Menuju konten utama

Uang Digital Adalah Apa dan Bagaimana Bedanya dengan Krypto?

Uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal.

Uang Digital Adalah Apa dan Bagaimana Bedanya dengan Krypto?
Ilustrasi nasabah bank digital. foto/Istockphoto

tirto.id - Bank Indonesia (BI) saat ini masih terus mendalami Central Bank Digital Currency (CBDC) atau mata uang digital yang diterbitkan oleh bank sentral.

Selain itu, Bank Indonesia (BI) saat ini sedang merumuskan panduan dalam menerbitkan Central Bank Digital Currency (CBDC) alias rupiah digital. Targetnya, buku panduan atau white paper mengenai rupiah digital akan terbit sebelum akhir 2022.

CBDC menjadi salah satu langkah dari BI untuk mengatasi adanya potensi risiko terhadap stabilitas aset kripto yang berpotensi menimbulkan sumber risiko baru atau masalah baru dan dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan, ekonomi serta moneter.

Namun apa sebenarnya Central Bank Digital Currency (CDBC) dan bedanya dengan krypto?

Apa itu CDBC atau mata uang digital?

Central Bank Digital Currency (CDBC) adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal.

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI, CBDC akan bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara. CBDC sudah memenuhi tiga fungsi dasar uang, yaitu sebagai alat penyimpan nilai (store of value), alat pertukaran/pembayaran (medium of exchange) dan alat pengukur nilai barang dan jasa (unit of account).

Lantas apa beda CDBC ini dengan cryptocurrency?

CDBC menggunakan private blockchain, identitas pengguna CDBC terikat dengan akun bank miliknya, berfungsi sebagai alat pembayaran seperti biasa dan Bank Sentral dapat mengatur jumlah pasokan dan jaringannya.

Sedangkan pada cryptocurrency, menggunakan public blockchain, dapat menggunakan identitas anonim, bertujuan spekulasi dan sistem pembayaran tergantung regulasi di tiap negara serta otoritas yang mengaturnya adalah pasar jaringan kripto tersebut.

Nantinya penerapan CDBC ini diklaim akan berdampak pada sistem pembayaran yang lebih cepat, efektif dan efisien. Bank sentral dapat memantau supply uang secara efektif, memudahkan penelusuran transaksi dan memangkas biaya perbankan.

Lantaran keunggulan yang ditawarkan, saat ini sudah banyak negara yang tertarik mengembangkan CDBC dan meningkat dua kali lipat selama pandemi.

Selain itu, saat ini juga terdapat sembilan negara yang telah menerapkan CDBC secara penuh yaitu, Nigeria, Bahama dan 7 negara di Kepulauan Karibia. Adapun di negara-negara seperti Rusia, Amerika Serikat, Singapura dan China yang masih dalam tahap kajian/piloting memiliki tujuan dan model CDBC yang berbeda-beda.

Nantinya, jika CBDC telah diterapkan di Indonesia, maka hal ini dipastikan akan menjadi kompetitor e-wallet lainnya seperti OVO, DANA dan Gopay. Penerapan CBDC di Indonesia pun lebih cocok menggunakan mekanisme hybrid dan melakukan pembatasan jumlah nominal e-wallet sehingga tetap menajaga eksistensi bank konvensional.

Namun, jika dibandingkan dengan e-money saat ini, CBDC diklaim akan lebih aman, mengingat berbasis blockchain dan dapat dilacak karena melekat pada akun perorangan. Namun perlu diperhatikan juga terkait penyesuaian yang perlu dilakukan di masyarakat, proses konversi mata uang digital negara lain dan pihak yang berwenang melakukan penerbitan e-wallet.

Baca juga artikel terkait UANG DIGITAL atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya