Menuju konten utama

Tol Trans Jawa Mahal: Bisakah Jalur Laut & Kereta Jadi Alternatif?

Wakil Ketua MTI Djoko Setijowarno mengatakan, angkutan logistik lebih baik menggunakan moda kereta api atau kapal laut dibandingkan tol Trans Jawa.

Tol Trans Jawa Mahal: Bisakah Jalur Laut & Kereta Jadi Alternatif?
Mobil melintas di jalan tol Jombang-Mojokerto (JOMO) Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (21/1/2019). ANTARA FOTO/Syaiful Arif.

tirto.id - Tol Trans Jawa yang menghubungkan Jakarta-Surabaya belum efektif menekan biaya logistik karena tarif tol dinilai terlalu mahal. Akibatnya, Dinas Perhubungan Kota Pekalongan mencatat ada peningkatan jumlah truk yang melewati jalan nasional Pantura sekitar 70 persen.

Ketua Umum Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Adrianto Djokosoeton menilai tarif Tol Trans Jawa memang terlalu mahal untuk angkutan logistik. Padahal tujuan awal dibuatnya tol yang menghubungkan Jakarta-Surabaya itu untuk menekan biaya logistik.

“Faktor yang paling penting di situ, yang perlu digarisbawahi adalah biaya logistik. Salah satu tujuan, jalan Tol Trans Jawa ini ada adalah supaya menekan biaya logistik. Kalau angkutan logistik ini harus bayar lebih mahal, ya enggak bakal tercapai juga akhirnya,” kata Adrianto kepada reporter Tirto, Senin (28/1/2019).

Lantaran itu, Adrianto mengusulkan agar biaya tarif tol Trans Jawa diturunkan supaya tidak terlalu memberatkan pengguna, khususnya angkutan logistik.

“Target pemerintah ini untuk mempersingkat dan mempermudah akses mobilitas di Pulau Jawa. Maka dari itu, kami usulkan supaya angkutan umum itu seluruh jalan tol sebaiknya ada keberpihakan pemerintah,” kata Adrianto.

Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik Nasional Zaldy Ilham Masita. Ia menilai semestinya pemerintah memberikan harga khusus untuk tarif angkutan logistik yang melewati Tol Trans Jawa.

“Harapan kami, perlu ada penyesuaian tarif Tol Trans Jawa dan tidak lebih dari Rp800.000 biayanya dari Jakarta ke Surabaya,” kata Zaldy kepada reporter Tirto.

Sebab, kata Zaldy, dengan tarif Tol Trans Jawa yang saat ini diberlakukan, maka tak heran jika supir truk lebih memilih menggunakan jalan nasional Pantura dibandingkan tol yang terakhir diresmikan Presiden Jokowi, pada Desember 2018.

“Supir truk sudah pasti memilih Pantura karena biayanya jauh lebih murah dan penghematan waktu lewat tol tidak bisa menutupi tambahan biaya kalau lewat tol,” kata Zaldy.

Berdasarkan data Badan Pangatur Jalan Tol (BPJT) untuk kendaraan golongan V, yaitu sejenis truk dan transportasi logistik lainnya, total Tarif Tol Jakarta-Surabaya Rp1.382.500 [PDF].

Dengan rincian: Jakarta-Cikampek sebesar Rp13.000, Cikopo-Palimanan Rp306.000, Palimanan-Kanci Rp32.000, Kanci-Pejagan Rp58.000, Pejagan-Pemalang Rp115.000, Pemalang-Batang Rp78.000, Batang-Semarang Rp150.000, Semarang-Solo Rp115.500, Solo-Ngawi Rp150.000, Ngawi-Kertosono Rp176.000, Kertosono-Mojokerto Rp138.000, dan Mojokerto-Surabaya Rp 51.000.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan institusinya memahami perihal keluhan dari pengguna Tol Trans Jawa.

Namun, lembaganya tidak bisa menurunkan tarif yang diminta, Alasannya, kata Herry, jika usulan itu dilakukan, maka akan timbul masalah baru.

“Ini investasi, yang bangun itu badan usaha. Biayanya harus ada yang dikembalikan. Ada juga kepastian investasi yang harus kami penuhi,” kata Herry saat dikonfirmasi reporter Tirto.

Herry menjelaskan, investor perlu mendapat kepastian pembayaran. Bukan hanya sekedar ramai lancar, tapi Tol Trans Jawa juga dituntut bisa menghasilkan.

“Dari sisi investasi jalan tolnya. Kalau ini [tarif tol] ditekan, dia [investor] tidak bisa mengembalikan investasinya, dia akan ada masalah baru yang dibuat,” kata dia.

Infografik Mega Proyek Tol Trans Jawa Remake 2

undefined

Logistik Diarahkan ke Jalur Laut dan Kereta

Menurut Herry, tarif tol yang ditetapkan untuk truk logistik sudah melalui kajian agar tidak memberatkan. Ia berkata, jika tarif masih dinilai mahal, maka disarankan mengganti rute dari jalan raya ke laut atau kereta.

"Logistik ini enggak hanya darat. Logistik ini ada laut, ada kereta yang jauh lebih efisien. Jadi bukan berarti kami akan dorong angkutan itu ke darat juga enggak gitu menurut saya," kata dia kepada Tirto, Senin (28/1/2019).

"Justru hari ini terlalu berat di darat, yang paling bagus itu ya lewat laut. Jadi kami juga harus membuat kebijakan antarmoda juga akan lebih sehat. Karena [secara] teoritis kalau jarak jauh itu, harusnya naik kapal laut yang lebih efisien. Jadi ketika orang yang punya perjalanan 500 kilometer lebih memilih darat, berarti ada something wrong,” kata dia.

Pendapat Herry soal angkutan logistik yang disarankan lewat rute laut diamini Wakil Ketua Masyarakat Transportasi (MTI), Djoko Setijowarno. Ia mengatakan, angkutan logistik lebih baik menggunakan moda kereta api atau kapal laut.

“Jalan darat itu ada batas maksimal 500 km. Jadi jangan berpikir logistik menggunakan jalan tol itu murah. Enggak seperti itu,” kata Djoko saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (26/1/2019).

Terlebih jika pengelola jalan tol dan pemerintah seringkali mengkhawatirkan berlebihnya muatan truk yang melalui jalan nasional atau tol. Secara teori transportasi, kata Djoko, efektivitas penggunaan jalur darat untuk keperluan logistik dinilai terbatas.

Sebab, kata Djoko, teori Rodrigue and Comtois (2006) menunjukkan biaya logistik di jalan hanya efisien bila jaraknya tidak lebih dari 500 km. Di atas jarak itu, kata dia, biaya logistik menggunakan kereta api lebih murah dibandingkan jalan darat.

Sementara bila jarak sudah melebihi 1.500 km, kata Djoko, maka menurut teori tersebut menyarankan lebih baik menggunakan angkutan laut. Biaya yang dikeluarkan dipastikan lebih efisien dibanding kereta api maupun jalan darat.

Menurut Djoko, kebiasaan memandang jalan nasional dan tol sebagai jalur logistik perlu diubah. Sebab, kata Djoko, di dunia internasional, solusi ini sudah mulai diberlakukan.

Djoko mencontohkan Cina yang sudah terhubung dengan Eropa. Dari sekian banyak jalur darat yang tersambung, kata Djoko, pemerintah Cina lebih cenderung menggunakan kereta api untuk keperluan logistik.

Baca juga artikel terkait TOL TRANS JAWA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz