Menuju konten utama

Transformasi Yamaha, dari Musik ke Sepeda Motor

Yamaha dikenal sebagai produsen alat musik dan sepeda motor tingkat dunia. Siapa sangka semuanya berawal dari ketidaksengajaan.

Transformasi Yamaha, dari Musik ke Sepeda Motor
Pabrik organ Yamaha. FOTO/yamaha.com

tirto.id - Pada 2008 seorang remaja perempuan dengan pakaian berwarna pelangi tampak khusyuk menghadap alat musik unik dengan abjad STAGEA tersemat. Sejurus kemudian, jemarinya lincah menari di atas tuts hitam putih. Ia hanyut dalam komposisi musik.

Remaja itu adalah Isyana Sarasvati, jauh sebelum dia dikenal sebagai solis perempuan yang diperhitungkan di jagat musik Indonesia. Saat itu, dia menjadi satu dari 12 finalis yang tampil di kompetisi musik bergengsi, International Junior Original Concert (JOC). Dia menyisihkan sekitar 3.500 peserta lain. Di grand final itu, Isyana memainkan komposisi ciptaannya sendiri, "Wings of Your Shadow".

Alat yang ia mainkan bukanlah piano, namun electone. Ini adalah sebutan organ elektronik produksi Yamaha yang mampu memproduksi musik full band layaknya orkestra, sebuah inovasi yang mungkin tidak ditemui pada alat serupa yang diproduksi oleh pabrikan alat musik lainnya.

Isyana hanya merupakan satu di antara puluhan juta musisi yang menggunakan alat-alat musik produksi Yamaha. Di dunia musik, nama Yamaha memang mentereng. Produknya merentang dari grand piano, gitar, hingga timpani. Ia digunakan oleh Chick Corea, Daryl Hall, Vanessa Carlton, sampai Norm Freeman.

Meski demikian, Yamaha juga tak hanya dikenal di jagat musik. Di Indonesia, jenema Yamaha lebih banyak dijumpai di jalanan, melekat pada bodi sepeda motor. Di tingkat internasional, sepeda motor Yamaha adalah satu dari beberapa motor pabrikan Jepang yang dapat berkompetisi di ajang bergengsi balap motor: MotoGP.

Namun siapa sangka jika perusahaan raksasa Jepang itu didirikan oleh orang yang memiliki nol pengetahuan akan alat musik dan motor?

Berawal dari Ketidaksengajaan

Namanya adalah Torakusu Yamaha. Ia adalah pendiri Nippon Gakki Co., Ltd, perusahaan yang kemudian menjadi cikal bakal Yamaha. Seperti dituliskan dalam situs resmi biro konvensi dan pengunjung Hamamatsu, Torakusu dilahirkan pada tahun 1851. Ia merupakan anak ketiga dari sebuah keluarga di dalam klan Kishu Tokugawa.

Ayahnya merupakan seorang astronom. Tidak heran, ia kemudian tumbuh dikelilingi oleh buku serta alat-alat pengamatan astronomi. Dari sinilah kemudian, mesin dan teknologi menarik minat Torakusu kecil.

Ketika era Restorasi Meiji dimulai, pada tahun 1871 ia pergi ke Nagasaki dan mulai belajar mengenai pembuatan jam tangan. Bakatnya di bidang mekanika membuatnya cepat menjadi ahli dalam bidang ini. Ia kemudian juga tertarik untuk belajar mengenai peralatan medis.

Untuk mengejar keinginannya mempelajari seluk-beluk peralatan medis, Torakusu kemudian pergi ke Osaka. Di sana, ia tinggal di belakang sebuah toko peralatan medis. Pada tahun 1884, ia berpindah ke Hamamatsu, bekerja sebagai teknisi yang memperbaiki alat-alat medis. Untuk menambal pengeluarannya, ia harus bekerja sambilan sebagai teknisi jam tangan sekaligus penarik becak untuk seorang direktur sebuah rumah sakit.

Suatu hari, kepala sekolah dari SD Jinjo mengeluh kepada Torakusu bahwa organ yang dimiliki sekolah tersebut tidak berbunyi. Pada saat itu, harga sebuah organ sangatlah mahal. Satu unit organ dapat digunakan untuk membeli setidaknya 900 kilogram beras. Untuk melihat instrumen itu, murid-murid sekolah dasar Jinjo bahkan harus meminta ijin terlebih dahulu.

Tidak butuh waktu lama bagi Torakusu untuk menemukan apa yang salah dari instrumen itu. Ia pun dalam sekejap membuat cetak biru dari alat musik itu. Ketika didesak oleh sang kepala sekolah untuk memperbaiki organ itu, muncul ide dari Torakusu untuk membuat sendiri alat musik itu.

“Saya percaya saya mampu membuat reed organ seperti ini hanya dengan uang 3 yen,” katanya.

Torakusu yang masih merupakan keturunan samurai itu punya semangat bushido, merasa ia harus berguna untuk bangsa Jepang. Ia merasa jika tidak mulai memproduksi sendiri, Jepang akan terus mengimpor alat musik mahal tersebut.

Setelah proses yang tidak mudah selama dua bulan, ia berhasil membuat organ eksperimen yang pertama. Meski demikian, setelah diuji coba, Shuji Izawa, kepala Ongaku Torishirabejo (Institut Musik, saat ini menjadi departemen musik dari Tokyo University of Arts) mengatakan bahwa percobaan mereka gagal.

“Ini tidak layak untuk dimainkan karena penyetelannya tidak akurat,” jelas Shuji. Ia menganjurkan Torakusu untuk kemudian belajar musik.

Setelah sebulan belajar musik, ia kemudian mencoba peruntungannya yang kedua. Organ percobaan yang kedua pun jadi setelah proses yang tidak mudah. Namun, Izawa mengatakan bahwa organ tersebut sudah cukup baik untuk menggantikan organ impor.

Dari sinilah legenda Yamaha dimulai.

Infografik Yamaha dari Musik ke mesin

Menjadi Dua

Torakusu pada tahun 1888 memulai bisnisnya dengan nama Yamaha Fukin Seizojo (Yamaha Organ Factory). Seperti dituliskan pada buku Japan in the Age of Globalization (2012), Torakusu mendirikan Nippon Gakki Co., Ltd pada 1897. Perusahaan inilah yang kelak menjadi cikal bakal dua raksasa Yamaha.

Nippon Gakki kemudian mulai memperlebar sayap ke produksi piano pada 1900. Pada tahun 1904, produksi piano dan organ Torakusu mendapatkan penghargaan pada ajang Louisiana Purchase Exposition di Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Produksi alat musik Nippon Gakki pun kemudian berkembang, melingkupi harmonika serta fonograf.

Pada tahun 1903, Yamaha mulai memproduksi pula perabotan kayu mahal. Hal ini membuat Yamaha terkenal dengan keahlian tukang kayunya. Militer Jepang kemudian tertarik dan ini akhirnya menyeret Yamaha untuk membuat baling-baling pesawat tempur.

Pada tahun 1945, Nippon Gakki turut mengalami dampak buruk perang dunia. Ketika Jepang menyerah pada 15 Agustus, operasional pabrik Nippon Gakki dihentikan. Pada tahun 1950, Genichi Kawakami mengambil alih nahkoda Nippon Gakki dari Kaichi Kawakami, ayahnya yang jadi direktur perusahaan sejak 1927. Di bawah kepemimpinan Genichi, Yamaha mengalami pertumbuhan luar biasa.

Saat melawat ke Eropa dan AS pada 1953, Genichi melihat banyak orang menikmati seni dan musik di waktu senggang. Ia yakin tren serupa juga akan terjadi di Jepang. Demi mendukung keyakinannya itu, ia kemudian mendirikan Yamaha Music School pada 1954. Empat tahun berselang, perusahaan ini menciptakan electone yang kelak jadi produk legendaris dan terus diproduksi hingga sekarang. Genichi juga menginisasi Yamaha Music Foundation pada tahun 1966. Yayasan ini mengorganisir kompetisi musik di Jepang dan luar negeri.

Dampaknya luar biasa. Seperti dikutip dari The New York Times, jika pada tahun 1954 hanya 1 persen keluarga Jepang yang memiliki piano, maka pada 1994-an hampir 20 persen keluarga memiliki piano.

Pada tahun 1954 pulalah keputusan krusial dibuat oleh Genichi. Melihat bahwa mesin-mesin pembuat baling-baling pesawat tidak digunakan, ia kemudian melakukan riset pasar. Ini dan sejumlah faktor lainnya membawa Genichi pada pasar sepeda motor.

Pada bulan Agustus tahun yang sama, Nippon berhasil membuat model pertama sepeda motornya: Yamaha YA-1. Pada Januari 1955, produksi YA-1 dimulai setelah pabrik Hamakita milik Nippon selesai dibangun. Pada 1 Juli di tahun yang sama, divisi sepeda motor Nippon dipisahkan dan didirikan sebagai perusahaan independen: Yamaha Motor Co., Ltd.

Pada 1987, untuk mengenang 100 tahun Nippon didirikan, perusahaan itu berganti nama menjadi Yamaha Corporation. Di titik inilah awal bakal dua perusahaan raksasa Yamaha berdiri dan menancapkan cakarnya lebih dalam di dunia internasional seperti yang sekarang kita kenal.

Baca juga artikel terkait ALAT MUSIK atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nuran Wibisono