Menuju konten utama

Tujuh Pabrik Sambal Diduga Terlibat Kartel Cabai

Penyidik Bareskrim Polri mengendus keterlibatan tujuh perusahaan produsen sambal kemasan dalam kasus praktek kartel cabai rawit merah yang memicu lonjakan harga di pasaran.

Tujuh Pabrik Sambal Diduga Terlibat Kartel Cabai
Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Antam Novambar (kedua kanan) didampingi Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono (kedua kiri), dan Direktur Penindakan KPPU Goprera Panggabean (kiri) memberikan keterangan pers mengenai pengungkapan kasus penimbunan cabai di Jakarta, Jumat (3/3/2017). Dalam pengungkapan kasus itu polisi menyita beberapa barang bukti di antaranya dokumen penjualan, dokumen pembelian, dan dokumen pembayaran. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Penyidik Bareskrim Polri menengarai ada tujuh perusahaan yang terlibat dalam kasus tindak pidana monopoli terhadap komoditi cabai hingga harganya di pasaran melonjak.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya mengatakan ketujuh perusahaan tersebut merupakan pabrik sambal kemasan.

"Ada tujuh perusahaan. Ini ada kaitannya dengan supplier, kami sedang mengumpulkan bukti," kata Agung di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, pada Kamis (9/3/2017).

Saat ini, menurut Agung, penyidik Bareskrim Polri masih terus mendalami kasus ini dan menelusuri keterlibatan perusahaan lain. Sasarannya ialah perusahaan-perusahaan yang menyerap pasokan cabai lebih banyak ketimbang suplai ke pasar.

Agung menambahkan, di penanganan kasus ini, Bareskrim juga menggandeng Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam pengumpulan barang bukti. "Kami koordinasi dengan KPPU."

Di kasus kartel cabai ini, penyidik Bareskrim telah menetapkan tiga tersangka yang diduga melanggar ketentuan tentang tindak pidana larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta tindak pidana perdana perdagangan yang telah membuat harga cabai rawit merah melonjak.

Ketiga tersangka itu adalah SJN, SNO dan R yang kesemuanya berperan sebagai pengepul. SJN dan SNO melakukan prakteknya di Jakarta, sementara R di Solo, Jawa Tengah.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul menjelaskan modus operandi ketiganya sama, yakni bersepakat dengan para pengepul lain menetapkan harga cabai rawit merah yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

Mereka menetapkan harga penjualan cabai rawit merah yang tinggi kepada perusahaan-perusahaan pengguna cabai rawit merah. Tujuannya ialah agar pasokan yang seharusnya didistribusikan ke Pasar Induk malah beralih distribusinya ke perusahaan-perusahaan tersebut.

Praktek tersebut mengakibatkan kelangkaan pasokan cabai rawit merah di tingkat konsumen yang berimbas pada tingginya permintaan di pasar sehingga memicu lonjakan harga.

"Ada pengalihan penyaluran atau distribusi dari petani kemudian kepada pengepul, pengepul kepada supplier atau bandar kemudian kepada perusahaan," kata Martinus.

Martinus memerinci, harga jual cabe rawit merah di petani berkisar antara Rp70-Rp80 ribu per kilogram. Dari pengepul ke penyuplai sekitar Rp90 ribu- Rp100 ribu per kilogram. Sementara dari penyuplai ke pedagang bisa mencapai Rp140 ribu per kilogram. Akhirnya para pedagang di pasar menjual cabai dengan harga di atas Rp140 ribu per kilogram.

Martinus mengatakan tindakan para tersangka, mengalihkan pasokan cabai rawit merah ke perusahaan-perusahaan dengan disertai kerja sama untuk menetapkan harga di pasaran, tersebut melanggar pasal 5 UU Nomor 5/1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dalam rangka menetapkan harga barang dan jasa yang harus dibayar konsumen.

"Inilah yang kemudian harus dibuktikan oleh penyelidik bahwa ada perjanjian-perjanjian yang dilakukan untuk menetapkan harga cabai itu," kat Martinus.

Baca juga artikel terkait HARGA CABAI RAWIT atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom