Menuju konten utama

Tuntutan LBH APIK Soal Kasus Penangkapan Penjual Batik

FT ditangkap polisi usai dilaporkan DW, istri Jendral TNI berbintang satu terkait tuduhan penipuan dan penggelapan.

Tuntutan LBH APIK Soal Kasus Penangkapan Penjual Batik
Ilustrasi penahanan di penjara. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) angkat suara soal kasus yang menimpa FT (22), perempuan single parent yang bekerja sebagai penjual batik online. FT ditangkap polisi usai dilaporkan DW, istri Jendral TNI berbintang satu terkait tuduhan penipuan dan penggelapan.

“DW melaporkan FT dengan tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan. Polisi bertindak cepat dengan menangkap dan menahan FT,” ungkap LBH APIK melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (16/8/2018).

Berdasarkan keterangan, kejadian itu bermula saat DW memesan 10 baju batik senilai Rp2,5 juta. Namun, sampai pada tenggat waktu pengiriman barang, FT tidak sanggup memenuhi pesanan. Namun dia bersedia mengembalikan dana pemesanan.

“DW mengultimatum FT untuk mengembalikan dana pemesanan dalam waktu 1 jam setelah pembatalan tersebut. Walau keluarga FT bersedia mengembalikan uang tersebut, DW melaporkan FT dengan tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan,” kata mereka.

FT langsung dibawa ke Polsek Pinang Ranti, dipindahkan ke Polsek Kebayoran Baru dan selanjutnya dipindahkan ke Polsek Pondok Gede untuk BAP, dan dilakukan penahanan pada 04 Mei 2018 dan dipindahkan ke Rutan Pondok Bambu. FT telah menandatanggani surat kesanggupannya untuk mengembalikan dana tersebut.

Untuk itu, LBH APIK Jakarta menggalang #koinuntukFT, #koinkeadilan sampai mencapai jumlah Rp. 2,5 juta untuk diserahkan kepada DW.

Selain itu, LBH APIK juga memberikan sejumlah tuntutan sebagai berikut.

1. Mendesak Polri menerbitkan panduan untuk para penyidik dalam memeriksa perkara perkara keperdataan, sehingga tidak menggunakan hukum pidana sebagai mekanisme penyelesaiannya. Penggunaan hukum pidana untuk kasus-kasus perdata bernilai hanya 2,5 juta akan memberatkan Sistem Peradilan Pidana (SPP) dalam bekerja.

2. Menuntut seluruh lembaga penegak hukum, yang memiliki kewenangan penahanan untuk memastikan perempuan yang berhadapan dengan hukum tidak dalam kondisi hamil. Hal ini menjadi penting untuk memberikan perlindungan kepada anak yang dikandung.

3. Mendesak kepada BPHN untuk memperluas cakupan penerima dana bantuan hukum, tidak hanya pada seseorang miskin ekonomi, namun juga perempuan dan anak sebagai bagian dari kelompok rentan di Indonesia.

4. Meminta pengadilan memastikan persidangan kasus ini independen dan bebas dari intimidasi.

Baca juga artikel terkait PENIPUAN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto