Menuju konten utama

Tudingan Prabowo Pers Rusak Demokrasi: Emosional & Kaburkan Fakta

Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan menilai pernyataan Prabowo soal media merusak demokrasi sebagai sikap emosional dan kekanak-kanakan, lantaran tak memiliki basis argumentasi yang jelas.

Tudingan Prabowo Pers Rusak Demokrasi: Emosional & Kaburkan Fakta
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menghadiri peringatan hari buruh yang digelar oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Rabu (1/5/2019). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto kembali melontarkan pernyataan kontroversial. Kali ini ketua umum Partai Gerindra itu menyebut media sebagai perusak demokrasi.

Pernyataan itu ia ucapkan saat berpidato di peringatan hari buruh internasional atau May Day 2019 yang digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), di Tenis Indoor Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2019).

Ia menyisipkan tudingan itu usai menyinggung soal kemungkinan adanya kecurangan pada "wasit" dalam Pemilu 2019. Ia mengatakan rakyat Indonesia suatu saat tidak akan bisa menerima lagi apabila terus dibohongi. Ia pun meminta agar media tidak memutarbalikkan sesuatu yang sudah jelas-jelas tidak benar.

Meski tidak mengaitkannya secara langsung, tapi pernyataan Prabowo itu seolah meminta media untuk tidak ikut membalikkan fakta bahwa tidak ada kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2019 berlangsung.

“Akan tercatat dalam sejarah hai media-media, kau merusak demokrasi di Indonesia,” kata Prabowo dalam pidatonya.

“Ini gimana bicara apa adanya? Ya saya harus bicara apa adanya. Yang tidak benar kita harus katakan tidak benar. Yang tidak benar jangan kau balik,” kata Prabowo menambahkan.

Prabowo juga mewanti-wanti agar media berhati-hati karena tindak-tanduknya diawasi. Disamping itu, ia mengingatkan ada konsekuensi yang diterima bila nyatanya media tak berlaku sebagaimana seharusnya.

“Para media hati-hati, kami mencatat kelakuanmu satu-satu. Kami bukan kambing-kambing yang bisa kau atur-atur. Hati-hati kau ya. Suara rakyat adalah suara Tuhan,” ucap Prabowo.

Berbeda dengan Prabowo, Presiden KSPI Said Iqbal sempat mengeluarkan pernyataan yang bertolak belakang. Meski mendukung dan yakin Prabowo memenangkan kontestasi pemilu, Said justru menyebut masih percaya dengan para awak media lantaran masih ada yang mau berbicara jujur.

Hal ini diucapkan Said saat menjelaskan pilar demokrasi yang didukung oleh entitas, seperti media dan civil society, termasuk serikat buruh.

“Kami percaya pilar demokrasi ada kawan-kawan jurnalis, media. Kami yakin masih banyak jurnalis yang jujur,” ucap Said kepada wartawan sesaat sebelum acara peringatan hari buruh internasional dimulai, di Tennis Indoor Senayan.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan menganggap pernyataan Prabowo itu sebagai sikap emosional dan kekanak-kanakan, lantaran tak memiliki basis argumentasi yang jelas.

Manan menilai pernyataan itu tidak bisa sembarang dialamatkan pada media, hanya karena pemberitaan yang ada tidak sesuai dengan seleranya.

Manan mencontohkan pemberitaan mengenai massa 212 pada Februari 2019 yang sempat memancing kemarahan Prabowo lantaran media meragukan klaim dihadiri 7 juta orang.

Sejumlah media, kata Manan, telah berupaya membandingkan klaim itu dengan versi pihak berwajib maupun melakukan perhitungan matematis ketimbang membantahnya dengan klaim mereka yang menolak Prabowo.

Hal yang sama, kata Manan, sebaiknya pernyataan Prabowo yang bernada tudingan tidak diulang pada media soal pemberitaan kecurangan Pemilu 2019 yang tidak sesuai dengan selera Prabowo. Dalam hal ini, Manan merujuk pada klaim Prabowo yang menyebut KPU dan lembaga survei sengaja memenangkan paslon nomor urut 01.

“Apakah karena media menulis tidak sesuai selera dia jadi membuat media sebagai perusak demokrasi? Ya itu pendapat yang saya kira kekanak-kanakan," ucap Manan saat dihubungi reporter Tirto, pada Rabu (1/5/2019).

Sebaliknya, Manan menjelaskan bahwa media saat ini adalah komponen penting demokrasi. Sebab, kata dia, media memiliki fungsi sebagai kontrol atas kekuasaan. Hal ini, kata Manan, diamanatkan dalam UU No. 40 tahun 1999 Tentang Pers.

Manan menilai bila Prabowo ingin mengoreksi media, sebaiknya menggunakan ukuran yang lebih profesional. Seperti kode etik pers, kualitas konten, hingga keberimbangan porsi pemberitaan.

“Jadi gunakanlah ukuran yang profesional untuk menilai media. Jangan pakai standar emosional. Soalnya semua yang tidak mendukung dia dianggap buruk. Itu penilaian anak-anak bukan politisi,” kata Manan.

Prabowo Ditantang Lapor Dewan Pers

Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin menilai Prabowo sebaiknya membuka nama media yang dimaksud dan melaporkannya ke Dewan Pers. Menurut Ade hal ini lebih baik ketimbang membuat informasi yang mengambang dan menuding sebagai perusak demokrasi atau berbohong.

Ade mengatakan bila ada media yang terbukti seperti yang dikatakan Prabowo, seharusnya dapat segera diuji dengan kode etik. Menurut dia, dengan mekanisme yang ada, mereka dapat diproses oleh Dewan Pers sehingga memunculkan titik terang.

"Kami tantang buka ini ke publik. Permasalahan seperti ini, jangan dibawa ke ruang gelap. Jadi harus diungkap dan siapa media yang dianggap berbohong itu dan bawa saja ke Dewan Pers," ucap Ade kepada reporter Tirto.

“Jangan hanya statament banyak media yang bohong, tapi enggak jelas siapa yang dianggap bohong itu,” kata Ade menambahkan.

Ade pun menilai ungkapan Prabowo ini tak bisa digeneralisirkan pada setiap media. Sebab, kata dia, belum tentu semua media yang ada melakukan seperti yang dituduhkan Prabowo. Akibatnya, media yang sudah bekerja profesional pun malah akan terkena imbasnya atas tudingan negatif itu.

“Jangan sampai pendukungnya itu jadi memukul rata media-media yang mau profesional atau bukan malah dipukul rata membohongi. Atau jangan-jangan media yang tidak sepaham dengan mereka itu dianggap bohong. Itu tidak fair juga," ucap Ade.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Politik
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz