Menuju konten utama

Tudingan Pemerasan Surat Pengakuan Halal MUI: Kesaksian Abo Annaser

Abo Annaser, warga Selandia Baru, membantah tudingan ia melakukan pemerasan.

Tudingan Pemerasan Surat Pengakuan Halal MUI: Kesaksian Abo Annaser
Ilustrasi: Abo Annaser, warga Selandia Baru, yang terlibat dalam kasus dugaan pemerasan demi status rekognisi halal dari MUI. tirto.id/Lugas

tirto.id - Mahmood Abo Annaser memenuhi janjinya untuk menemui kami di Bogor, Selasa kemarin, 9 Juli.

“Kami pikir Anda di Selandia Baru.”

“Oh tidak. Tidak. Saya memang suka bolak-balik New Zealand-Bogor. Saya ada rumah di Bogor.”

Kemudian ia bercerita awal dirinya berkecimpung di bisnis sertifikasi halal internasional pada 1994. Ia memiliki Al Kautsar Halal Food and Inspection Limited, yang beralamat di Auckland. Ia juga mengaku sebagai bagian dari Halal World Consultant. Tahun 1997, ia mulai mengenal Lukmanul Hakim yang saat itu masih sebagai auditor halal Majelis Ulama Indonesia.

Ia mengklaim mengenal sejumlah petinggi MUI lain, termasuk Ketua MUI saat ini Ma’ruf Amin—wakil presiden yang bakal dilantik pada Oktober mendatang. Ia menunjukkan foto para pejabat MUI yang menyambangi kantornya di Selandia Baru pada 2010. Ma’ruf Amin tampak di dalam foto tersebut.

“Tapi dengan Tatari: no. Saya tidak pernah mengenal dia. Dia yang mengontak saya lebih dulu. Minta jasa konsultasi. Saya sampai terbang ke Jerman untuk temui dia,” ujar Annaser.

Ia membantah tuduhan pemerasan yang dilontarkan Tatari.

Mahmoud Tatari, Direktur Halal Control GmbH, badan sertifikasi halal swasta yang bermarkas di Jerman, melaporkan Annaser dan Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim ke Polres Bogor pada November 2017 dengan tuduhan pemerasan senilai 50 ribu Euro atau sekitar Rp720 juta. Pemerasan itu dilakukan agar surat rekognisi halal MUI untuk Halal Control segera keluar, tuding Tatari.

Berdasarkan keterangan Tatari kepada kami, justru Annaser yang memintanya pergi ke Jakarta. Sebelum pertemuan mereka pada 26 Juni 2016, Tatari mengaku tidak dekat dengan Annaser, hanya saja pernah melihat dua-tiga kali dalam sejumlah konferensi beberapa tahun lalu. “Dan kami mengobrol ringan layaknya saudara sesama muslim. That’s it,” ujarnya.

Itu sebabnya Tatari tak langsung membayar uang itu ketika Annaser memintanya lewat telepon sebelum pertemuan di Bogor. “Dia (Annaser) bilang, uang itu adalah bagian dari proses baru (meminta surat rekognisi) di MUI,” kata Tatari.

Dari Annaser pula, tuding Tatari, permintaan itu diketahui Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim.

Namun, menurut pihak Annaser dan Lukmanul, uang itu adalah fee jasa konsultasi. Kedua pihak ini mengklaim Tatari menghubungi Annaser karena frustrasi surat perpanjangan rekognisi MUI tak kunjung keluar sejak Februari 2015 sewaktu ada peninjauan ulang terhadap Halal Control dari MUI.

“Ia hubungi saya karena tahu saya punya hubungan baik dengan MUI,” kata Annaser.

Annaser berkata Tatari menyetujui "fee konsultasi" sebesar 50 ribu Euro. Menurut ceritanya, pada Juni 2016, Tatari yang mendatangi rumahnya di kawasan Bogor. Tatari juga meminta Annaser untuk mempertemukannya dengan Lukmanul.

“Saya bilang, buat apa? Dia jawab, ‘Hanya untuk silaturahmi, Brother’,” kata Annaser menirukan Tatari.

Jika Tatari menuding dia telah melakukan pemerasan, katanya, itu adalah omong kosong.

Annaser berkata upah jasa konsultasi 50 ribu Euro adalah sepenuhnya wewenang dia—bukan suruhan siapa-siapa, bukan pula dipakai buat menyogok Lukmanul seperti tudingan Tatari.

