Menuju konten utama

Ubah Keputusan, Rektor IPDN Pecat Praja Inisiator Pemukulan

Pemukulan terjadi karena korban berpacaran dengan kontingen satu daerah pelaku tanpa meminta izin.

Ubah Keputusan, Rektor IPDN Pecat Praja Inisiator Pemukulan
Praja menyambut kedatangan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Mendagri Tjahjo Kumolo, saat tiba di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor untuk memberikan Kuliah Umum Kebhinekaan dan Demokrasi di Era Globalisasi, di Sumedang, Jawa Barat, Rabu (18/1). Kapolri bersama Mendagri memberikan kuliah umum kepada civitas akademi dan praja IPDN sebagai pembekalan dalam rangka membangun Revolusi Mental Indonesia. ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra/pd/17

tirto.id - Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Ermaya Suradinata akhirnya memberikan sanksi tegas berupa pemecatan kepada dua orang praja yang memukul seorang praja lain. Sebelumnya, kedua praja itu hanya dikenai sanksi berupa penurunan tingkat dan pangkat oleh Ermaya. “Surat keputusan rektor dievaluasi kembali disesuaikan dengan tim kecil evaluasi terhadap penamparan praja,” kata Ermaya di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (13/8).

Ermaya menjelaskan pengubahan sanksi diberikan setelah evaluasi bersama antara pihaknya dengan Kemendagri. Dalam evaluasi itu, kata Ermaya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak ingin kekerasan di IPDN ditolerir. “Pada dasarnya Pak Tjahjo Kumolo ingin kekerasan di IPDN jangan sampai terjadi dan gejala-gejala menuju kekerasan harus tidak ada,” ujarnya.

Dua praja yang terkena sanksi pemecatan berperan sebagai perencana dan inisiator pemukul. Selain mereka, sanksi penurunan pangkat dan tingkat diberikan kepada tiga praja yang dianggap turut membantu. Sementara lima praja lain yang menyaksikan peristiwa itu namun mendiamkan dikenai sanksi larangan memakai seragam dan tanda pangkat selama enam bulan.

“Yang merencanakan dan yang pertama menggerakan dianggap harus diberikan sanksi lebih,” ujarnya.

Keputusan IPDN memecat dua prajanya bisa jadi berbuah tuntutan ke pengadilan. Sebab, seperti kata Ermaya, saat sanksi masih berupa penurunan pangkat, orang tua siswa menyatakan tidak terima dan akan melakukan perlawanan hukum. Mereka menilai apa yang dilakukan anaknya hanyalah penamparan bukan pemukulan. “Orang tuanya minta dibebaskan, supaya jangan diturunkan (pangkat anaknya). Kalau diturunkan dia minta aka nada perlawanan hukum,” kata Ermaya.

Diancam begitu Ermaya bergeming. Ia merasa keputusan menurunkan pangkat saat itu sudah proporsional. “Bagi saya menampar itu termasuk menuju pada kekerasan, makanya saya ambil tindakan. Orang tuanya maunya bebas dan tidak boleh diturunkan, apalagi dipecat," kata Ermaya.

Baca artikel terkait pemukulan di IPDN:

Ombudsman Desak IPDN Hapus Kultur Kekerasan Lewat Kurikulum

Pemukulan Praja IPDN: Mendagri Minta Tindak Tegas Pelakunya

Mendagri & Rektor Dipanggil DPR untuk Benahi Kurikulum IPDN

Pelaksana Tugas Sekretaris Jendral Kemendagri Hadi Prabowo memastikan kekerasan dilakukan dalam bentuk pemukulan,bukan penamparan. Hal ini berdasarkan hasil visum dokter di rumah sakit. Dari 10 orang yang dikenai sanksi, ada lima orang yang terlibat langsung dalam pemukulan. Dari kelima orang tersebut, dua orang dikenai sanksi lebih berat berupa pemecatan lantaran juga bertindak sebagai inisiator.

“Sehingga kalau divisum ada dinyatakan luka, memar, dan sobek, itulah yang menandakan adanya kejadian pemukulan,” ujarnya.

Hadi menceritakan korban pemukulan ialah praja asal Riau. Ia dipukuli pada 19 Agustus di kampus IPDN Jatinangor Bandung oleh praja asal Kalimantan Barat yang tidak terima praja wanita satu daerahnya dipacari.

“Motifnya hanya merasa punya pacar kok enggak izin. Emangnya harus pacaran antarkontingen harus izin”? Orang tuanya saja enggak perlu izin,” kata Hadi.

Ia memastikan tidak ada larangan bagi siswa IPDN berpacaran baik itu antar kontingen satu daerah maupun berbeda daerah.

Sebelum memukul para pelaku lebih dulu menutup wajah korban dengan selimut. Saat itu hanya dua orang yang melakukan pemukulan (inisiator yang dipecat). Namun karena korban berusaha membuka selimut, tiga pelajar lain ikut-ikutan memukul karena mengira korban melawan. “Lainnya ngantemin juga,” katanya.

Hadi berharap sanksi tegas ini bisa memberi efek jera baik pelaku maupun praja lain di IPDN. Ia menyatakan kekerasan sekecil apapun tidak boleh terjadi di lembaga pendidikan. “Ini menjadi peringatan bahwa lembaga ini dilarang keras melakukan tindakan (kekerasan),” ujarnya.

Baca juga artikel terkait IPDN atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar