Menuju konten utama

Tradisi Pernikahan di Tajikistan Direcoki Pemerintah

Seteleh direpresi Uni Soviet, kini pesta pernikahan di Tajikistan sebagai kebebasan berekspresi kembali dibikin ruwet oleh pemerintah.

Tradisi Pernikahan di Tajikistan Direcoki Pemerintah
Header Mozaik Tradisi Pernikahan Tajikistan. tirto.id/Tino

tirto.id - Zebo tampak sumringah sekaligus sedih ketika ikrar setianya baru saja menjadi penanda bahwa ia telah menjadi istri Faridun. Ia memeluk orang tuanya seraya mengucapkan selamat tinggal, bukan hanya kepada rumahnya, tetapi untuk masa kecilnya.

Beberapa kerabat dan temannya menenangkan Zebo, lalu memberi ucapan selamat untuk status barunya. Sementara di luar hujan turun, musik khas Tajik mengiringi pesta yang ditenagai generator sewaan.

Lazimnya, tradisi pesta harusnya dirayakan selama berhari-hari dengan tamu yang bisa mencapai ratusan orang. Namun sejak pemerintah campur tangan lewat undang-undang pernikahan, acara hanya dapat digelar di akhir pekan dengan durasi dan tamu undangan yang dibatasi.

Desa kecil di selatan Tajikistan itu menjadi saksi bagaimana tradisi pernikahan telah berubah seiring dengan waktu dan kebijakan pemerintah.

Ragam Etnis di Tajikistan

Tajikistan merupakan negara berbentuk Republik yang terletak di Asia Tengah. Di utara berbatasan dengan Kyrgyzstan, di barat dengan Uzbekistan, di timur dan selatan dengan China, dan di tenggara dengan Afghanistan. Secara geografis, Tajikistan terletak di antara dua pergunungan besar, yaitu Pergunungan Pamir di tenggara dan Pergunungan Tien Shan di utara.

Sejarah Tajikistan dapat ditelusuri dari masa kebudayaan Baktria di Zaman Kuno, lalu diikuti oleh kekuasaan Persia, Samanid, dan Khwarazm. Pada abad ke-19, Tajikistan menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia dan kemudian Uni Soviet. Setelah merdeka dari Uni Soviet pada 1991, Tajikistan mengalami masa-masa sulit karena didera perang saudara, lalu perlahan menjadi negara yang relatif stabil.

Sekarang, Tajikistan terdiri dari berbagai kelompok etnis, dengan etnis Tajik sebagai kelompok mayoritas. Selain itu, ada juga kelompok etnis minoritas seperti Uzbek, Kyrgyz, Rusia, Pamiri, dan lain-lain. Kelompok etnis Tajik paling dominan dan merujuk pada orang-orang yang berasal dari Tajikistan dan berbicara dalam bahasa Tajik, juga dikenal sebagai bahasa Farsi atau Persia.

Kelompok etnis Tajik juga dapat ditemukan di negara-negara tetangga seperti Afghanistan, Uzbekistan, dan Kirgizstan. Mereka adalah keturunan dari berbagai suku-suku Iran yang bermigrasi ke wilayah tersebut pada masa lalu.

Mayoritas orang Tajik adalah Muslim Sunni, meskipun ada juga minoritas Muslim Syiah dan kelompok kecil penganut agama lainnya, seperti Ortodoks Rusia. Pakaian tradisional orang Tajik terdiri dari jubah panjang yang disebut chapan, celana panjang, dan topi tradisional yang disebut tubeteika. Pakaian tradisional ini biasanya dihiasi dengan sulaman yang indah dan warna-warna yang cerah.

Pesta Tradisional

Pernikahan khas perdesaan Tajikistan merupakan acara yang besar, berlangsung selama beberapa hari, umumnya tujuh hari. Pernikahan itu akan dihadiri oleh ratusan tamu, termasuk keluarga, teman, dan tetangga. Upacara akan diadakan di rumah mempelai perempuan dan dipimpin oleh seorang mullah.

Sebelum naik ke pelaminan, pihak mempelai pria akan mengunjungi mempelai wanita untuk merencanakan pernikahan yang dilanjutkan dengan proses tunangan. Biasanya diatur oleh orang tua kedua mempelai. Pertunangan ini menjadi pengumuman resmi tentang niat pasangan untuk menikah, syarat-syarat mas kawin, kesepakatan waktu acara, makanan yang disajikan, jumlah undangan, dan lain-lain.

Prosesi ini ditandai dengan perayaan kecil, seperti pesta makan malam atau pertemuan teman dan keluarga. Pesta pertunangan berlangsung selama tiga hari di rumah masing-masing.

Pada hari keempat, sebuah perayaan tradisional Tajik yang berlangsung pada malam sebelum pernikahan. Pengantin wanita dihias dengan henna, tanaman pacar yang digunakan untuk membuat desain rumit pada kulit. Malam Henna adalah waktu bagi pengantin perempuan untuk merayakan dengan teman dan keluarganya sebelum dia menikah.

Sementara bagi calon mempelai pria, ia akan sibuk mempersiapkan diri untuk acara penting keesokan harinya. Teman dan kerabat menghiburnya, mendoakan, dan membantu lancarnya pernikahan.

Di hari kelima, dilangsungkan upacara pernikahan di rumah mempelai wanita, tahap terpenting dari pernikahan Tajik. Ini adalah upacara keagamaan yang dipimpin oleh seorang mullah. Sebelum upacara akad nikah, pasangan pengantin dan keluarga laki-laki mengadakan tradisi memegang kopi.

Dalam tradisi ini, pihak laki-laki membawa mangkuk kopi dan memberikan secangkir kopi ke tangan pengantin perempuan dan pihak keluarga perempuan. Kemudian, pengantin perempuan dan keluarga perempuan menyerahkan secangkir kopi kepada pihak laki-laki sebagai tanda terima kasih.

Upacara dimulai dengan pembacaan Al-Qur'an oleh mullah. Pengantin bertukar sumpah dan cincin, lantas ijab kabul sebagai suami istri. Pengantin wanita akan mengenakan pakaian tradisional Tajik dan ditutupi dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan kerudung. Pengantin pria juga mengenakan pakaian tradisional Tajik dan ditemani sekelompok musisi. Kedua mempelai mengenakan sepatu yang dikenal sebagai "chavush".

Juliette Cleuziou dalam jurnalnya Traditionalization, or the making of a reputation: women, weddings and expenditure in Tajikistan (2019) menceritakan setelah upacara selesai, pihak keluarga perempuan akan mengadakan pesta makan besar dan rumit yang disajikan kepada para tamu. Pesta biasanya mencakup hidangan tradisional Tajik, seperti plov (nasi pilaf) dan kebab. Selama pesta pernikahan, tari tradisional Tajik dipentaskan, termasuk "Attan", "Buzkashi", dan "Kochek".

Pesta pernikahan biasanya berlangsung hingga tengah malam dan menjadi hiburan bagi warga kurang mampu di sekitarnya.

Keesokan harinya, pengantin dan keluarga mempelai wanita saling berpamitan karena statusnya yang sudah menjadi milik sang suami. Pengantin wanita akan ditemani beberapa kerabat untuk pergi bersama ke rumah suaminya yang baru. Pada masa lalu, mereka akan menempuh perjalanan jauh, berarak dengan kuda melintasi lembah dan pergunungan.

Hari ketujuh merupakan waktu bagi mereka untuk mengenal satu sama lain dan memulai hidup baru.

Tahap selanjutnya disebut periode bulan madu yang berlangsung selama 40 hari. Pada masa ini, keduanya menghabiskan waktu di bawah satu atap dengan orang tua dan kerabat suami. Semua ini dilakukan agar kerabatnya, jika terjadi sesuatu, melindungi kedua mempelai dari berbagai macam masalah di awal kehidupan pernikahan mereka.