Menurut Annaser, uang itu “jumlah kecil untuk sebuah jasa konsultasi di Selandia Baru.” Belum lagi ia harus memotongnya untuk pajak 30 persen dan membaginya untuk para staf.

“Pertanyaan saya: Jika ingin melaporkan sejak awal, kenapa dia menunggu hampir dua tahun setelah kejadian lalu melapor ke Polres Bogor?”

Mengklaim Benar Tanpa Dokumen Tertulis

Mahmoud Tatari memang baru melaporkan Mahmood Abo Annaser dan Lukmanul Hakim pada 20 November 2017 ke Polres Bogor. Ini setelah ia kembali diminta “uang jasa konsultan” oleh Annaser. Tatari mencium gelagat janggal bila dia harus menyetor 50 ribu Euro lagi karena surat rekognisi MUI untuk Halal Control berlaku sampai dua tahun—[lihat dokumennya di sini].

“Iya memang betul. Tapi itu sudah saya bilang sejak awal. Fee konsultasi ini yearly, harus dibayar tiap tahun. Kenapa? Karena konsultasi itu tak cukup sekali. Dan dia setuju,” kata Annaser.

Saat kami bertanya apakah ia memiliki bukti surat perjanjian mengenai jasa konsultasi tahunan tersebut, Annaser menggeleng. Ia menilai tak perlu membuat surat semacam itu; cukup perjanjian lisan. Dan bukti tagihan bahwa ia berperan sebagai “konsultan untuk Halal Control” sudah lebih dari cukup.

Absennya surat perjanjian tertulis itu membuat Tatari bisa saja dengan bebas menerjemahkan bahwa tagihan Annaser pada tahun kedua kepada Halal Control sebagai tindakan pemerasan. Toh, surat rekognisi dari MUI telah keluar, artinya tak perlu jasa konsultan lagi.

“Ya sudah, kalau dia memang merasa punya masalah dengan saya, hadapi saya saja. Jangan bawa-bawa Lukmanul. Lukmanul itu orang baik,” ujar Annaser membela Direktur LPPOM MUI.

Dalam wawancara dengan Tirto, 7 Juli lalu, Tatari berkata tindakan Annaser yang disebutnya sebagai praktik pemerasan terhadap Halal Control tak bisa dibiarkan. “Anda harus tahu, ini kali pertama kami mengalami tindakan kriminal begini.”

Gara-gara langkah hukum melaporkan Lukmanul Hakim, MUI kini mencoret Halal Control dari daftar lembaga sertifikasi halal luar negeri yang mendapatkan surat rekognisi halal MUI.

Bukan Orang yang Sulit Dihubungi

Saat menghubungi Abo Annaser, kami cukup heran ketika ia mengaku berada di Bogor. Baik pihak Tatari maupun Ikhsan Abdullah—Wakil Ketua Komisi Hukum MUI yang jadi pengacara Annaser dan Lukmanul Hakim—hingga penyidik di Polres Bogor menyebut Annaser sulit dihubungi dan sukar memenuhi panggilan penyidikan lantaran berada di luar negeri.

“Terakhir saya komunikasi sama dia, September tahun lalu,” kata Ikhsan.

Sebagai orang yang “dicari-cari”, Annaser nyatanya tidak terlalu susah untuk kami ajak bertemu.

Dalam catatan penyidik Polres Bogor, Annaser baru memenuhi panggilan satu kali saat perkara ini masih dalam tahap penyelidikan. Setelah Juli 2018, Annaser terus meminta penundaan.

Pemanggilan pertama, ia datang seorang diri untuk menjalani pemeriksaan. “Saya tidak perlu pengacara. Saya yakin saya benar.”

Kasat Reskrim Kompol Agah Sonjaya dari Polres Bogor membenarkan Annaser hanya datang sekali untuk memenuhi pemanggilan sebelum kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Ikhsan Abdullah mengonfirmasi bahwa Annaser memenuhi pemanggilan pertama tanpa dirinya. “Mungkin karena sudah dipanggil, daripada lama-lama, dia datang saja meski tanpa saya.”

Annaser cerita bagaimana kemudian dia diwakili oleh Ikhsan Abdullah dalam kasus ini. “Kemudian Pak Ikhsan datang menawari bantuan. Saya iyakan saja. Itu berarti dia kuasa hukum saya, ya? Tidak tahu. Saya tidak pernah berikan surat kuasa. Intinya, saya akan siap datang kalau dipanggil."

Menurut pengakuan Ikhsan Abdullah kepada kami, Annaser “sempat bertanya [kepada saya] harus bagaimana? Jadi saya tawarkan bantuan untuk mengurus perkaranya. Karena dia di luar negeri. Nanti malah jadi liar, malah lebih susah kalau enggak diiket jadi satu.”

Maksud Ikhsan, ia menjadi pengacara Lukmanul sekaligus Annaser demi proses yang lebih mudah menghadapi Tatari. Pihak Tatari sendiri menyerahkan kuasa hukum perkara ini kepada Ahmad Ramzy dan Nuzul Wibawa.

Belakangan, pada akhir 2018, MUI sebagai institusi terlibat menyelesaikan persoalan ini dengan mengeluarkan surat kuasa kepada Ikhsan Abdullah, yang diteken oleh Ketua MUI Ma’ruf Amin dan Sekjen MUI Anwar Abbas. Alasannya, betapapun laporan dugaan pemerasan bersifat personal, tapi Lukmanul tak bisa dipisahkan dalam kapasitasnya sebagai Direktur LPPOM MUI.

Ahmad Ramzy berkata khawatir kasus kliennya di Polres Bogor bisa diintervensi setelah MUI turut terlibat. “Kami khawatir ada surat kuasa dari MUI itu memengaruhi proses hukum di kepolisian,” ujarnya.

Sejak akhir 2017 sampai sekarang, baik Ikhsan Abdullah maupun Ahmad Ramzy masih menunggu surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan dari Polres Bogor Kota. Menurut mereka, pengusutan perkara ini berjalan lambat.

Namun, Kasat Reskrim Kompol Agah Sonjaya menyebut tak ada kendala dalam pengusutan kasus. “Lagi proses. Lancar saja, kok,” ujarnya.

Infografik HL Indepth Sertifikasi Halal

Infografik Mahmood Abo Annaser. tirto/Lugas

Rencana Melaporkan Balik Tatari

Abo Annaser berkata kepada kami bahwa ia berencana melaporkan balik Mahmoud Tatari kepada kepolisian Jerman. Ia sudah berkonsultasi dengan seorang pengacara di Jerman, baru-baru ini.

Menurutnya, tindakan Tatari yang merekam percakapan pertemuan mereka di Bogor pada Juni 2016 tanpa izin merupakan tindakan kriminal. Dengan bukti itu serta dokumen tagihan yang mencantumkan perannya sebagai “consultant for HC”, ia percaya diri bisa menggugat balik Tatari, warga negara Jerman keturunan Suriah.

“Saya kemarin sudah ke Jerman. Cuma di Jerman tidak bisa pakai ini saja,” ia menunjuk mulutnya. “Orang di sana perlu bukti. Tidak bisa omongan saja. Kalau di sini, Indonesia, cukup pakai mulut saja. Jadi, saya mesti ke sana lagi untuk bawa bukti,” kata Annaser. Dan bukti yang dimaksud itu selembar invoice tersebut.

Tatari memang merekam pertemuannya dengan Annaser dan Lukmanul Hakim di Bogor. Dalam perbincangan berbahasa Arab dan Inggris itu, Annaser membagikan banyak hal tentang mekanisme “uang bantu” di MUI.

“Orang-orang mendukungmu dan mereka memberimu akreditasi, apa salahnya kalau mereka meminta bayaran?” kata Annaser kepada Tatari, dalam rekaman itu.

Annaser berkata rekaman yang dibagikan oleh Tatari itu—sehingga menuduhnya melakukan pemerasan—cuma “sepotong-potong.”

“Not the whole conversation,” ujarnya.

“Dia (Tatari) membaginya ke beberapa bagian sehingga poin percakapan tidak ada,” kata Annaser. “Cuma yang buat dia untung saja. Lagian di mana pun tidak bisa merekam-rekam begitu tanpa izin. My opinion, buat saya, dia itu memang kriminal profesional.”

Sementara Tatari, saat kami meminta tanggapannya, berkata punya rekaman lebih panjang dan utuh yang sudah diserahkan kepada kepolisian Indonesia.

“Semua rekaman—dan MAN (Mahmood Abo Annaser) tidak tahu—ada di polisi. Dan pengacara saya punya salinannya. Semuanya, setiap ucapan. Beberapa jam rekaman suara. Saya berharap rekaman itu bisa diterjemahkan saat sudah di persidangan,” katanya.

Baca juga artikel terkait LABEL HALAL atau tulisan lainnya dari Aulia Adam & Restu Diantina Putri

tirto.id - Hukum
Reporter: Aulia Adam & Restu Diantina Putri
Penulis: Aulia Adam & Restu Diantina Putri
Editor: Fahri Salam