Menuju konten utama

Titik Terang Uji Coba Pembuatan Pil Kontrasepsi untuk Pria

Para ilmuwan optimis, pil kontrasepsi pria akan tersedia sekitar delapan tahun dari sekarang di pasaran.

Titik Terang Uji Coba Pembuatan Pil Kontrasepsi untuk Pria
Pil Kontrasepsi. foto/istockphoto

tirto.id - Pilihan kontrasepsi yang sekarang tersedia bagi pria bisa dibilang terbatas, kondom atau vasektomi saja. Tapi baru-baru ini para ilmuwan dari Weill Cornell Medicine di New York, membuat kemajuan terkait dengan pilihan kontrasepsi yang bisa digunakan pria.

Mereka tengah mengembangkan kontrasepsi untuk pria dalam bentuk pil. Dan studi awal pada tikus menunjukkan bahwa kontrasepsi itu menjanjikan dan memiliki tingkat keefektifan hingga 91 persen untuk mencegah kehamilan.

Studi yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications memaparkan pil kontrasepsi satu dosis yang disebut TD-11861 tersebut akan membuat sperma non aktif sebelum, selama, dan setelah melakukan hubungan seksual selama beberapa jam, cukup lama untuk mencegahnya mencapai sel telur.

Penelitian lebih lanjut mengungkapkan pula bahwa pil bekerja dengan cepat setelah diminum, sekitar lima belas menit untuk memberikan efek menghentikan sperma berenang. Sehingga menurut peneliti, itu bakal menjadi kontrasepsi yang menjawab kebutuhan.

Pil kontrasepsi ini akan diminum oleh pria satu jam sebelum berhubungan seks. Pil akan bekerja dengan menargetkan enzim yang disebut adenylyl cyclase dan berfungsi sebagai "saklar" yang mengaktifkan sperma. Jika enzim dimatikan maka sperma tidak bisa lagi bergerak.

Usai diminum, senyawa dalam pil kemudian menghalangi enzim dan membuat sperma tidak bergerak selama sekitar 3 jam. Namun efek itu akan memudar dan sperma bisa berenang dengan normal kembali setelah 24 jam kemudian.

Hal lain yang menarik dari pengembangan pil terbaru ini adalah itu tidak melibatkan hormon apapun, sehingga tidak akan memengaruhi testosteron dan menyebabkan efek samping defisiensi hormon pria.

Selain itu kontrasepsi dengan pendekatan hormonal biasanya perlu dikonsumsi setiap hari, sedangkan pil ini nantinya hanya akan diminum secara episodik, jadi kekhawatiran tentang toksisitasnya pun berkurang.

Para ilmuwan pun optimis jika semua berjalan dengan baik, pil akan tersedia sekitar delapan tahun dari sekarang di pasaran.

"Pria dapat meminumnya sesuai kebutuhan dan membuat keputusan tentang kesuburan mereka," ungkap Dr Melanie Balbach dari Weill Cornell Medicine, New York yang terlibat dalam studi pil kontrasepsi ini.

Meski begitu tetap diperlukan tes lebih banyak sebelum bisa diterapkan pada manusia. Pasalnya, para ahli yang tidak berafiliasi dengan penelitian ini memperingatkan bahwa obat yang bekerja pada tikus tidak selalu berhasil pada manusia.

"Ini masih sangat dini. Gagasan tentang pil kontrasepsi sesuai permintaan pasar memang menarik. Tetapi penelitian yang dilakukan pada tikus tetap harus diulangi untuk memastikan bisa berfungsi pada manusia," kata Dr. Michael Eisenberg, ahli urologi dan direktur Program Pengobatan dan Bedah Reproduksi Pria di Stanford Medicine, dikutip dari NPR.

INfografik Kontrasepsi laki-laki

INfografik Kontrasepsi laki-laki. tirto.id/Fuad

Tantangan Membuat Kontrasepsi Pria

Pil kontrasepsi bukan konsep baru. Ide konstrasepsi itu sudah ada dan telah diuji selama bertahun-tahun namun belum ada satu pun yang berhasil mencapai pasar. Padahal permintaan akan alat kontrasepsi pria itu ada, terutama pria muda yang sangat tertarik untuk memiliki beberapa pilihan kontrasepsi.

"Ada kebutuhan mendesak untuk kontrasepsi oral yang efektif dan reversibel untuk pria. Meskipun banyak pendekatan berbeda telah diuji selama bertahun-tahun, belum ada yang mencapai pasar,” ungkap Prof Allan Pacey, profesor andrologi di University of Sheffield.

Kebutuhan akan kontrasepsi pria ini diperlihatkan dalam survei terhadap 1500 pria berusia 18 hingga 44 tahun. Hasil survei menunjukkan lebih dari 80 persen pria ingin mencegah pasangannya hamil dan merasa ingin berbagai atau bertanggung jawab terhadap beban pengendalian kelahiran.

Sebelumnya, konsep eksperimental kontrasepsi lainnya juga pernah dilakukan. Misalnya saja dalam bentuk gel dan suntikan. Namun hal ini membutuhkan waktu berminggu untuk mulai bekerja. Selain itu juga dapat menyebabkan gangguan suasana hati atau mengecilkan testis seseorang.

Hal itu membuat pengembangan kontrasepsi makin tersendat dan akhirnya hanya menyisakan pilihan kontrasepsi untuk pria yang terbatas.

Kini setidaknya hanya ada dua pilihan yakni kondom dan vasektomi, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Pada kondom yang tidak digunakan dengan benar memiliki tingkat kegagalan pencegahan kehamilan hingga 13 persen.

Dan sayangnya, beberapa pria tidak puas dengan jenis kontrasepsi itu. Laporan CDC menunjukkan hanya 8,6 persen pria di Amerika Serikat yang memakai jenis kontrasepsi ini.

Sementara itu vasektomi, prosedur pembedahan yang dilakukan untuk menghalangi saluran yang membawa sperma dari testis ke penis memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.

Namun di sisi lain, prosedur ini bisa jadi sulit dan mahal sehingga tidak semua orang bisa melakukannya. Mengutip Alodokter, biaya prosedur ini di Indonesia mulai dari Rp.11.000.000. Selain itu juga prosedur memiliki risiko dan efek samping, termasuk memar, bengkak, dan darah di air mani.

Dan dengan keefektifan yang dijanjikan, pil kontrasepsi menjadi pilihan yang jitu. Namun membuat pil pria yang aman dan efektif merupakan tantangan dan memerlukan waktu yang tidak sebentar — membuatnya belum terwujud hingga hari ini.

Sebagai kontrasepsi yang ideal setidaknya harus memenuhi beberapa hal seperti murah, mudah digunakan, bebas dari efek samping yang serius, dan gampang ditemukan.

Mengutip WebMD, pil disebut efektif bila dapat memperlambat atau menghentikan pembuatan dan pembentukan sperma, menghentikan sperma meninggalkan tubuh, memperlambat sperma mencapai sel telur, dan mencegah sperma membuahi sel telur.

Ditilik dari sisi biologisnya, hal tersebut yang menjadi kesulitan terbesar dalam mengembangkan kontrasepsi pria yang baru. Peneliti punya pekerjaan rumah untuk bisa mencegah sperma yang jumlahnya bisa mencapai 15 juta hingga 200 juta sperma per mililiter air mani yang dihasilkan oleh pria dewasa sehat.

Sementara penelitian sebelumnya menunjukkan jumlah sperma perlu dikurangi menjadi kurang dari 1 juta per militer untuk memberikan tingkat perlindungan kontrasepsi yang baik.

Tidak cukup sampai situ saja. Proses pengembangan kontrasepsi pria nyatanya jauh lebih rumit dari yang dibayangkan. Pengembangan kontrasepsi pria terutama didukung oleh organisasi pemerintah dan non-pemerintah, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia yang bekerja sama dengan pusat medis akedemik.

Hanya saja lembaga tersebut seringkali tidak memiliki infrasturktur pengembangan yang sebanding dengan perusahaan farmasi. Program pengembangan biasanya juga hanya dijalankan oleh segelintir personel.

Di satu sisi perusahaan farmasi disebut kurang berminat dengan pengembangan kontrasepsi pria ini. Salah satu alasannya adalah soal biaya pengembangan dan ketidakpastiaan pasar potensial. Termasuk juga mengenai ketidakpastian tentang siapa yang akan memberikan persetujuan ijin dari kontrasepsi tersebut. Sedangkan saat ini pun kontrasepsi wanita sudah bekerja dengan sangat baik.

Ketakutan Pria

Beberapa pria rupanya juga masih ragu-ragu apakah mereka akan menggunakan kontrasepsi atau tidak. Sebuah survei yang dilakukan oleh Parsemus Foundation, organisasi nirlaba berbasis di Amerika Serikat yang mendukung bidang penelitian medis terabaikan, menemukan 20 persen pria menyebut tidak akan meminum pil kontrasepsi, 20 persen akan meminumnya, dan sisanya mengatakan ragu-ragu.

Susan Walker, seorang profesor kontrasepsi dan kesehatan reproduksi di Universitas Anglia Ruskin di Inggris turut membagikan pengalamannya ketika berbicara dengan pria mengenai kontrasepsi.

Menurutnya, ada kehawatiran dari pria mengenai kesuburannya di masa depan dan tentang efek samping yang tidak diketahui dan baru terungkapkan bertahun-tahun setelah menggunakan suatu produk.

“Mereka khawatir akan menganggu performa seksnya,” kata Walker.

Soal hal ini, Dr. Brian Nguyen, asisten profesor kebidanan dan ginekologi klinis di Keck School of Medicine University of Southern California menanggapi bahwa, apapun metode kontrasepsi yang digunakan akan selalu ada efek samping yang tidak diinginkan, karena seseorang menggunakan sesuatu yang mengubah beberapa fungsi tubuh.

Jadi menurutnya yang lebih penting adalah bagaimana kontrasepsi pria ini dapat memberikan alternatif dalam penurunan angka kehamilan yang tidak diinginkan secara global, dan akan menjadi langkah menuju keadilan dan kesetaraan dalam reproduksi.

Sehingga beban pencegahan kehamilan yang selama ini sebagian besar ditanggung oleh perempuan, kini tidak ditanggung sendiri.

Baca juga artikel terkait ALAT KONTRASEPSI atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Lilin Rosa Santi