Menuju konten utama

Tren Menyangkal Fakta Perubahan Iklim Naik

Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan adanya tren sosial baru: orang-orang tidak percaya pada isu perubahan alam lebih populer.

Tren Menyangkal Fakta Perubahan Iklim Naik
Ilustrasi. Polusi industri. Foto/iStock

tirto.id - Selain dikenal sebagai aktor kawakan yang sudah mengantongi Oscar, Leonardo DiCaprio kini juga dikenal sebagai aktivis perubahan iklim paling vokal. Di kesempatan pertamanya memberi pidato pasca-memegang piala Aktor Utama Terbaik Oscar 2016, Leo bahkan mengingatkan orang tentang isu tersebut.

“Perubahan iklim itu nyata! Ia terjadi saat ini juga! Ini ancaman paling nyata bagi semua spesies! Dan kita akan bekerja sama untuk berhenti berleha-leha. Kita perlu mendukung para pemimpin di seluruh dunia yang tak bersuara tentang polusi besar, juga mereka yang bersuara untuk kemanusiaan, untuk masyarakat adat dunia, untuk miliaran dan miliaran orang yang kurang mampu di luar sana yang akan paling terkena pengaruh masalah ini. Untuk anak-anaknya anak-anak kita, dan untuk orang-orang di luar sana yang suaranya telah tenggelam oleh politik keserakahan!” seru Leo dalam potongan pidatonya.

Ia juga membagikan pengalamannya selama tiga tahun mengumpulkan bukti-bukti perubahan iklim yang tengah menggerogoti Bumi. Pengalaman itu ia bagikan dalam bentuk film dokumenter berjudul Before the Flood, yang sempat tersedia ditonton gratis di kanal Youtube National Geographic. Leo berkunjung ke India hingga Indonesia, melihat es yang menyusut di Greenland hingga terumbu karang yang mati di dasar laut. Ia menyaksikan hutan yang dibakar di Sumatera dan pulau yang hancur diterjang badai di Pasifik. Kemudian bertemu berbagai macam orang, mulai dari aktivis dan profesor di bidang lingkungan, pebisnis seperti Elon Musk, politikus, hingga Presiden Obama.

Seperti dalam pidatonya di malam Oscar, dalam Before the Flood Leo juga berusaha meyakinkan para pemimpin negara untuk mulai memalingkan pandangan ke arah isu perubahan iklim. Tapi di sisi lain, sejumlah kepala negara justru terang-terangan menyatakan sikap tak yakin kalau isu tersebut nyata.

Salah satu yang paling terkenal adalah Donald Trump, presiden teranyar Amerika Serikat. Lainnya adalah Presiden Nikaragua Daniel Ortega, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Mantan Presiden Republik Ceko Vaclav Claus, dan mantan Perdana Menteri Australia Tony Abbot. Para pemimpin ini bukan cuma tak yakin kalau perubahan iklim itu nyata, tapi juga sempat mengambil kebijakan-kebijakan yang berlawanan dengan isu perubahan iklim. Abbot misalnya, menghapus pajak karbon di Australia.

Lalu, jika disuruh pilih berkawan dengan siapa? Leonardo DiCaprio sang aktivis lingkungan atau para pemimpin negara yang tak percaya pada perubahan iklim, Anda pilih mana?

Sebuah studi baru-baru ini menjawab pertanyaan di atas. Hasilnya, orang-orang yang tak percaya perubahan iklim ternyata lebih populer.

Infografik Bumi Meleleh

Dalam studi yang diadakan Universitas Exeter, para responden disuruh menilai sejumlah orang yang mengonfrontasi beberapa pandangan, misalnya isu lingkungan, rasialisme, dan lainnya. Para partisipan cenderung menerima dan senang dengan orang-orang yang anti-rasialisme dan mendukung kesetaraan, tapi cenderung tidak suka dengan orang-orang yang mengarah membela lingkungan karena percaya perubahan iklim sedang terjadi. Hal ini terjadi karena kebanyakan orang ternyata menganggap isu perubahan iklim terlalu politis. Faktor lainnya adalah keterbatasan pengetahuan seseorang terhadap fakta-fakta perubahan iklim.

Adam Corner, Direktur Penelitian di Climate Outreach menganggap penting untuk tidak abai pada tren menyangkal fakta perubahan iklim yang naik ini. Dalam artikelnya di The Guardian, kesenjangan antara mereka yang percaya dan tidak percaya sudah terlalu lebar, membuat perseteruan tersebut terlihat seperti hitam-putih atau benar-salah. Menurutnya, hal ini terjadi karena media dan pemerintahan memopulerkan serta memberi ruang pada suara-suara yang menyangkal isu tersebut.

Padahal meski menolak kenyataan perubahan iklim, orang-orang sadar kalau ada banyak perubahan alam yang disebabkan kegiatan manusia, dan ujungnya juga berdampak pada hidup manusia. Misalnya fakta bahwa es di Artik terus mencair tiap tahunnya, membuat beruang kutub terancam kehilangan habitatnya. Atau temuan terbaru yang menggambarkan bagaimana air dari Samudera Atlantik sudah naik ke Samudera Artik. Polutan bekas sampah industri manusia bahkan sudah sampai ke palung terdalam dunia, di Filipina, dan tentu saja berdampak pada biota laut dalam.

Fakta-fakta ini yang menurut Corner tak bisa dikompromikan. Menurutnya, harus ada batas negosiasi yang jelas tentang meroketnya tren menyangkal isu perubahan iklim. Dan menjadi tugas para pengiat isu perubahan iklim untuk seimbang melakukan cara-cara persuasif untuk menangkal kabar palsu—alias hoax—di era post-truth ini. Era ketika fakta obyektif atau kebenaran tak lagi relevan bagi pembaca, pendengar, atau pemirsa berita ketimbang emosi dan keyakinan pribadi sendiri. Artinya, seseorang menolak atau menerima kebenaran berita berdasarkan selera.

“Dan jika ada yang diajarkan ayunan tak jelas dari diskursus post-truth, adalah jadi benar itu berbeda dengan bersikap persuasive,” tulis Corner.

Baca juga artikel terkait PERUBAHAN IKLIM atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Humaniora
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Aulia Adam