Menuju konten utama

Tren Negatif Liverpool, Bukan Semata Karena Penampilan Buruk Salah

Mohamed Salah gagal mencetak gol dalam tiga laga terakhir Liverpool di Premier League. Selama berseragam Liverpool, itu adalah catatan terburuk Salah.

Tren Negatif Liverpool, Bukan Semata Karena Penampilan Buruk Salah
Pemain Liverpool Mohamed Salah, berusaha mengendalikan bola selama pertandingan sepak bola Liga Primer Inggris antara Liverpool vs Arsenal di Stadion Anfield, Inggris, Sabtu, 29 Desember 2018. AP Photo/Rui Vieira

tirto.id - Liverpool hanya bermain imbang 0-0 saat bertanding melawan Everton di Goodison Park, markas Everton, pada Minggu (3/3/2019). Hanya mampu menambah satu angka, The Reds gagal menggeser Manchester City dari puncak klasemen Premier League. Mereka lantas berada dalam tekanan dan Mohamed Salah, penyerang Liverpool, mendapatkan sorotan.

Henry Winter, jurnalis The Times, menulis: “Pada menit ke-28 Salah berlari menyambut umpan Fabinho. Salah melakukan tiga kali sentuhan dengan kaki kanannya, memancing Pickford ke tiang dekat untuk kemudian melakukan tendangan ke tiang jauh dengan kaki kirinya. Pickford mampu membacanya, mengulurkan tangannya dan berhasil menepis bola.”

Peluang itu bukan satu-satunya peluang emas yang diperoleh Salah di sepanjang pertandingan melawan Everton. Selain peluang emas tersebut, ia juga mendapatkan kesempatan yang berhasil digagalkan last-man tackle Michael Keane, bek tengah Everton.

Jika ditarik lebih jauh lagi, maka di Premier League sejauh ini Salah ternyata sudah melewatkan 13 peluang emas, hanya kalah buruk dari Pierre-Emerick Auabmeyang, penyerang Arsenal, yang sudah melewatkan 19 peluang emas.

Apa yang dilakukan Salah tersebut jelas mengecewakan. Terlebih, Liverpool berada dalam situasi genting untuk memperebutkan gelar liga. Setelah Liverpool ditahan imbang 0-0 Manchester United pada 24 Februari 2019 lalu, Jonathan Wilson, analis sepakbola Inggris, bahkan menyebut “Salah seperti Billy [tokoh utama dalam komik Billy’s Boots] yang kehilangan sepatu ajaibnya”.

Namun, menilai menurunnya penampilan Liverpool hanya dari penampilan buruk Salah ternyata tak sepenuh tepat. Seburuk-buruknya penampilan Salah dalam tiga pertandingan terakhir Liverpool, dalam 15 pertandingan terakhirnya di Premier League, Salah ternyata tampil lebih bagus daripada dalam 14 pertandingan awal Liverpool di Premier League musim ini.

Menurut hitung-hitungan The Times, dari 17 gol yang sudah dicetak Salah sejauh ini, 10 di antaranya terjadi dalam 15 laga terakhir Liverpool. Empat dari tujuh assist-nya juga terjadi dalam 15 laga terakhir Liverpool. Soal memanfaatkan peluang emas, statistik juga menyatakan: dalam 15 pertandingan terakhir Salah mampu mencetak 8 gol dari peluang emas yang didapatkannya, sedangkan dalam 14 laga sebelumnya, ia hanya mampu mencetak 4 gol.

Lantas, apa yang salah dari penampilan Liverpool belakangan ini?

Menurut Jonathan Wilson, dalam analisisnya di Guardian, perubahan pendekatan yang dilakukan Jurgen Klopp adalah salah satu penyebab kemunduran Liverpool: akhir-akhir ini, mereka tidak melakukan counter-pressing seintens sebelumnya.

Di satu sisi, perubahan tersebut memang menguntungkan bagi Liverpool. Selain pemain-pemain mereka tidak kelelahan pada akhir musim, tanpa pressing, pertahanan mereka lebih terorganisir dan amat sulit ditembus oleh tim lawan.

Namun, di sisi lain, pendekatan anyar itu adalah malapetaka. Bagaimanapun, counter-pressing adalah playmaker terbaik Liverpool. Cara itulah yang mampu memantik kreativitas yang dimiliki oleh trio penyerang Liverpool, Salah, Mane, dan Roberto Firmino. Dan tanpa pressing, ketiga pemain itu kikuk, terlihat bekerja sendiri-sendiri dalam membongkar rapatnya pertahanan lawan.

Parahnya, kinerja tiga pemain depan Liverpool juga tidak mendapatkan dukungan berarti dari pemain-pemain tengah Liverpool. Setelah Coutinho pergi, Wijnaldum, Jordan Henderson, Naby Keita, dan Fabinho tidak mempunyai visi sebaik gelandang Barcelona tersebut. Nama terakhir memang sesekali mengirimkan umpan mengagetkan dari lini kedua. Akan tetapi, saat tim lawan memainkan garis pertahanan rendah, umpan-umpan Fabinho tak berpengaruh apa-apa.

Soal minimnya kreativitas dari lini tengah Liverpool, Whoscored pun memberi bukti: dari 64 gol yag sudah dicetak Liverpool di Premier League sejauh ini, pemain-pemain tengah Liverpool hanya mampu mencatatkan 3 assist.

Dengan pendekatan seperti itu, Liverpool praktis hanya mengandalkan peran full-back mereka untuk mendukung kinerja pemain depannya. Tak heran, setelah Liverpool kalah dari Manchester City 2-1 pada 2 Januari 2019 lalu, James Milner, Trent Alexandre-Arnold, dan Andrew Robertson menjadi pendulang assist terbanyak bagi Liverpool.

Bahkan saat Liverpool berhasil mengalahkan Watford 5-0 pada 27 Februari 2019 lalu, semua gol Liverpool terjadi karena umpan silang yang dilakukan oleh Robertson dan Arnlod. Sementara Arnlod mencatatkan 3 assist, Robertson berhasil membukukan 2 assist dalam pertandingan tersebut.

Selebihnya, Liverpool hanya mampu mencetak gol, yang menurut Jose Mourinho, melalui cara untung-untungan.

“Dalam pertandingan terakhir saya sebagai pelatih Manchester United, dua gol kemenangan Liverpool terjadi karena defleksi. Mereka mendapatkan momen yang aku pikir bukanlah benar-benar sebuah momen,” ujar Mourinho setelah laga Liverpool melawan Everton.

Singkat kata, tanpa pressing, Liverpool sebenarnya belum mempunyai cara yang tepat untuk membangun serangan.

Melihat kinerja pemain-pemain depan Liverpool belakangan ini, komentar Mourinho tersebut tentu tepat sasaran. Salah, Mane, dan Firmino bukanlah sejenis penyerang yang mempunyai penyelesaian akhir kelas wahid.

Untuk mencetak gol, mereka setidaknya membutuhkan beberapa peluang emas. Dan peluang emas tersebut tentu sulit diciptakan apabila Liverpool hanya mengandalkan umpan silang dari para full-back mereka juga melalui sebuah serangan yang tak tentu ujung pangkalnya.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Abdul Aziz