Menuju konten utama

Tsunami Selat Sunda: Hancurnya Pesisir Pandeglang

Rofiah, pedagang di Pantai Galau, Pandeglang bercerita bagaimana ombak menghancurkan warungnya.

Tsunami Selat Sunda: Hancurnya Pesisir Pandeglang
Relawan bersama polisi mencari korban tsunami di reruntuhan sebuah hotel di kawasan Carita, Banten, Senin (24/12/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Malam itu, Rofiah (48) berdagang minuman seperti biasa. Ia tata kursi-kursi untuk pembeli, disiapkannya gelas-gelas, dijerangnya air.

Satu per satu pembeli kemudian datang ke warungnya yang berukuran dua kali dua meter. Ada yang memesan teh, ada yang memesan kopi. Rofiah melayani pembelinya tanpa berpikir akan ada sesuatu yang bakal terjadi. Tiga gelas kopi diseduhnya, diaduknya pelan, dan diantarkannya ke hadapan pembeli.

Warung Rofiah berada di bibir Pantai Galau, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Di situ, selain warung Rofiah, berdiri 14 warung lainnya, yang juga menjual minuman dan makanan.

Malam itu, pada mulanya ombak tenang. Para pembeli menyeruput minuman mereka sambil menatap ombak yang bergulir ke tepi. Namun menjelang larut malam, kurang lebih sekitar pukul 21.00 WIB, tiba-tiba ombak besar menerjang, menghantam sisi kiri belakang warung Rofiah.

"Tadinya ombak biasa saja. Tenang," kata Rofiah, saat saya temui di posko pengungsian yang jaraknya hanya 500 meter dari warungnya, Senin (24/12/2018) siang.

Rofiah adalah salah satu korban selamat bencana tsunami Selat Sunda yang terjadi pada Sabtu malam (22/12/2018). Saat ombak besar menghantam warungnya, Rofiah kaget dan berteriak. Warungnya bergoyang hebat akibat hantaman ombak. Ia terjatuh dan kakinya menghantam batu. Ia memperlihatkan sedikit luka-luka di kakinya kepada saya siang itu.

Ketika ombak menghempaskan warungnya, pikiran Rofiah langsung menuju putri bungsunya, Nia (6) yang berada di dalam warung dan sedang menonton televisi. Tanpa pikir panjang, ia langsung membawa lari anaknya ke jalan raya. Sembari berlari, ia menoleh ke belakang, melihat ombak kedua dan ketiga melahap habis warungnya. Disaksikannya semua warung luluh lantak hanya dalam dua-tiga kali sapuan ombak besar.

Rofiah cepat-cepat menemui suaminya, Wahe (50) dan kedua anak lainnya, Aji (11) dan Febrianto (19). Mereka langsung bergegas menjauh dari Pantai Galau.

Tak cuma warung, beberapa vila dan penginapan di seberang jalan Pantai Galau juga habis disapu ombak tsunami malam itu, termasuk vila milik warga Jakarta yang dijaga oleh suami Rofiah.

Tsunami malam itu menebalkan trauma yang Rofiah rasakan. Beberapa bulan lalu, anak sulungnya yang bernama Iwan Sugianto juga menjadi korban gempa Probolinggo dan Madura. Iwan tewas dalam bencana itu.

"Ya, bagaimana lagi, belum juga hilang ingatan, sudah muncul lagi," kata Rofiah yang berdarah Madura, sembari mengusap matanya yang berkaca-kaca. Ia menahan air matanya agar tak keluar. Agaknya ia tak ingin terlihat menangis di depan saya, di hadapan siapa pun.

Kurang lebih sepuluh kilometer dari warung Rofiah, tsunami juga menghantam Mutiara Cottage Resort, salah satu objek wisata keluarga paling mewah di Pantai Carita, Pandeglang, Banten.

Mutiara Cottage adalah salah satu tempat wisata yang memiliki kerusakan terparah ketika dihantam tsunami. Hal itu diakui oleh karyawannya sendiri, Budiono (43).

"Itu jam delapan malam saya lagi di rumah, jarak dua kilo dari Mutiara. Ketika ada kabar gelombang tsunami, jam sepuluh saya langsung ke sana. Karena saya pikir banyak tamu ada di sana," kata Budiono, saat saya temui Senin sore.

"Semua panik. Semua cenderung menyelamatkan diri sendiri," sambung Budiono.

Mutiara Cottage memang terlihat rusak parah, terutama di sisi yang menghadap pantai. Budiono memperkirakan kerusakan mencapai 70 persen.

Kata Budiono, setidaknya ada kurang lebih 300 orang tamu yang datang malam itu. Dari jumlah tersebut, setidaknya sepuluh orang mengalami luka-luka dan satu orang meninggal.

"Para tamu kami ungsikan ke atas, ke rumah-rumah warga. Pagi hari langsung banyak yang check-out. Pesisir Pantai Carita memang kerusakannya parah, termasuk Mutiara," ujar Budiono.

Dari kerusakan yang terjadi, Budiono menghitung kerugian Mutiara Cottage menyentuh Rp 2,5 miliar.

"Saya enggak yakin tahun baru bisa digunakan lagi. Hingga saat ini belum ada arahan juga dari bos besar," katanya.

Untuk sepanjang jalan Serang dan Pandeglang, jauhnya ombak tsunami ke bibir pantai memang variatif. Artinya berbeda-beda dan tak sama.

"Enggak sampai jauh. Variatif, sekitaran 50-100 meter paling dari bibir pantai. Ada yang enggak sampe jalan, ada yang sampe ke jalan, beda-beda memang. 50-100 meter itu biasanya bukan tempat pemukiman, tapi tempat wisata rata-rata. Yang jadi korban pun rata-rata wisatawan," katanya.

"Warga sini hanya dampak dari kekhawatiran aja. Mereka mengungsi aja. Tapi ada saja yang memang rumahnya terdampak. Beberapa titik, wilayah Sumur itu jelas banyak rumah warga," lanjutnya.

Proses Penanganan

Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Nugroho Budi mengatakan hingga saat ini evakuasi dan penanganan masih terus berlanjut di daerah Labuan, Pandeglang, Banten, termasuk di salah satu posko di mana keluarga Rofiah berada.

"Semua data yang ada di sini meliputi semua daerah, sepanjang Serang dan Pandeglang semua melapor ke sini," kata Nugroho saat saya temui di Posko Labuan, Pandeglang, Banten, Senin pagi (24/12/2018).

Nugroho Budi menjelaskan para korban bencana di setiap daerah sebenarnya akan dievakuasi ke puskesmas dan kelurahan masing-masing. Evakuasi dilakukan oleh tim gabungan BNPB, BPBD Serang, Basarnas, tentara, dan polisi.

"Dari tiap daerah itu dikirim ke puskesmas dan kelurahan masing-masing. Nanti semua dilaporkan ke sini, di sini hanya titik pelaporan, di Posko Labuan," kata Nugroho.

"Leading sector-nya di sini adalah BNPB dan TNI, yang ditunjuk adalah dandim. Nanti bisa ditanyakan ke dandim jumlah total korban daerah. Semua daerah Serang dan Pandeglang. Puskesmas dan kelurahan setempat kirim informasi ke Posko Utama," terang Nugroho.

Anggota Pengurus Forum Tagana (Taruna Siaga Bencana) Provinsi Banten, Abu Salim mengaku pihaknya telah mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait kesiapan menghadapi bencana melalui program Kampung Siaga Bencana (KSB).

"Itu tugas kita. Kita ada yang namanya KSB, Kampung Siaga Bencana. Kita membentuk dan sosialisasikan KSB, untuk melaksanakan atau mengajak masyarakat agar lebih respons terhadap bencana dan siap menghadapi bencana. Sehingga dampak menghadapi bencana terminimalisasi," kata I'im—sapaan akrab Abu Salim—saat saya temui di posko yang sama.

Namun, ketika ditanya apakah masyarakat Pandeglang dan Serang—yang menjadi tempat wisata dan dekat dengan kaki Gunung Krakatau—memiliki cara khusus dalam upaya mitigasi, Salim tak menjawab dengan konkret.

"Kita hanya tetap bagaimana caranya masyarakat lari dari bencana. Seperti biasa, bagaimana kita bisa mempersiapkan kamp-kamp pengungsi di atas ketika ada bencana, ada yang 2-3 km radius dari bibir pantai. Sepanjang masyarakat berlari pun sudah aman sebenarnya," katanya.

Budiono, karyawan Mutiara Cottage tadi, mengaku pernah diberikan sosialisasi oleh BNPB, kendati jarang sekali dan tak terlalu detail.

"Simulasi setahun sekali mah ada. Tapi kami, Mutiara, justru memang memiliki pegawai yang sudah tanggap bencana terlebih dahulu. Total karyawan kami 100 orang sudah dilatih responsif bencana," katanya.

Kendati rentan terkena bencana, Salim masih menilai kawasan Serang dan Pendeglang masih aman untuk dijadikan tempat wisata. "Kalau menurut saya masih aman. Menyangkut kepada dampak dari Krakatau. Krakatau mah aktif aktif saja, tapi tidak memberikan dampak signifikan," katanya.

Baca juga artikel terkait TSUNAMI SELAT SUNDA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abul Muamar