Menuju konten utama

Tolak Persekusi dan Diskriminasi, MA India Legalkan LGBT

Perjuangan LGBT India membuahkan hasil. Dicabutnya produk hukum yang kerap melindungi aksi persekusi terhadap kaum homoseksual menegaskan bahwa LBGT juga punya hak hidup.

Tolak Persekusi dan Diskriminasi, MA India Legalkan LGBT
Seorang anggota komunitas LGBT (Lesbians Gays Bisexuals Transgenders) India melukis lengan bawahnya dengan warna pelangi selama pawai mereka di Gurgaon di pinggiran New Delhi, India, Sabtu, 25 Juni 2016. Perjalanan itu diselenggarakan menuntut penerimaan sosial dan persamaan hak. AP Photo / Altaf Qadri

tirto.id - Kamis (6/9) adalah hari penuh pelangi di India. Mahkamah Agung India baru saja menganulir Bab 377, sebuah produk hukum berusia lebih dari 100 tahun yang sering digunakan sebagai alat kriminalisasi terhadap kelompok LGBT.

Ketua Mahkamah Agung Dipak Misra yang memimpin persidangan menyatakan bahwa Bab 377 "tidak rasional, tidak dapat dipertahankan, dan sewenang-wenang". Keputusan diambil secara bulat oleh lima hakim panel.

Keputusan MA langsung dirayakan hampir di seantero India. Dilansir dari Guardian, orang-orang di Mumbai berbaris membawa bentangan kain berwarna pelangi yang melambangkan perjuangan LGBT. Di Bangalore, banyak orang yang mengenakan bendera pelangi LGBT di tubuh mereka dan melepaskan balon ke angkasa.

Di New Delhi, staf hotel Lalit merayakan keputusan hakim dengan menari. Kebetulan, pemilik hotel Lalit adalah salah seorang aktivis hak LGBT. Hotel ini juga dikenal memiliki klub malam yang ramah gay di Delhi.

Sebelumnya, Bab 377 sering digunakan banyak pihak, khususnya polisi, untuk melecehkan dan memeras transgender dan gay. Menurut hukum tersebut (PDF), segala hubungan seksual yang "bertentangan dengan tatanan alam" adalah tindak kriminal, meski dilakukan dengan persetujuan. Siapapun yang terkena dakwaan tersebut, bisa dikenakan hukuman penjara seberat-beratnya seumur hidup.

Petugas kesehatan Arif Jafar adalah seorang korban dari hukum ini. Seperti dilaporkan oleh National Public Radio, ia pernah dipenjara selama 47 hari akibat membagikan kondom kepada para gay di sebuah stasiun dan dikenai dakwaan mempromosikan dan membantu tindak kejahatan. Pada hari ia ditangkap, Jafar bersama tiga orang rekannya dipukuli polisi di hadapan para awak media.

"Mereka bilang, 'Orang-orang ini homo dan itu sebabnya kami menghukum mereka'," kenang Jafar, sembari menambahkan tak seorang pun yang menyaksikan kejadian itu berusaha untuk mencegahnya.

Tekanan sosial dan ketakutan yang ditimbulkan oleh hukum itu sungguh luar biasa dan dirasakan oleh kaum LGBT di India. Salah satunya Krishna. Kepada BBC, ia menyatakan lega mendengar dicabutnya Bab 377. "[Keputusan] ini akan turut membuat kita hidup tanpa ketakutan dan depresi," jelasnya.

Data Humsafar Trust—sebuah lembaga advokasi LGBT—yang dikutip Al-Jazeera menyebutkan, setidaknya dua dari lima homoseksual di India mengalami pemerasan sejak MA mengukuhkan legalitas Bab 377 pada 2013.

Seperti dilaporkan Al-Jazeera, Ketua MA Dipak Misra menegaskan bahwa "segala tindak diskriminasi berdasarkan orientasi seksual melanggar hak-hak dasar manusia".

Meski demikian, putusan ini hanya mencegah kriminalisasi tanpa melegalkan pernikahan sesama jenis.

Dinginnya Sikap Pemerintah

Pemerintah India tak merayakan maupun mengutuk putusan MA. Maklum, Perdana Menteri India Narendara Mordi dan partai yang berkuasa Bharatiya Janata (BJP) mewakili kalangan konservatif.

Masih menurut Al-Jazeera, sampai hari ini BJP lebih sering bungkam dalam menyikapi isu homoseksualitas. Meski demikian, sikap mereka belakangan sedikit bergeser. Setelah sebelumnya menunjukkan dukungan Bab 377, kini mereka menyatakan berserah diri sepenuhnya kepada putusan MA.

