Menuju konten utama

Tudingan & Bantahan Soal Motif Politis dari Naiknya Dana Bansos

Dana PKH pada 2019 naik menjadi Rp34,4 triliun atau lebih dari 100 persen dibandingkan anggaran 2018. Mungkinkah disalahgunakan untuk kepentingan politik?

Tudingan & Bantahan Soal Motif Politis dari Naiknya Dana Bansos
Warga mencairkan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di mobil kas keliling BNI di Kediri, Jawa Timur, Rabu (18/7/2018). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani.

tirto.id - Rencana pemerintah menambah dana bantuan sossial (bansos), khususnya Program Keluarga Harapan (PKH) dalam Rancangan APBN 2019 mendapat sorotanKetua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria. Ia menilai kenaikan anggaran PKH yang cukup signifikan itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye petahana.

Anggapan itu muncul karena bertepatan dengan tahun politik dan angkanya cukup fantastis bila dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam Rancangan APBN 2019, pemerintah menganggarkan dana Rp34,4 triliun untuk PKH. Anggaran ini naik lebih dari 100 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp17,1 triliun.

Karena itu, Riza Patria mengingatkan agar dana bansos sebesar itu tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral calon petahana. Sebab, kata dia, membangun demokrasi memerlukan kejujuran dan keadilan.

“Jika menjadi pejabat, tidak boleh menggunakan kekuasaan untuk menggunakan uang rakyat sebagai dana kampanye,” kata Riza Patria kepada Tirto, Minggu (19/8/2018).

Apabila ada penyimpangan dana bansos, kata Riza, dan terbukti menggunakan uang rakyat untuk kepentingan kampanye, maka Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus menindak calon tersebut. “Uang bansos tidak boleh untuk kampanye,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini mengatakan, seharusnya para menteri kabinet kerja membantu presiden menjalankan roda pemerintahan secara konstitusional, bukan mempromosikan personal Jokowi sebagai capres. “Itu artinya memanipulasi rakyat dan bentuk kecurangan kampanye,” kata Riza Patria.

Riza menegaskan, jika nanti pihaknya menemukan indikasi dan bukti-bukti penyelewengan dana bansos untuk kepentingan kampanye, maka ia akan melaporkan kepada instansi terkait untuk mengusutnya.

Sementara Deputi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menilai sangat mungkin petahana menggunakan dana bansos untuk kepentingan kampanye. “Bisa jadi [untuk pencitraan], kemungkinan itu ada. Karena program itu sudah menjadi program populis yang bisa mendatangkan perolehan suara yang cukup besar karena langsung menyasar ke desa-desa,” kata Misbah.

Karena itu, kata Misbah, menjelang pemilu atau momen politik anggaran dana bansos cenderung naik drastis di tingkat pusat maupun daerah. Misbah menyatakan, hal itu merupakan tren umum dalam tahun politik.

“Itu kami sebut dengan ‘dana pencitraan’. Tapi anggaran [bansos] itu akan kembali turun setelah si calon terpilih,” kata Misbah.

Misbah mengatakan, penurunan anggaran bansos itu terjadi karena sektor tersebut meraup dana lebih banyak dari sektor lain. Nantinya, kata Misbah, kementerian dan instansi di tingkat pusat maupun daerah menuntut hak berupa anggaran untuk menjalankan program, sehingga anggaran bansos akan berkurang.

Bukan untuk Kepentingan Politik

Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham membantah anggapan bila anggaran untuk PKH ditujukan untuk meningkatkan elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019. “Bukan itu, jadi PKH untuk menekan angka kemiskinan. Ini tuntutan untuk menekan kemiskinan dan salah satu yang disiasati agar lebih efektif dengan menambah anggaran,” kata Idrus seperti dikutip Antara.

Idrus mengatakan, dalam Rancangan APBN 2019, pemerintah menaikkan anggaran untuk program perlindungan sosial menjadi Rp381 triliun dari Rp287,7 triliun pada 2018. Kenaikan tersebut membuat alokasi anggaran bantuan sosial melalui PKH tahun depan juga meningkat hampir dua kali lipat menjadi Rp34,4 triliun.

“Kenapa dinaikkan? Salah satu pertimbangannya adalah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Otomatis menekan angka kemiskinan, PKH adalah salah satu instrumen yang paling efektif dan ada keleluasaan untuk menggunakan dan menginspirasi untuk memandirikan rakyat,” kata Idrus menegaskan.

Dengan alokasi anggaran Rp34,4 triliun, kata Idrus, maka setiap keluarga penerima manfaat PKH tahun depan akan memperoleh bantuan Rp3,1 juta dalam setahun dari sebelumnya Rp1,7 juta per tahun. “Jumlah penerima tetap 10 juta, tetapi indeks penerimaan dari penerima manfaat itu kami naikkan,” kata politikus Partai Golkar ini.

Hal senada diungkapkan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Dalam konteks ini, kata Hasto, Jokowi mampu mengubah eksploitasi kemiskinan.

“Seolah-olah tugas pemimpin itu menyenangkan rakyat melalui bantuan dana. Tapi kalau Pak Jokowi, bantuan itu masuk ke ruang personal rakyat dengan menggunakan instruksi perbankan. Sehingga penuh dengan nilai kemanusiaan, rakyat tak perlu antre [untuk mendapatkan dana bansos]” kata dia.

Hasto menuturkan, bantuan sosial itu merupakan tugas dan tanggung jawab sosial dari negara untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hasto menegaskan, Jokowi menggunakan dana bansos sebagai instrumen keadilan sosial dalam melaksanakan perintah konstitusi.

“Yang dilakukan Pak Jokowi dalam konteks menjalankan konstitusi, bukan urusan elektoral,” kata Hasto menegaskan.

Selain itu, kata Hasto, Jokowi merombak struktur APBN agar hasilnya lebih efektif bagi rakyat dan sesuai dengan target pemerintah, misalnya program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) serta voucher pangan.

“Itu semua dilakukan lebih efektif, tidak didesain dengan kebutuhan elektoral,” kata Hasto.

Menurut Hasto, apabila pemerintah ingin menciptakan rakyat yang berdikari dan berdaulat di bidang ekonomi, maka harus meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memproduksi. Namun, lanjut dia, pemerintah juga menyadari adanya kemiskinan struktural yang harus diselesaikan secara struktural pula.

“Maka diluncurkanlah program-program sosial bagi rakyat. Itu perintah konstitusi dan melalui pembahasan bersama,” kata dia.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos, Harry Hikmat menuturkan sistem bansos yang sudah diberikan kepada masyarakat tidak ada unsur politis. “Hanya orang-orang tertentu yang mendiskreditkan program pemerintah. Sistem bansos yang sudah ditransfer ke masyarakat itu non-tunai, melalui rekening dan perbankan, apa yang mau dipolitisasi?” kata dia.

Harry menegaskan program bansos itu tidak berkaitan dengan kampanye pilpres maupun calon petahana. Menurut dia, apa yang dilakukan pemerintah merupakan bagian dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk menurunkan angka kemiskinan sebesar 9,3 persen akhir 2019.

Menurut dia, BPS telah merilis data bahwa PKH yang terintegrasi dengan penyaluran beras sejahtera (Rastra), hasilnya paling efektif. “Siapapun pemerintah [nya], jika program tersebut dinilai paling efektif, maka akan didorong untuk lebih efektif. Dan penghitungan data tersebut menyebabkan bansos bisa dinaikkan 100 persen,” kata Harry.

Kenaikan tersebut, kata Harry, sudah melalui proyeksi dan analisis regresi sehingga tidak ada kaitan dengan mobilisasi politik.

Baca juga artikel terkait DANA BANSOS atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz