tiba-tiba kedatangan massa dari laskar FPI dan sejumlah mahasiswa KAMMI yang menolak RUU P-KS. tirto.id/Hafitz Maulana

tirto.id - Ketua Pengarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) Badriah Fayyuni mendukung pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) oleh DPR RI. Sebab menurutnya perlu lahir generasi baru yang lebih adil dan beradab dalam melihat persoalan kekerasan seksual.

"UU PKS penting ada sebagai implementasi tauhid dan akhlak mulia serta instrumen membangun peradaban bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa dan berkemanusiaan yang adil dan beradab," ujarnya dalam Rapat Dengan Pendapat Umum daring bersama Baleg DPR RI, Selasa (13/7/2021).

Menurutnya, kekerasan seksual bertentangan dengan tauhid, lantaran membuktikan seseorang lebih tunduk pada nafsu ketimbang tuhannya.

"KS dalam berbagai bentuk diharamkan Islam. Semua perilaku seksual yang menyebabkan madharat adalah haram, baik dalam atau di luar pernikahan," tukasnya.

Sehingga Ia berharap kepada DPR, agar RUU PKS mencakup semua bentuk kekerasan seksual dan zina, baik yang terjadi di dalam hubungan rumah tangga, di lembaga pendidikan, di tempat kerja dan di ranah publik. Termasuk mencakup hubungan sesama jenis yang mengandung kekerasan seksual.

RUU PKS juga perlu mengatur hukum acara yang memiliki keberpihakan terhadap korban, keluarga korban, dan pendamping korban. Menjamin kemudahan akses keadilan bagi korban.

Serta RUU PKS perlu memastikan bahwa negara menjalankan fungsi pengawasan dan pemantauan yang mumpuni kepada perempuan korban kekerasan seksual. Sebab perempuan lebih rentan menjadi korban ketimbang laki-laki, budaya masyarakat masih beranggapan urusan seksual ialah urusan perempuan, dan faktor jejak biologis terhadap perempuan.

"Kehati-hatian dan kejelasan norma perlu dikedepankan agar tidak terjadi multitafsir dan penyalahgunaan dalam implementasi apabila RUU ini disahkan," ujarnya.

Sementara itu Wakil Ketua Baleg DPR RI Muhammad Nurdin akan menampung pandangan Badriah dan para narasumber pakar lainnya. Baleg mengklaim belum memiliki draf RUU PKS.

"Seluruh pandangan narasumber akan kami jadikan bahan masukan penyusunan RUU PKS," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - News
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Restu Diantina Putri