Menuju konten utama

Twit Faizal Assegaf Langgengkan Stigma Kepada LGBT di Tahun Politik

Dalam twitnya, Faizal Assegaf menyebut Sandiaga berwatak homo. Twit ini jadi gambaran sikap elite dalam memposisikan kelompok LGBT.

Twit Faizal Assegaf Langgengkan Stigma Kepada LGBT di Tahun Politik
Faizal Assegaf. Instagram/faizal.assegaf

tirto.id - Faizal Assegaf membuat twit yang menyerang Sandiaga Salahuddin Uno dan menyebutnya berwatak homo. Twit ini jadi polemik karena secara tak langsung menyerang kelompok rentan.

Dalam twitnya, Faizal menulis Kepada seluruh rakyat Indonesia, perlu diterjemahkan @ sandiuno tidak perlu doyan pakai pelembab bibir. Tp scr filsafat, pengaruh norak tsb, esensinya mempertegas dia masih berwatak homo. Butuh wku berevolusi menjadi binatang berakal. Makanya tdk pantas jd Cawapres. Itu Fakta! * FA *.”

Menurut Yohan Misero, advokat publik dari LBH Masyarakat, twit Faizal itu merupakan bentuk pelanggengan stigma terhadap kelompok gay secara khusus dan LGBT atau LGBTIQ secara umum. Stigma ini sudah lama muncul dan menjadi gambaran sikap elite politik yang kerap mempolitisasi isu ini.

Selain itu, kata Yohan, twit Faizal menunjukkan kelompok Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex, dan Questioning (LGBTIQ) tak punya perlindungan politik.

“Selain tidak elok masih banyak dilakukan dan banyak politikus kita tidak memahami betul tentang keragaman seksualitas. Situasi ini menunjukan betapa teman-teman LGBTIQ tidak memiliki entitas politik yang berniat melindungi mereka,” kata Yohan kepada reporter Tirto, Kamis (12/3/2019) pagi.

Pelekatan stigma ini dinilai makin menyudutkan kelompok LGBTIQ, dan kondisi seperti ini jelas tak menguntungkan. Ia menduga, situasi ini tak akan banyak berubah hingga lima tahun ke depan, sehingga perlindungan terhadap hak kelompok LGBTIQ akan suram.

“Di masa pemilu kali ini, [isu LGBTIQ] dipakai oleh setiap kubu yang berkontestasi,” ujar Yohan.

Makin Menimbulkan Kebencian

Apa yang disampaikan Yohan diamini Lini Zurlia, advokat di ASEAN SOGIE Caucus, lembaga nirlaba yang fokus terhadap isu LGBTIQ. Lini menilai pemupukan stigma ini makin menimbulkan kebencian.

Stigma yang dimaksud Lini tak lain seperti gemar dandan bagi kelompok gay, penyebaran HIV/AIDS, hingga pedofilia. Stigma lain, kata dia, adalah melawan moralitas, tidak sesuai dengan norma, serta tidak sesuai dengan adat budaya.

“Stigma tersebut dampaknya adalah menyuburkan fobia, baik homofobia, transfobia, lesbofobia,” kata Lini kepada reporter Tirto.

Dampak lanjutan dari stigma ini, kata Lini, adalah persekusi. Kasus semacam ini sudah banyak terjadi di sejumlah tempat, bahkan Pemerintah Kota Padang sempat mewacanakan menggandeng TNI buat menghapus kelompok LGBTIQ.

Dalam riset yang dilakukan LBH Masyarakat yang terbit pada Mei 2018, terjadi persekusi terhadap 973 korban. Rinciannya: 715 korban dari kelompok transgender, 225 korban dari kelompok gay, 29 korban dari kelompok lesbian, dan 4 orang lainnya. (PDF)

“Nah, fobia-fobia ini bisa melahirkan tindakan yang diskriminatif, bahkan bisa lead government to do the persecution,” imbuh Lini.

Kemunculan stigma yang berujung persekusi terhadap kelompok LGBTIQ ini, kata Lini, harus segera diakhiri. Banyak cara bisa dilakukan baik pemerintah maupun elite politik. Namun, Lini mengakui, hal tersebut sulit dilakukan lantaran ada kepentingan kelompok tertentu yang nantinya terusik.

“Tapi gimana ya, [isu LGBTIQ] memang sengaja untuk dibikin stand-nya blur,” ujar Lini.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Politik
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Mufti Sholih