Tak semuanya sependapat dengan sikap resmi partai. BBC melaporkan bahwa salah seorang kader BJP kecewa dengan putusan tersebut. Sebaliknya, Partai Kongres yang berdiri di kubu oposisi menyambut baik putusan itu. "[Kami] harap ini awal dari masyarakat yang lebih sejajar dan inklusif," demikian sikap resmi partai.

Melalui putusan MA tersebut, India bergabung dengan sejumlah negara lainnya yang lebih ramah gay. Agustus lalu, Mahkamah Agung Kostarika menetapkan bahwa pernikahan sesama jenis akan dilegalkan dalam kurun waktu 18 bulan. Desember silam, parlemen Australia mengesahkan pernikahan sesama jenis. Di Asia, Cina telah melakukan dekriminalisasi homoseksual sejak 1997.

Namun, menurut laporan dari the International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (Ilga) yang dirilis pada 2017, masih ada 72 negara yang mengkriminalisasi hubungan sesama jenis. Sri Lanka, Pakistan, dan Bangladesh masuk ke dalam daftar 72 negara itu. Setelah India, kini jumlahnya tinggal 71.

Dukungan dari tokoh masyarakat pun tak kalah ramai, tak terkecuali dari sutradara Karan Johar yang mencuit di akun Twitter-nya bahwa keputusan itu membuat India bisa bernapas lagi.

Perjuangan 26 Tahun

Seperti yang diwartakan oleh Times of India, isu seputar Bab 377 pertama kali diangkat oleh LSM Naaz Foundation dan AIDS Bedhbhav Virodh Andolan. Pada 2001, mereka mengajukan petisi ke pengadilan tinggi Delhi. Petisi itu kemudian ditolak.

Pada 2009, pengadilan tinggi Delhi memutuskan dekriminalisasi hubungan seksual antara orang dewasa yang telah bersepakat. Namun, keputusan itu hanya berlaku di teritori Delhi.

Tak lama kemudian, para aktivis pro-penerapan Bab 377 membawa putusan pengadilan ke Mahkamah Agung. Pada tahun 2013, MA menegaskan bahwa Bab 377 sah secara konstitusi.

Setahun setelahnya, MA mengarahkan pemerintah India untuk mendeklarasikan transgender sebagai gender ketiga.

Pada 2017, MA menyerukan dukungan terhadap Hak Atas Privasi sebagai hak mendasar dalam konstitusi India. Lembaga itu menyerukan kesetaraan dan mengutuk diskriminasi terhadap LGBT sebab mereka punya hak-hak yang dilindungi oleh konstitusi. Menurut MA, perlindungan terhadap orientasi seksual merupakan hak yang mendasar.

Januari 2018, MA mendengarkan petisi dari lima orang terkait putusan pada kasus Naaz Foundation. Akhirnya, Kamis lalu, MA menganulir Bab 377.

Infografik LGBT Bukan Kriminal

Belum Merata

Kendati demikian, tak semua daerah di India merasakan dampak putusan MA. Kaum LGBT yang tinggal di negara bagian Jammu dan Kashmir di bagian utara India, misalnya, tidak dapat ikut bersuka cita. Pasalnya, mereka memiliki hukum dan konstitusinya sendiri: Ranbir Penal Code (RPC).

Dalam RPC, hubungan seksual di luar laki-laki dan perempuan adalah tindakan kriminal.

Menurut laporan Times of India, komunitas LGBT di Jammu dan Kashmir hampir tak bisa memperjuangkan nasibnya mengingat sebagian besar penduduk di dua negara bagian tersebut adalah muslim konservatif.

Akademisi dari Universitas Kashmir Dr. Ajaz Ahamd Bund menilai, elit politik di Jammu dan Kashmir tidak hanya memandang rendah perempuan, tetapi juga memelihara fobia terhadap LGBT.

"Para politisi bahkan tidak membicarakan hak perempuan di Kashmir, apalagi membahas LGBT," katanya seperti dikutip dari Times of India. "Kami masyarakat yang sangat kompleks dan aneh," tambah seorang gay dari selatan Kashmir.

Tak semuanya pesimistis. Seorang lesbian Kashmir, misalnya, merasa optimistis terhadap putusan MA. Baginya, dekriminalisasi homoseksual akan membawa pengaruh positif di Jammu dan Kashmir.

"Suatu hari saya dan pacar saya akan menikah," ujarnya.

Baca juga artikel terkait LGBT atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Humaniora
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Windu Jusuf