Menuju konten utama

TNI Jangan Lagi Gunakan Alutsista Tua Bersama Warga Sipil

Tank M113 A1 tenggelam harusnya jadi bahan evaluasi tentara. Mereka tidak boleh lagi pakai itu bersama sipil.

TNI Jangan Lagi Gunakan Alutsista Tua Bersama Warga Sipil
Warga berfoto di atas kendaraan Tank AMX 13 saat Pameran Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) TNI di depan Trans Studio Mall, Bandung, Jawa Barat, Selasa (3/10/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Dua orang meninggal dunia setelah tank jenis M113 A1 armored personnel carrier (APC) tergelincir dan tenggelam di Sungai Bogowonto di Purworejo, Jawa Tengah, sekitar pukul 10.00 Sabtu (10/3) kemarin. Tank itu mengangkut 5 personel TNI dan 17 penumpang yang terdiri atas 16 anak PAUD (pendidikan anak usia dini) serta seorang guru, digunakan untuk aktivitas outbound.

Korban jiwa terdiri dari satu prajurit TNI dan satu guru pengawas. Mereka mengembuskan napas terakhir dalam perjalanan ke rumah sakit.

Pengamat militer, Aris Santoso, mengatakan Alat Utama Sistem Persenjataan (alutsista) TNI sebagian besar didapat dari luar negeri seperti Beglia dan Rusia berpuluh tahun silam. Kini kondisinya sudah tua dan membahayakan, termasuk tank M113.

"Tank yang kecelakaan itu setahu saya memang sudah tua umurnya. Itu dibeli second," kata Aris kepada Tirto, Senin (12/3/2018).

Menurut Aris, di satu sisi TNI memang berwenang untuk melaksanakan aktivitas bersama sipil yang melibatkan alutsista. Hal itu sudah berkali-kali mereka lakukan. Dalam acara hari ulang tahun TNI Oktober tahun lalu misalnya, banyak warga sipil yang menumpang tank berjenis M113 A1 APC. Bedanya, kala itu tank berjalan di darat, bukan untuk menyebrangi sungai.

Secara regulasi, Aris tidak menemukan adanya pelanggaran apapun. Yang jadi persoalan adalah, TNI kerap tidak memperhatikan aspek keamanan ketika melakukan itu.

Pada 2016, seorang warga sipil juga pernah menjadi korban alutsista karena helikopter jenis Helly Bell 205-1 jatuh saat tengah terbang di Dusun Kowang, Desa Tamanmartani, Sleman-Yogyakarta. Fransisca Nila Agustin, demikian nama sipil tersebut, terbang bersama lima tentara.

Dua kecelakaan ini seharusnya lebih dari cukup. Sebagaimana pendapat Aris, sebaiknya alutsista TNI tak lagi dipakai bersama sipil.

"Bahaya itu. Kalau cuman nonton tidak masalah karena biasanya yang dipamerkan yang paling baru. Sebaiknya tidak usah ada lagi penggunaan alat tempur untuk itu," katanya.

Pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie, sepakat dengan Aris. Ia menilai tank M113 A1 APC yang digunakan oleh TNI AD memang bermasalah sehingga bisa terperosok.

Tank tersebut sudah diproduksi sejak tahun 1960an. Jadi meski pun baru masuk ke Indonesia dua tahun lalu, tank tersebut sudah punya sejarah yang sangat panjang. Dalam perang di Timor Leste misalnya, Australia sudah menggunakan tank ini untuk membantu Indonesia. M113 A1 APC kemudian sempat dikembangkan menjadi M11 3A3 oleh Amerika Serikat (AS).

Setidaknya, ada 150 M113 A1 APC yang dibeli pada era Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

"Tidak usah heran [kecelakaan]. Setahu saya tank itu buatan Belgia tahun 1960 dan di sana saat kita beli sudah seperti barang rongsokan," kata Connie. "Kita tinggal tunggu saja tank ini semuanya segera grounded [rontok]. Karena setahu saya TNI AD tidak memiliki kemampuan dalam perawatan perbaikan tank ini," lanjutnya.

Connie tidak setuju jika alat tempur dipakai bersama sipil. Bila memang maksudnya hendak pamer, seharusnya cukup dengan dipajang atau dengan foto. Ia menganggap cara-cara seperti di Purworejo dan Sleman sangat riskan karena lagi-lagi faktor usia.

"[Digunakan] tentara saja bahaya menurut saya, apalagi untuk sipil sebagai ajang wisata," tegas Connie.

Pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Muradi, mengatakan bahwa meski tidak ada aturan yang dilanggar, tetapi apa yang dilakukan TNI sama sekali tidak etis. Ia menegaskan TNI seharusnya menggunakan tank model baru jika memang ingin pamer dengan mengangkut anak-anak.

"Sudah hampir 30 tahun. Itu sudah harus diganti, atau TNI menggunakan tank jenis baru untuk mengangkut sipil," kata Muradi.

Apabila TNI memaksa menggunakan alutsista untuk berkegiatan sipil, Muradi mengatakan prasyarat dari itu adalah harus ada perawatan yang memadai. Hal inilah yang belum mereka lakukan dengan maksimal karena beragam faktor, salah satunya karena keterbatasan dana.

Persoalan tanggung jawab atau siapa yang patut disalahkan atas insiden ini, seharusnya ada di pundak komandan.

"Itu komandannya pasti berasumsi tank layak jalan, dia yang harusnya bertanggung jawab," kata Muradi.

Sipil Dibawa ke Tempat Latihan TNI

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Kolonel Alfret Denny Tuejeh, menjelaskan lebih detail kecelakaan M113 A1 APC. Daerah itu merupakan tempat biasa TNI melatih alat tempurnya.

"Memang melintasi sungai. Biasa jadi tempat tank melintas pada saat latihan," kata Alfret kepada Tirto.

Awalnya, ada tiga tank yang berangkat dan melintasi sungai tanpa masalah. Namun saat tank keempat menyeberang, kecelakaan terjadi.

TNI AD akan menjadikan kecelakaan ini sebagai pembelajaran agar lebih waspada dalam melakukan kegiatan. Meski berharap agar kejadian serupa tidak terjadi lagi, Alfret menampik anggapan bahwa kurangnya pengawasan menjadi penyebab kecelakaan.

"Sesungguhnya aturan sudah ketat. Kejadian ini akan kami selidiki, dan hasilnya nanti pasti akan menjadi salah satu bahan evaluasi," katanya.

Alfret tidak mau berkomentar soal pemberian sanksi terhadap anggota atau pun aturan apa saja yang melandasi penggunaan alutsista bersama sipil.

Baca juga artikel terkait ALUTSISTA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino