Menuju konten utama

Tolak PP Pengupahan, KPBI: Dulu Upah Naik 40% dan Sekarang Turun 8%

KPBI menolak PP No.78 Tahun 2015 yang mengatur tentang pengupahan. Alasannya karena dulu naik hingga 40 persen, saat ini justru mengalami penurunan 8 persen.

Tolak PP Pengupahan, KPBI: Dulu Upah Naik 40% dan Sekarang Turun 8%
Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menggelar unjuk rasa di depan Pabrik Air Minum Mojo Tras Mojokerto, Jawa Timur, Sabtu (27/4/2019). ANTARA FOTO/Syaiful Arif/ama.

tirto.id - Sekretaris jenderal Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca menyatakan, penolakan terhadap PP No.78 Tahun 2015 yang mengatur tentang pengupahan.

Alasannya, PP itu kini banyak memangkas pertumbuhan upah buruh. Dari semula dapat naik 40 persen di tahun 2012, kini upah hanya naik sekitar 8 persen sejak PP itu diberlakukan pada 2015 lalu.

Damar mengakui, dalam tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan upah sudah mulai berangsur melambat. Seperti pada tahun 2013 turun di angka 30 persen. Menurutnya, penurunan di angka 8 persen sesuai perhitungan pertumbuhan ekonomi dan formula PP No.78 Tahun 2015 terlalu drastis.

“Sebelum ada PP 78 Tahun 2015, upah bisa naik 40 persen atau sekitar Rp700 ribu per 2012. 2015 ketika PP disahkan upah turun drastis sekali jadi 8 persen sekian,” ucap Damar dalam diskusi bertajuk "Gerakan Buruh Perikanan Bersama Rakyat" di Bakoel Koffie, Jakarta pada Selasa (30/4/2019).

“Padahal upah sudah diatur dalam UU, tapi kesininya malah ada PP 78 yang kami tolak,” tambah Damar.

Damar mengatakan, PP itu dibuat semata-mata untuk menyelamatkan dunia usaha, tetapi di saat yang sama justru mengorbankan nasib buruh. Menurutnya, ketika ditetapkan waktu itu, pemerintah tengah berupaya menyelamatkan perekonomian, tetapi kebijakannya dinilai terlampau condong pada nasib pengusaha.

Hal itu, katanya, berujung pada langkah pemerintah untuk menerbitkan PP No.78 Tahun 2015 yang mengubah drastis formula penetapan upah buruh. Tepatnya menjadi bergantung pada pertumbuhan dan formula ekonomi yang membatasi kenaikan upah pada taraf yang rendah.

“Upah buruh jadi dirampas. Situasinya rezim memang jadi persoalan modal dan penyelamatan bisnis. Tapi suara buruh jadi korban,” ucap Damar.

Kendati demikian, Damar mengatakan pada peringatan buruh internasional (mayday) yang jatuh pada 1 Mei 2019 hari ini, ia menyerukan agar buruh terbuka pada isu lain ketimbang hanya pengupahan saja.

Ia mengatakan, ketika aksi nanti, buruh akan turut menyuarakan persoalan pertanian, pendidikan, agraria, kesehatan termasuk perikanan.

Mayday udah gak bicara isu perburuhan semata, tapi lintas sektor. Di industri ini banyak perusahaan yang membayar upah di bawah seharusnya,” ucap Damar.

Baca juga artikel terkait HARI BURUH atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno