Menuju konten utama

Tubuh Anak Krakatau Berubah Cepat, Air Sekitarnya Berwarna Oranye

Morfologi Gunung Anak Krakatau terpantau berubah cepat. Pada 11 Januari 2019, perairan di sekitar Gunung Anak Krakatau juga terpantau berwarna oranye kecoklatan. 

Tubuh Anak Krakatau Berubah Cepat, Air Sekitarnya Berwarna Oranye
Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018 pukul 17.22 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 1.500 meter di atas puncak (sekitar 1.838 meter di atas permukaan laut). ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat/pras.

tirto.id - Gunung Anak Krakatau hingga kini masih terus beraktivitas dan mengalami banyak perubahan dari segi morfologi.

Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan perubahan morfologi Gunung Anak Krakatau terjadi cepat. Dia menyatakan hal ini melalui twit di akun twitter resminya pada Minggu pagi (13/1/2019).

“Pascalongsor bawah laut (22/12/2018) menyebabkan kawah [Gunung Anak Krakatau] berada di bawah permukaan laut. Namun pada 9/1/2019 bagian barat-barat daya yang sebelumnya di bawah permukaan laut, saat ini sudah di atas permukaan laut,” tulis Sutopo dalam twitnya.

Fenomena baru juga muncul di perairan sekitar Gunung Anak Krakatau. Sebuah video merekam kondisi perairan di sekitar Gunung Anak Krakatau berwarna oranye kecoklatan pada 11 Januari 2019.

“Warna oranye kecoklatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut. Tubuh Gunung Anak Krakatau telah banyak berubah,” tulis dia dalam twitnya yang lain.

Sementara itu, berdasar rilis Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), rekaman seismograf tanggal 12 Januari 2019 mencatat ada 9 kali gempa Tektonik Lokal dan 2 kali gempa Tektonik Jauh di sekitar Gunung Anak Krakatau.

"Dari kemarin hingga pagi ini, visual gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut. Asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas tebal tinggi sekitar 100 meter dari puncak," demikian rilis PMVBG pada Minggu pagi (13/1/2019).

Sampai saat ini, status Gunung Anak Krakatau masih Siaga atau Level III. Kawasan bahaya yang tidak boleh dipakai untuk aktivitas masyarakat atau wisatawan adalah radius 5 km dari kawah.

Gempa M5,0 Terjadi di Selat Sunda pada Sabtu Malam

Sementara itu, pada 12 Januari 2019 kemarin, PVMBG juga mencatat terjadi gempa dengan kekuatan magnitudo 5,0 berpusat di perairan barat daya Selat Sunda. Gempa yang terjadi pada pukul 19.04 WIB, Sabtu malam, itu dipastikan tidak menimbulkan tsunami.

Berdasarkan informasi dari BMKG, pusat gempa terletak pada kedalaman 10 km, berjarak 176 km di sebelah barat daya Tanggamus, Lampung.

Kepala PVMBG Kasbani menyatakan meskipun gempa terjadi di Selat Sunda, petugas pos pengamatan Gunung Anak Krakatau di Pasauran, Serang, Banten, tidak merasakan getarannya. Guncangan gempa dirasakan di Liwa, Provinsi Lampung dengan skala II-III MMI (Modified Mercalli Intensity).

PVMBG menyimpulkan gempa itu diakibatkan oleh aktivitas penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Baca juga artikel terkait GUNUNG ANAK KRAKATAU atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom & Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Addi M Idhom & Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom