Menuju konten utama

Tren Penggunaan EBT Bisa Ancam Pembangkit Listrik dari Fosil

Pada masa depan, energi baru terbarukan (EBT) bisa lebih murah dari energi berbasis fosil. Hal ini berimbas pada pembangkit listrik yang saat ini mengutamakan energi fosil.

Tren Penggunaan EBT Bisa Ancam Pembangkit Listrik dari Fosil
Foto udara instalasi Pembangkit Lisrtik Tenaga Surya, yang di pasang sebagai sumber energi baru terbarukan (EBT), di Rumah Sakit Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (26/10/2018). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.

tirto.id - Project Officer International Energy Transitions, Mentari Pujantoro mengatakan tren pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis fosil di Indonesia perlu segera menyesuaikan diri dengan kehadiran Energi Baru Terbarukan (EBT).

Menurut dia, terdapat potensi ancaman pada masa depan, pembangkit listrik berbasis fosil tak lagi menjadi tren dunia, sehingga pembangunan yang terlanjur dilakukan belum tentu akan digunakan.

“Kita harus liat jangan sampai ada risiko [ancaman] seperti itu. Jangan sampai bangun PLTU batu bara banyak-banyak terus time out saat tren dunia tidak pakai batu bara lagi,” ucap Mentari dalam acara bertajuk 'Study Launching: A Roadmap For Indonesia’s Power Sector' di Hotel Ashley, Jakarta, Kamis (21/2/2019).

Mentari mencontohkan perkembangan sektor energi di Jerman yang polanya sempat menaruh harapan besar pada PLTU batu bara.

Namun, belakangan saat terjadi penetrasi EBT dalam skala besar, ia menuturkan pemerintah Jerman tidak siap dengan kondisi itu.

Akibatnya pembangkit PLTU yang sudah dibangun dalam jumlah besar menjadi tidak terpakai. Bahkan, pemerintah Jerman, lanjut dia, mengupayakan agar PLTU itu berangsur digantikan oleh EBT.

Hal ini, kata dia, sempat menjadikan pertumbuhan sektor energi di Jerman meningkat 2 persen. Berbeda halnya dengan Indonesia yang pertumbuhan sektor energi 5 persen, karena pengaruh banyaknya proyek-proyek pembangkit listrik yang akan dibangun.

“Penetrasi EBT di Jerman tinggi makanya pembangkit fosilnya dituker ke renewable. Pemerintah Jerman menargetkan sudah tak lagi pakai batu bara di 2028,” ucap Mentari.

Kekhawatiran Mentari ini juga merupakan respon atas studi Institute for Essential Servces Reform (IESR) dan Monash University Australis yang menyebutkan penetrasi EBT dapat masih meningkat dari 30 persen ke 43 persen pada 2027.

Ia melanjutkan, hal ini terjadi seiring dengan semakin murahnya biaya operasional dan investasi teknologi.

Menurut Mentari, saat pengurangan energi dari fosil dapat diminimalkan, bisnis pembangkit listrik batu bara dapat terkena dampak dari perubahan tren bisnis ini.

“Kalau di dalam bisnis, yang langsung diambil pasti yang murah kan. Pembangkit listrik batu bara perlu mengikuti tren ini,” ucap Mentari.

Baca juga artikel terkait ENERGI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali