Menuju konten utama

TPF Kaitkan Penyerangan Novel dengan Penggunaan Wewenang Berlebihan

TPF bentukan Polri menduga ada keterkaitan antara penyerangan terhadap Novel Baswedan dengan penggunaan wewenang berlebihan pada setidaknya 6 kasus. 

TPF Kaitkan Penyerangan Novel dengan Penggunaan Wewenang Berlebihan
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (ketiga kanan) bersama Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Novel Baswedan, Nurkholis (keempat kiri) dan para anggota TPF memberikan keterangan pers tentang perkembangan kasus Novel Baswedan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/7/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.

tirto.id - Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Polri merilis hasil investigasinya terhadap kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, pada hari ini.

Tim yang beranggotakan puluhan anggota Polri dan sejumlah pakar tersebut gagal menemukan pelaku penyerangan terhadap Novel setelah bekerja selama 6 bulan. Pemaparan hasil kerja tim itu sebagian besar berupa rekomendasi.

Salah rekomendasi itu, meminta Kapolri mendalami dugaan keterkaitan antara motif penyerangan dengan 6 kasus yang pernah ditangani Novel. Tim tersebut menduga ada penggunaan wewenang secara berlebihan oleh Novel.

"Kami menemukan fakta bahwa terdapat probabilitas dari kasus yang ditangani korban (Novel), berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam karena adanya dugaan penggunaan wewenang secara berlebihan atau excessive use of power [oleh Novel]," kata Juru Bicara TPF, Nur Kholis, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (17/7/2019).

Menurut dia, berdasarkan pola penyerangan serta keterangan dari saksi dan korban, TPF meyakini serangan itu tidak terkait dengan masalah pribadi.

"Tapi lebih diyakini berhubungan dengan pekerjaan korban," ujar Nur Kholis.

Di antara 6 kasus yang disoro oleh TPF, lima di antaranya pernah ditangani Novel saat aktif di KPK. Kelimanya ialah kasus e-KTP, Kasus Eks Ketua MK Akil Mochtar, kasus Sekjen Mahkamah Agung, kasus Bupati Buol dan kasus korupsi Wisma Atlet.

Satu kasus lain ditangani Novel saat menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu, yakni pencurian sarang Burung Walet.

Selain itu, TPF menilai serangan terhadap Novel bukan bertujuan untuk membunuh, melainkan hanya untuk membuat penyidik KPK itu menderita.

"Serangan bisa untuk membalas sakit hati atau memberi pelajaran terhadap Novel," kata Nur Kholis.

Dia menambahkan penyerangan itu juga dapat dilakukan atas kemampuan sendiri atau menyuruh orang lain.

Menurut Nur Kholis, dalam mengusut kasus Novel, timnya memanfaatkan hasil penyelidikan dan penyidikan Polri, laporan dari Komnas HAM, Komisi Kepolisian Nasional serta pihak lain.

Secara paralel, kata Nur Kholis, tim mengumpulkan fakta dan menganalisis potensi-potensi motif penyerangan. Nur Kholis mengklaim timnya bekerja dengan pedoman profesionalitas, independen dan prinsip HAM.

Baca juga artikel terkait KASUS NOVEL BASWEDAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom