Menuju konten utama

UKM Komponen Otomotif Minta Dilibatkan di Manufaktur Mobil Listrik

Dalam siklus industri manufaktur kendaraan saat ini, Pikko hanya memasok sekitar 30 persen total kebutuhan manufaktur otomotif dalam negeri.

UKM Komponen Otomotif Minta Dilibatkan di Manufaktur Mobil Listrik
Direktur Marketing PT Sky Energy Indonesia Ronald Sibarani (kedua dari kiri), Direktur Dyandra Promosindo Hendra Noor Saleh (kedua dari kanan), Vice President Corporate Communications BMW Group Indonesia Jodie O’tania (kanan), berfoto di depan mobil listrik BMW i8 dalam Festival Mobil Listrik, IIMS 2018 di JIExpo, Jakarta, Jumat (20/4/2018). tirto.id/ANdrey Gromico

tirto.id - Persatuan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif (Pikko) berharap bisa berkontribusi besar dalam kegiatan manufaktur mobil listrik di Indonesia. Mereka ingin Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyertakan 122 anggota Pikko dalam road map pengembangan mobil listrik yang dilaksanakan mulai tahun 2020.

Dalam siklus industri manufaktur kendaraan saat ini, Pikko hanya memasok sekitar 30 persen total kebutuhan manufaktur otomotif dalam negeri. Sementara, 70 persen sisanya dikuasai perusahaan besar yang menjalin kontrak dengan agen pemegang merek (APM), termasuk vendor asing.

Mereka butuh akses untuk bisa dipercaya mengambil peran lebih banyak dalam rantai pasok komponen, khususnya untuk mobil listrik. Kemenperin seyogianya dapat membukakan jalan anggota Pikko agar bisa menjalin kesepakatan dengan APM.

"UKM seperti kami ini hanya memasok 30 persen dari kebutuhan industri otomotif nasional. Kami harapannya ingin menjadi pemasok Tier 1 dari APM tersebut," ujar Ketua Dewan Pengawas Pikko, Wan Fauzi di acara focus group discussion mengenai industri komponen otomotif di tengah kemunculan mobil listrik, Rabu (18/7/2018).

Kesepakatan bisnis dengan APM bakal mempengaruhi keputusan investasi para anggota Pikko. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan komponen mobil listrik anggota Pikko harus menambah alat produksi.

"Kami butuh kepastian anggota Pikko dilibatkan oleh Kemenperin untuk komponen. Karena kalo kebutuhan dari APM nya berubah kan kita harus investasi, nah investasi ini bagaimana kami bisa mendapat insentif," sebut Wan Fauzi.

Terbatasnya bahan baku sesuai standar kualitas manufaktur membuat pebisnis komponen otomotif harus mengimpor setidaknya 80 persen bahan baku. Karena itu, pelakon industri komponen kendaraan menginginkan keringanan suku bunga kredit agar memudahkan mereka mendapatkan dana.

Menurut Wan Fauzi, suku bunga kredit di Indonesia yang nilainya hampir 12 persen membuat margin keuntungan pengusaha sangat tipis.

"Kalau impor, tentu tidak dalam jumlah kecil artinya harus dalam kuantitas yang banyak. Nah spek yang dikeluarkan APM untuk komponennya tersebut tidak dijual di lokal. Jadi kami juga perlu bantuan dari pemerintah," kata Wan Fauzi.

Di lain pihak, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin, Putu Juli Ardika meyakini pertumbuhan industri mobil listrik akan memicu detak bisnis komponen otomotif. Ia menampik anggapan bahwa mobil listrik membuat APM mengurangi permintaan komponen dari supplier, termasuk anggota Pikko.

Mobil listrik, ungkap Putu, terdiri dari jenis mobil hybrid, plug-in hybrid, dan full EV, jadi tidak benar jika dikatakan mobil listrik butuh lebih sedikit komponen pendukung.

"Kalau untuk full mobil listrik memang komponennya hanya sekitar 20 ribuan per satu unit. Sementara dalam peta jalan mobil listrik kan pemerintah menerapkannya bertahap, mulai dari plug in hybrid dulu (misalnya) yang butuh 37 ribu komponen. Jadi kekhawatiran reduksi kebutuhan komponen belum ada," kata Putu.

Baca juga artikel terkait MOBIL LISTRIK atau tulisan lainnya dari Yudistira Perdana Imandiar

tirto.id - Otomotif
Reporter: Yudistira Perdana Imandiar
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Dipna Videlia Putsanra