Menuju konten utama

Tunggakan BPJS Diklaim Tak Ganggu Operasional Rumah Sakit

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyatakan defisit BPJS Kesehatan yang terus berlanjut membuat motivasi kerja para dokter merosot.

Staf Khusus Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan Kuwat Sri Hudoyo (kiri) bersama dengan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Bambang Supriyatno memberikan keterangan pada wartawan saat Rapat Koordinasi Nasional KKI di Yogyakarta, Senin (17/6/2019). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id -

Defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diklaim tak sampai berpengaruh pada operasional tenaga kesehatan di rumah sakit.

Menurut Staf Khusus Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan Kuwat Sri Hudoyo tunggakan BPJS Kesehatan tak sampai mengganggu aliran dana operasional di rumah sakit mitra BPJS Kesehatan.

"Sampai dengan saat ini ya dampak [tunggakan BPJS] itu ada karena penundaan dan keterlambatan, tapi belum sampai mengganggu cash flow di rumah sakit," katanya saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) di Yogyakarta, Senin (17/6/2019).

Menurutnya tunggakan itu sesuai dengan prosedur, sehingga tidak mungkin setiap rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan dapat langsung dibayar. Sebelum dibayar kata dia perlu verifikasi terlebih dahulu sehingga butuh waktu.

Ketua KKI Bambang Supriyatno mengatakan selama ini pihaknya belum pernah mendapatkan laporan dari dokter terkait dampak tunggakan BPJS Kesehatan terhadap penyelenggara fasilitas kesehatan.

"Secara resmi belum ada laporan karena lebih ke Kementerian Kesehatan. Kalau KKI yang kita tangani kalau ada sengketa antara pasien yang itu ada masalah terkait pembiayaan," kata dia.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyatakan defisit BPJS Kesehatan yang terus berlanjut membuat motivasi kerja para dokter merosot.

Menurut Daeng, salah satu dampak defisit BPJS yang menyurutkan motivasi kerja para dokter dan tenaga kesehatan adalah pengurangan pendapatan.

"Pengurangan [gaji] di sisi yang dulu untuk bayar tenaga dokter sekian, itu diturunkan, karena semula harusnya dibayar seperti itu tidak cukup," kata Faqih usai diskusi "Evaluasi Kinerja BPJS Kesehatan dalam Aspek Pelayanan Pasien" di kantor PB IDI, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).

"Itu sebenarnya dokter, karyawan, perawat ngomel-ngomel. Karena sudah kondisi seperti itu tetap dijalankan. Itu memengaruhi motivasi bekerja," Faqih menambahkan.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat posisi gagal bayar di tahun 2018 mencapai Rp9,1 triliun.

Angka itu lebih rendah dari perkiraan defisit yang ditaksir mencapai Rp19,41 triliun setelah ditalangi oleh bantuan pemerintah senilai Rp10,29 triliun.

Belum kelar masalah tersebut, defisit kembali mengintai pada 2019. Sepanjang Januari hingga April, defisit BPJS Kesehatan tercatat sudah menyentuh angka Rp3,7 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sejumlah temuan penting yang harus segera diperbaiki BPJS Kesehatan terkait dengan potensi gagal bayar tersebut. Di antaranya masalah jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), NIK ganda, hingga peserta yang telah meninggal masih tercatat.

"Itu menurut saya perlu diperbaiki, sehingga kredibilitas dari program BPJS akan semakin meningkat," ujar Sri Mulyani akhir Mei lalu.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari