Menuju konten utama

Ucapan Hari Puisi Nasional 28 April & Kutipan Puitis Para Sastrawan

Berikut ini adalah sejumlah kutipan puitis yang bisa Anda gunakan untuk mengucapkan selamat Hari Puisi Nasional dari sejumlah sastrawan Indonesia.

Ucapan Hari Puisi Nasional 28 April & Kutipan Puitis Para Sastrawan
Ilustrasi Puisi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April. Penentuan tanggal ini sangat erat kaitannya dengan kepergian Chairil Anwar, penyair terkemuka Indonesia.

Puisi berjudul “Aku” merupakan karya penyair terkenal Chairil Anwar yang sangat menginspirasi. Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922 dan wafat 28 April 1949.

Bertepatan untuk mengenang kepergian penyair ini, Indonesia juga memperingati Hari Puisi Nasional pada 28 April. Chairil Anwar terkenal dengan gagasan puisinya yang mendobrak.

Puisi “Aku", yang ditulis tahun 1943, dimuat di majalah Timur pada 1945, dianggap sebagai puisi yang besar pengaruhnya pada Angkatan 45.

Kutipan Puitis Sastrawan Indonesia

Berikut ini adalah sejumlah kutipan puitis yang bisa Anda gunakan untuk mengucapkan selamat Hari Puisi Nasional dari sejumlah sastrawan Indonesia.

Sajak-sajak Chairil Anwar kaya dengan citraan dan ungkapan-ungkapan yang baru bila dibandingkan dengan sajak-sajak para penyair Pujangga Baru.

Jenis citraan saling erat beijalinan dalam menimbulkan efek puitis yang kuat. Namun, yang paling menonjoi adalah citraan penglihatan.

Dapat dikatakan bahwa dalam setiap sajaknya terdapat citraan penglihatan. Penderitaan digambarkan sebagai luka yang tercacar di muka:

Selamat Tinggal

Aku berkaca

Ini muka penuh luka

siapa punya?

Kepada Peminta-minta

Jangan lagi kau bercerita

Sudah tercacar semua di muka

Nanah meleleh dari muka

Sambil berjalan kau usap juga

Orang Berdua

Matamu ungu membatu

Sajak Putih

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Berikut ini adalah sejumlah puisi yang dibuat oleh Sitor Situmorang.

Pelarian (Juni 1949)

Malam dan gubuk-gubuk mcnclan deru kota

Lampu-lampu menjauh

Yang ada hanya bayangan dan tubuh

Malam dan deru kota

Aku jalan dengan kenangan cinta lama

Tidak bisa lupa dan membedakan seribu muka

Cinta kamarin?

Ah, pengembara tak bisa mcmbanding dekapan seribu kota

Seperti pelaut berobah rencana di setiap pelabuhan

Angin malam sampai juga

di tempat aku mengusap Iuka

Terkenang pantai lama makin jauh

Ziarah dalam Gereja Gunung

Di mana aku berada kau ada

Bayangan satu-satunya, demikian kurasa.

Benarkah kau ada di sunyi begini

Di kedinginan ruang gereja sendiri?

Dari luar sampai ke ruang ini

Siut burung yang memuja pagi.

Jika aku ada di sini, hanyalah aku sendiri

Serta dingin udara tak dipanasi matahari.

Amin.

Sementara itu, puisi tentang kemerdekaan ini dibuat oleh Sapardi Djoko Darmono.

Atas Kemerdekaan

kita berkata: jadilah

dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut

di atasnya: langit dan badai tak henti-henti

di tepinya cakrawala

terjerat juga akhirnya

kita, kemudian adalah sibuk

mengusut rahasia angka-angka

sebelum Hari yang ketujuh tiba

sebelum kita ciptakan pula Firdaus

dari segenap mimpi kita

sementara seekor ular melilit pohon itu:

inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

Kutipan puisi tentang ibu yang dibuat oleh Sanusi Pane ini juga bisa digunakan sebagai bahan ucapan selamat Hari Puisi Nasional.

Kepada Bunda

Terkenang di hati mengarang sari,

Yang kupetik dengan berahi

Dalam kebun jantung hatiku,

Buat perhiasan Ibunda-Ratu.

Baca juga artikel terkait HARI PUISI NASIONAL atau tulisan lainnya dari Maria Ulfa

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Maria Ulfa
Editor: Yulaika Ramadhani