Menuju konten utama
4 Januari 2019

Torro Margens: Peran Antagonis Menyihir Publik Indonesia

Torro Margens lebih banyak dikenal sebagai aktor antagonis. Ia juga menyutradarai beberapa film laga.

Torro Margens: Peran Antagonis Menyihir Publik Indonesia
Torro Margens. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Penonton Indonesia sudah terbiasa dengan wajah seram dan menyebalkan Torro Margens. Tampaknya itulah alasan mengapa dia ikut main dalam iklan wafer sebagai orang yang resek.

Bersama Rudy Wowor—yang tidak kalah pamornya untuk urusan peran-peran antagonis—Torro mampu menyihir publik Indonesia dengan akting garang. Beberapa pesohor media hiburan, salah satunya Ruben Onsu, bahkan mengaku takut dengan sosok Torro Margens.

Toro Margens puluhan tahun malang melintang di dunia film, sebelum wajahnya menghiasi sinetron-sinetron Indonesia. Dia sudah ikut meramaikan film Indonesia tahun 1970-an sebagai pemeran pembantu.

Main Film Sejak Muda

Laki-laki kelahiran Pemalang, 5 Juli 1950 ini terjun ke dunia film sejak umur 20-an. Pada tahun-tahun pertamanya di dunia film, laki-laki bernama asli Sutoro Margono ini pernah ikut bermain dalam Neraka Perempuan (1974) bersama Dicky Zulkarnain. Di film ini Torro tidak memerankan tokoh jahat.

Torro ikut juga dalam Antara Surga dan Neraka (1976) yang bercerita tentang tiga bujangan yang bekerja memuaskan para pelanggan perempuan—agak mirip Quickie Express (2007). Ia juga beberapa kali ikut film yang digarap Ratno Timoer pada 1970-an.

Film-film yang dibintangi Torro antara lain: Ciuman Beracun (1976), Si Buta dari Gua Hantu (1977), Sirkuit Cinta (1978), Sirkuit Kemelut (1980), Perawan Rimba (1982), Ken Arok-Ken Dedes (1983), Tutur Tinular III (1992), Si Kabayan Mencari Jodoh (1994), Janus: Prajurit Terakhir (2003), 9 Naga (2006), Tendangan dari Langit (2011), Mencari Hilal (2014), dan Love for Sale (2018).

Soal nama Margens, tak jelas sejak kapan dia memakainya. Setidaknya sejak 1970-an dia sudah memakai nama itu.

Di era 1970-an juga, Torro Margens pernah bermain bersama George Rudy dalam film Sirkuit Cinta (1978). Di film ini, seperti dicatat J.B. Kristanto dalam Katalog Film Indonesia 1926-1995 (1995: 192), Torro memerankan tokoh bernama Margens. Margens bersaing melawan atlet motor cross bernama Wisnu (yang diperankan George Rudy) demi memperebutkan Yanti (yang diperankan Yati Octavia). Di film ini Torro juga memainkan peran jahat.

Dunia Teater dan Sutradara

Torro Margens adalah orang teater. Menurut buku Festival Film Indonesia 1988, “Lelaki ganteng ini cukup dikenal sebagai teatrawan muda potensil, dan pernah terpilih sebagai aktor terbaik pada festival teater se—DKl”.

Torro memang bergiat dalam teater di Sanggar Prakarya. Belakangan dia jadi pemimpinnya.

Tapi Torro tak cuma bertindak sebagai aktor, dia juga pernah jadi sutradara. Film yang disutradarainya pada 1980-an salah satunya Bercinta dalam Badai (1984), di mana Meriam Bellina, Richie Richardo, dan Ayu Azhari bermain bersama.

Tak hanya film dengen genre drama menye-menye, drama yang dibumbui adegan laga pun Torro ikut membuatnya. Bersama Imam Tantowi, Torro menggarap Preman (1985). Di film itu ada Ayu Azhari dan Barry Prima. Imam Tantowi dan Torro tercatat sebagai penata skenario dan sutradara.

Torro kemudian menyutradarai lagi film bertema preman, Yang Perkasa (1986). Barry Prima bermain pula dalam film ini.

Setelah itu, ia lebih banyak menggarap film-film silat dan laga. Di antaranya Balada Cinta Anglingdarma (1990), Anglingdarma II (Pemberontakan Batik Madrim) (1992) dan Saur Sepuh V (Istana Atap Langit) (1992).

Film-film ini cukup sering dibicarakan para penonton film Indonesia. Akting dan penampilan Barry Prima sebagai Anglingdarma bahkan kerap diingat banyak orang.

Prestasinya dalam bidang penyutradaraan juga diakui publik. “Sebagai sutradara, ia pernah menjadi nominator dalam Festival Film Indonesia 1985 lewat Pernikahan Berdarah,” seperti ditulis buku Bangkitkan sinema baru Indonesia: Festival Sinetron Indonesia 1996 (1996: 59).

Di masa-masa suramnya perfilman Indonesia era 1990-an, Torro Margens ikut juga dalam Kuldesak (1998)—sebuah usaha dari beberapa sineas muda untuk membangkitkan film-film Indonesia.

Infografik Mozaik Torro Margens

Infografik Mozaik Torro Margens. tirto.id/Nauval

Uka Uka hingga Wakil Bupati

Belasan tahun terakhir, Torro Margens ikut terjun ke sintetron dan FTV. Seperti biasa di sana dia meramaikan dunia hiburan dengan karakter antagonis. Generasi milenial tampaknya hanya mengenalnya sebagai aktor dengan peran-peran jahat saja.

Barangkali yang paling diingat dari Torro Margens pada generasi masa kini adalah kata "uka uka". Ucapan itu berasal nama acara misteri di salah satu stasiun televisi swasta pada awal 2000-an. Torro bertindak sebagai pembawa acara yang selalu mengatakan "uka uka" seperti merapal mantera.

Sebagai seniman kondang yang punya nama, alumnus Madrasah Paduraksa Pemalang ini pernah mengadu peruntungan sebagai calon wakil bupati. Ia mendampingi calon bupati Imam Santoso dalam Pilkada Pemalang 2010. Mereka maju sebagai pasangan independen. Sayang, nasib baik tidak di tangan mereka waktu itu.

Pada 2016, Torro terlibat dalam film yang dibesut Gatot Brajamusti, DPO. Dalam film yang tidak jelas nasibnya itu Torro berperan sebagai Satam. Gara-gara film ini Torro pernah diperiksa polisi terkait pistol yang digunakan dalam beberapa adegan, tapi hanya sebagai saksi.

Sebelum tutup usia pada 4 Januari 2019, tepat hari ini setahun lalu, wajah Torro Margens sempat muncul dalam film Love For Sale (2018) yang dibintangi Gading Marten, putra Roy Marten. Torro dan Roy tidak hanya satu angkatan, tapi juga pernah bermain bersama. Dalam Love For Sale, Torro berperan sebagai Pak Kartolo. Film ini adalah medan akting terakhir Torro Margens.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 4 Januari 2019 sebagai obituari Torro Margens. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait AKTOR INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Film
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan