Menuju konten utama
Dewas LPP TVRI:

TVRI Masa Helmy: Liga Inggris & Rebranding Bikin Gagal Bayar Gaji

Anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas Trishadiatmoko, mengungkapkan TVRI membeli hak siar Liga Inggris selama tiga session multiyears tanpa persetujuan Dewas.

TVRI Masa Helmy: Liga Inggris & Rebranding Bikin Gagal Bayar Gaji
Anggota Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Pamungkas Trishadiatmoko bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020). FOTO ANTARA/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Komisi I DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dewan Pengawas TVRI untuk membahas kasus pemecatan mantan Direktur Utama TVRI Helmi Yahya, Selasa (21/1/2020) siang.

Dalam rapat tersebut, salah satu anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas Trishadiatmoko, mengungkapkan bahwa TVRI membeli hak siar Liga Inggris selama tiga session multiyears. Totalnya, kata Moko, mencapai Rp126 miliar.

"Total Liga Inggris selama tiga sesi adalah 9 juta dolar AS, atau Rp126 miliar di luar pajak, dan biaya lainnya. Untuk kontrak tiga sesi. Ini multiyears," kata Moko saat pemaparan, Selasa (21/1/2020).

Moko juga mengklaim, pembelian hak siar Liga Inggris juga tanpa permintaan tertulis kepada Dewan Pengawas TVRI untuk membelanjakan program multiyears 2019-2020. Untuk satu sesi Liga Inggris memiliki jangka waktu sekitar 9-10 bulan.

"Untuk setiap sesi berbiaya 3 juta dolar AS dengan kontrak 76 pertandingan atau senilai hampir satu kali tayangan Rp552 juta. Kalau di-ekuivalen program rata-rata di TVRI yang disampaikan kepada kami Rp15 juta per episode. Ini bisa membiayai 37 episode atau dua bulan program lainnya," ujarnya.

Mahalnya pembelian hak siar Liga Inggris, menurut Moko, tak dibarengi dengan analisis untung rugi secara sosial dan budaya.

Ternyata pembelian hak siar tersebut berbuah celaka bagi TVRI. Moko mengatakan bahwa pada tanggal 31 Oktober 2018, Dewan Pengawas TVRI mendapat informasi adanya tagihan invoice dari Global Media Visual (GMV) untuk program Liga Inggris senilai Rp27 miliar dengan pajak dan jatuh tempo pada 15 November 2019.

"Data yang kami peroleh tanggal 31 Desember, kami sudah melakukan cek dalam RAKT yang disepakati dan disahkan oleh Dewas pada tahun 2019, dan tidak terdapat anggaran pembayaran," kata Moko.

Tak hanya itu, kata Moko, dalam RAKT tahun 2020 yang diajukan ke Dewan Pengawas juga tak ada rencana pembayaran invoice tersebut.

"Kemudian, ada potensi yang lain. Sesuai dengan kontrak pada tahun 2020, TVRI terdapat kewajiban bayar utang Liga Inggris itu Rp27 miliar, yang akan di-carry over ke tahun 2020, plus akan ada tagihan 1,5 juta dolar AS atau Rp21 miliar di luar pajak," kata Moko.

Kemudian, kata Moko, pada September 2020 mendatang akan datang tagihan yaitu jatuh tempo sesuai kesepakatan senilai 1,5 juta dolar AS atau senilai Rp21 miliar di luar pajak.

"Sehingga terdapat kewajiban yang harus bayar. Ini belum gagal bayar ya. Karena tidak ada di RAKP, kemungkinan tidak bisa dibayar PNBP. Karena PNBP tak bisa bayar utang. Senilai Rp69 miliar, belum termasuk pajak, belum termasuk biaya lain," kata Moko dengan suara meninggi.

Moko melanjutkan, muncul permasalahan lain berupa gagal bayar gaji karyawan dan beberapa vendor lainnya pada 2019.

"Sekitar total kalau saya tidak salah Rp9 miliar, plus beberapa, Rp13 miliar. Ini dipindahkan menjadi budget 2019, plus ada biaya rebranding yang tidak dimasukkan dalam perencanaan yang menyebabkan short cash. Tidak ada anggaran tahun 2020," kata Moko.

"Akhirnya karena mata anggaran tak ada, maka ini diambilkan dana dari program dan berita. Akibatnya, adalah tidak terselenggaranya acara secara maksimal. Karena sampai Juli dana sudah habis. Artinya sebagai TV publik, kami harus memberikan hak info publik, tayangan yang baik, tayangan yang mendidik, yang membangun wawasan kebudyaan. Ini menjadikan mengurangi nilai-nilai hak publik," lanjut Moko panjang lebar.

Oleh karena itu, kata Moko, Dewan Pengawas TVRI berkukuh memecat Helmy Yahya dan ingin melakukan pembenahan karena jika tidak diselesaikan sejak awal, masalah anggaran ini akan terus bergulir dan menumpuk.

"Kami konfirm ke mereka [direksi], tidak ada surat permintaan resmi kepada dewas mengenai program multiyears. Bagaimana cara membayarnya? Apakah ini sebuah kelalaian, ketidakcakapan, atau kesengajaan?" tanya Moko.

Tak hanya itu, anggota Dewan Pengawas TVRI lainnya, Maryuni Kabul Budiono, juga menjelaskan bagaimana program rebranding TVRI yang dikerjakan oleh Helmy menghabiskan uang yang justru memangkas dana gaji karyawan.

"Terdapat ketidaksesuaian pelaksanaan rebranding TVRI dengan rancangan kerja RKAT TVRI 2019. Rebranding tahun 2018 dilakukan dengan nilai kontrak Rp970.183.000 oleh konsultan brand TVRI dilaksanakan hingga 8 Desember 2018. Kami mengeluarkan Surat Keputusan mengenai logo baru TVRI dan aplikasinya," kata Kabul dalam paparannya.

Namun, lanjut Kabul, pada 2019 akhirnya TVRI melakukan proses implementasi dan aplikasi proses rebranding tersebut menggunakan anggaran Direktorat Program dan Berita, Direktorat Pengembangan Usaha, dan Direktorat Umum sebesar Rp8,2 miliar.

"Sebanyak Rp6,2 miliar dari Direktorat Program dan Berita yang sebagian diperuntukkan untuk honor satuan kerja kerabat SKK dan berdampak honor SKK tidak berbayar tepat waktu pembayaran SKK, dan berdampak ke produksi siaran. Akhirnya ada re-run program non-berita sekitar 50 persen," katanya.

Baca juga artikel terkait KISRUH TVRI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri