Menuju konten utama

Uang Nobel untuk James Allison & Tasuku Honjo: Imunoterapi Kanker

Temuan mereka ini membawa harapan bagi pasien kanker yang telah putus asa.

Dr. James P. Allison, peraih nobel kedokteran 2018. AP/Richard Drew

tirto.id - Dua orang ilmuwan, James P. Allison dari Amerika Serikat dan Tasuku Honjo dari Jepang, mendapat hadiah Nobel dalam bidang fisiologi atau ilmu kedokteran pada Senin (1/4/2018) lalu atas temuan terapi kanker mereka dengan menghambat kekebalan negatif.

Dikutip dari The New York Times keberhasilan Allison dan Honjo membawa optimisme baru dalam pengobatan sel kanker. Terobosan mereka dianggap menghadirkan jenis obat yang benar-benar baru, dan membawa keringanan permanen kepada banyak pasien yang kehabisan pilihan.

Sebelum temuan Allison dan Honjo, perawatan untuk kanker hanyalah operasi, radiasi, kemoterapi, dan perawatan hormonal.

Obat-obatan yang mereka temukan masuk ke dalam golongan yang dinamakan checkpoint inhibitor, yakni ipilimumab (Yervoy), nivolumab (Opdivo), dan pembrolizumab (Keytruda).

Sheena Cruickshank, professor ilmu biomedik dari University of Manchester menulis artikel berjudul “James Allison and Tasuku Honjo: Deserving Winners of This Year’s Nobel Prize in Physiology or Medicine” pada The Conversation. Dalam artikelnya, Cruickshank mengatakan bahwa sel kekebalan tubuh harus dikontrol dengan sangat ketat.

Di dalam sistem kekebalan kita, sel-sel tersebut memiliki serangkaian “tombol” hidup dan mati yang bekerja selaras untuk mengatur fungsi mereka. Pada kehidupan normal, keseimbangan dari sistem kekebalan ini berfungsi dengan baik, tapi tidak dalam kasus tumor ganas (kanker). Tumor mendorong sistem kekebalan tubuh kita untuk selalu hidup, sehingga respons tubuh terhadap kekebalan berkurang dan sel-sel kekebalan pun tak bisa membunuh tumor secara efektif.

Dalam penelitiannya, Allison dan Honjo menggunakan pengetahuan mereka tentang alur kinerja sel-sel kekebalan agar menemukan metode yang bisa membantu sel-sel kekebalan menyerang tumor. Perawatan ini bekerja dengan melepaskan rem dari sel-sel imun spesifik yang disebut sel T, sehingga memungkinkan sel T untuk tetap aktif dan melepas sel tersebut untuk membunuh sel-sel tumor.

Dilansir BBC, Sel T merupakan sel sejenis sel darah putih yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh dan membantu tubuh dari infeksi dan dapat membantu untuk melawan kanker. Temuan Allison tersebut menghasilkan obat kekebalan inhibitor checkpoint yang dinamakan Ipilimumab, yang dipasarkan dengan nama merek Yervoy dan disetujui oleh Food and Drug Administration AS (FAD).

Di tahun 2011 lalu, BBC menyebutkan bahwa Ipilimumab bisa memperpanjang umur dari pasien kanker melanoma (kulit) stadium akhir. Saat ini, Ipilimumab bisa digunakan untuk mengobati kanker kolorektal dan kanker ginjal, yang disebut dengan karsinoma sel ginjal.

Menurut The New York Times, inhibitor checkpoint memang hanya diperkenankan untuk penyembuhan beberapa jenis kanker, sebab memiliki efek samping yang parah dan harga yang mahal, lebih dari $100.000 per tahun. Namun, pendekatan yang dikenal sebagai imunoterapi ini telah menjadi pengobatan utama pada beberapa jenis kanker.

Saat ini, inhibitor checkpoint hanya digunakan untuk penderita kanker paru-paru, ginjal, kandung kemih, kepala dan leher, untuk kanker kulit yang agresif seperti melanoma, dan limfoma Hodgkin, dan kanker lainnya.

Apakah Imunoterapi?

Denis Grady dan Andrew Pollack pernah menulis artikel berjudul “What Is Immunotherapy? The Basic on These Cancer Treatments” yang diterbitkan The New York Times. Dalam artikel tersebut, Grady dan Pollack menjelaskan imunoterapi mengacu pada perawatan yang menggunakan sistem kekebalan untuk melawan penyakit, termasuk kanker. Berbeda dengan kemoterapi yang bertujuan untuk membunuh sel kanker, imunoterapi bekerja pada sistem kekebalan tubuh.

Saat ini, terdapat empat jenis inhibitor checkpoint yang telah disetujui oleh FDA dan diberikan secara intravena.

Bentuk imunoterapi lain disebut terapi sel, yang melibatkan penghilangan sel-sel kekebalan dari pasien, mengubah secara genetis untuk melawan kanker, mengalikannya di laboratorium dan meneteskannya ke pasien seperti transfusi. Salah satu jenis terapi sel yakni antibodi bispesifik yang merupakan alternatif terapi sel.

“Antibodi ini adalah protein yang dapat menempel pada sel kanker dan sel T, sehingga mendekatkan mereka, dan membuat sel T dapat menyerang kanker. Salah satu obatnya, Blincyto, telah disetujui untuk jenis leukemia yang langka,” kata Graddy dan Pollack.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/10/05/duet-penghambat--anker--mild--quita.jpg" width="860" alt="Infografik Duet Penghambat anker" /

Bentuk lain imunoterapi adalah vaksin untuk mendorong sistem kekebalan untuk menyerang kanker. Di Amerika Serikat, satu-satunya vaksin yang disetujui untuk mengobati kanker adalah Provenge, yakni vaksin yang digunakan untuk kanker prostat.

Dalam beberapa kasus, menggabungkan dua inhibitor checkpoint bisa meningkatkan efektivitas. Namun, untuk sebagian orang, obat-obatan itu tak berfungsi sama sekali, atau hanya membantu sementara.

Salah satu obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan kanker adalah ipilimumab yang dikenal dengan nama Yervoy. Dikutip dari Cancer Research UK, Ipilimumab merupakan obat kanker yang disebut antibodi monoklonal yang membantu sistem pertahanan alami tubuh untuk melawan sel kanker.

Stephen Hodi pernah melakukan penelitian berjudul “Improved Survival with Ipilimumab in Patients with Metastatic Melanoma” (PDF), bersama dengan 3 orang rekannya. Mereka melakukan studi terhadap 676 pasien HLA-A*0201-positif dengan stadium III atau IV melanoma yang tidak dapat dioperasi.

Hasilnya, ipilimumab dengan atau tanpa vaksin peptida gp100, dibandingkan terapi hanya gp100, dapat meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan dari pasien melanoma metastatik yang sebelumnya diobati.

Selain ipilimumab, obat lain yang digunakan untuk perawatan penderita kanker adalah nivolumab. Seperti ditulis oleh Cancer Research UK, obat ini dapat digunakan oleh penderita melanoma tingkat lanjut, kanker paru-paru, kanker ginjal tingkat lanjut, dan jenis kanker lainnya.

Dalam bekerja, nivolumab akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawan sel kanker. Obat ini menargetkan dan memblokir protein yang disebut PD-1 pada permukaan sel-sel kekebalan tertentu yang disebut T-Sel.

Dan yang terakhir adalah pembrolizumab yang dikenal dengan nama keytruda. Obat ini merupakan generasi baru antibodi yang menargetkan jalur PD-1 (programmed cell death protein 1).

Dalam artikel berjudul “Immunotherapy Drugs Could Herald New Era in Cancer Treatment” yang ditulis Justin Bryans pada The Conversation, seorang profesor dari Queen Mary University of London, PD-1 akan mengerem sistem kekebalan tubuh, mencegah “overheating” dan pelepasan sel T, sehingga sistem kekebalan tubuh bebas menyerang sel tumor.

Mulanya, obat ini membawa harapan bagi pada penderita melanoma, tapi para peneliti menduga obat ini bisa efektif untuk mengobati kanker lain, sebab mereka mengatur respon pertahanan umum dan berpotensi bisa mengobati jenis kanker lainnya.

Baca juga artikel terkait NOBEL atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Widia Primastika
Editor: Maulida Sri Handayani
-->