Pernikahan di Era Uni Soviet

Pada masa Uni Soviet, pemerintah berusaha menyinkronkan agama dengan ideologi Soviet, termasuk Islam, melalui pembentukan Sovet po delam religioznykh kul’tov pri Sovete Ministrov SSSR (SADUM), sebuah lembaga otoritas hukum Islam yang dipimpin para cendekiawan Muslim yang berbasis di Uzbekistan. Lembaga ini menaungi hukum pernikahan di bawah pencatatan negara di wilayah Uzbekistan, Tajikistan, dan Kyrgyzstan.

Seturut Eren Tasar dalam Soviet and Muslim: The Institutionalization of Islam in Central Asia, 1943-1991 (2017), meski sudah ada SADUM yang mengatur pernikahan, beberapa keluarga di perdesaan masih mempertahankan praktik pernikahan tradisional yang belum terdaftar secara resmi.

Saat itu, pernikahan di Tajikistan diatur dengan ketat dan melibatkan pendaftaran negara, termasuk pengaturan tui, perayaan tradisional pesta yang diselenggarakan masyarakat.

Dalam upaya untuk memodernisasi tradisi pernikahan, Pemerintah Soviet telah mengeluarkan kebijakan, misalnya pemeriksaan kesehatan calon pengantin dan persetujuan resmi untuk melakukan nikah.

Selama era Soviet, praktik tradisional tidak dianjurkan. Upacara pernikahan sering kali harus diadakan di ruang publik yang ditentukan dan mesti mengikuti prosedur tertentu. Ini termasuk mendapatkan izin dari otoritas pemerintah, memberikan daftar tamu, dan mengikuti naskah yang telah ditetapkan untuk upacara tersebut. Selain itu, penggunaan pakaian adat, musik, dan adat istiadat selama pernikahan dibatasi.

Infografik Mozaik Tradisi Pernikahan Tajikistan

Infografik Mozaik Tradisi Pernikahan Tajikistan. tirto.id/Tino

Terlepas dari peraturan ini, beberapa orang Tajik berusaha memasukkan tradisi budaya mereka ke dalam perayaan. Misalnya, mereka berkumpul untuk bernyanyi dan menari di taman dan ruang publik lainnya, atau ada juga keluarga yang mengadakan perayaan pribadi di rumah.

Ada juga yang tetap melakukan ritual pernikahan adat secara sembunyi-sembunyi, seperti tukar menukar kado antara kedua mempelai yang memiliki makna simbolis bagi pasangan dan keluarganya.

Pada 2017, Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon, memperkenalkan undang-undang yang membatasi standar perayaan publik, termasuk pernikahan. Undang- undang tersebut diperkenalkan dengan tujuan membatasi biaya yang terkait dengan acara semacam itu, yang sering kali dapat menjadi beban keuangan keluarga.

Berdasarkan undang-undang tersebut, pernikahan dan perayaan lainnya hanya dapat diadakan pada akhir pekan, dan hanya antara pukul 9 pagi hingga 11 malam. Jumlah tamu yang hadir dibatasi hingga 200 orang, dan hanya anggota keluarga dekat dan teman yang diperbolehkan berpartisipasi dalam kemeriahan tersebut. Undang-undang juga melarang penggunaan pengeras suara, musik, dan kembang api pada acara pesta.

Undang-undang ini dianggap kontroversial. Sebagian orang berpendapat bahwa kebijakan tersebut melanggar tradisi budaya dan kebebasan berekspresi. Namun, yang lain melihatnya sebagai langkah yang diperlukan untuk mengekang pengeluaran berlebihan dalam pernikahan dan perayaan lainnya, yang dapat menyebabkan kesulitan keuangan bagi keluarga kurang mampu seperti Zebo dan Faridun.

Baca juga artikel terkait PESTA PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Ali Zaenal

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi