Menuju konten utama

Tips Menu Diet Sehat dan Mencegah Obesitas saat Pandemi Corona

WHO memberikan penjelasan mengenai apa saja menu diet sehat yang bisa mencegah obesitas dan  menjaga daya imun saat pandemi corona.

Tips Menu Diet Sehat dan Mencegah Obesitas saat Pandemi Corona
Ilustrasi menu diet. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pola makan sehat dengan gizi seimbang tidak hanya berguna mencegah obesitas, tetapi juga dapat mendukung sistem kekebalan (daya imun) tubuh. Faktor terakhir penting agar tubuh tidak mudah terinfeksi virus corona (Covid-19). Bahkan, kekuatan daya imun tubuh pun menentukan kecepatan orang bisa sembuh usai tertular Covid-19.

Maka itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menerbitkan panduan khusus berisi tips menu diet sehat yang perlu dikonsumsi saat pandemi virus corona. Panduan yang diberikan WHO tersebut berguna untuk mencegah obesitas, sekaligus mempertahankan daya imun tubuh.

Dalam publikasi resminya itu, WHO menyatakan bahwa khusus bagi bayi, pola makan sehat berarti pemberian ASI eksklusif minimal selama 6 bulan pertama usai kelahiran. Setelah periode itu, orang tua perlu mengenalkan makanan pelengkap ASI yang bergizi dan aman untuk bayi.

"ASI adalah makanan ideal untuk bayi. Aman, bersih dan mengandung antibodi yang membantu melindungi bayi dari banyak penyakit umum pada masa kanak-kanak," demikian penjelasan WHO.

"Sejak usia 6 bulan, ASI harus dilengkapi berbagai makanan yang aman dan padat gizi. Menyusui harus dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih," tambah WHO.

Sedangkan bagi anak-anak usia di atas 2 tahun, WHO menyatakan bahwa pola makan yang sehat dan seimbang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka.

"Bagi orang dewasa, pola makan sehat dapat membantu memastikan kehidupan yang lebih sehat dan aktif," tulis WHO di laman resminya.

Adapun sejumlah tips terkait menu diet sehat yang sebaiknya dikonsumsi oleh orang dewasa atau anak-anak pada masa pandemi corona, sesuai saran WHO adalah sebagaimana perincian berikut.

Konsumsi makanan yang beragam

WHO menyarankan agar menu diet sehat terdiri atas beragam jenis makanan. Makanan sehari-hari yang disarankan oleh WHO terdiri atas: campuran biji-bijian (gandum, jagung dan beras); kacang-kacangan; buah dan sayuran segar; dan sumber protein hewani (daging, ikan, telur dan susu).

Untuk asupan karbohidrat, WHO menyarankan sebaiknya diperoleh dengan mengonsumsi: jagung; oat; gandum; milet (jawawut); serta beras merah. Ini sebab, sumber-sumber karbohidrat tersebut kaya akan serat yang berguna untuk pencernaan dan bisa membantu perut kenyang lebih lama.

Sementara untuk camilan, WHO merekomendasikan sayuran, buah segar, dan kacang tawar.

Kurangi asupan garam

Demi diet sehat, sesuai saran WHO, setiap orang perlu membatasi asupan garam maksimal 5 gram (setara satu sendok teh) sehari. Selain meminimalisir konsumsi garam, saran WHO lainnya adalah mengurangi penggunaan saus asin dan bumbu (seperti kecap, kaldu atau kecap ikan) di masakan.

"Bereksperimenlah dengan herbal dan rempah lain untuk menambah rasa," tulis WHO.

Adapun jika mengonsumsi makanan kaleng, sebaiknya pilih sayuran, kacang-kacangan, dan buah-buahan, tanpa tambahan garam dan gula. WHO pun menyarankan untuk memilih produk makanan jadi dengan kandungan natrium rendah.

Kurangi asupan gula

WHO menyatakan diet sehat perlu dilakukan dengan mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi seperti: permen; minuman manis; minuman bersoda; jus buah; dan minuman berenergi. Selain itu, minuman dari sirup maupun perasa bubuk, minuman jadi rasa teh atau kopi, minuman susu dengan perasa buatan, juga perlu diminimalisir konsumsinya.

Jika mau camilan manis, sesuai tips dari WHO, lebih baik memilih buah segar daripada biskuit, kue dan coklat. Makanan penutup juga sebaiknya rendah gula dan dikonsumsi dalam porsi kecil.

"Hindari memberikan makanan manis kepada anak-anak. Garam dan gula tidak boleh ditambahkan ke makanan pendamping yang diberikan kepada anak di bawah usia 2 tahun, dan harus dibatasi setelah usia tersebut," WHO menambahkan.

Konsumsi lemak secara terbatas

Untuk membatasi konsumsi lemak, WHO menyarankan agar mengganti mentega, lemak babi, atau minyak samin dengan sumber nutrisi serupa yang lebih sehat, yakni seperti minyak zaitun, minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak jagung.

Lalu, sumber lemak hewani sebaiknya didapatkan dari ikan dan unggas. Sebab, kandungan lemak pada ikan dan unggas lebih rendah daripada daging merah. Demikian pula untuk susu, WHO juga menyarankan untuk memilih produk susu rendah lemak.

"Hindari makanan olahan, panggangan dan gorengan, yang mengandung lemak trans," demikian saran WHO. "Lebih baik mengukus atau merebus makanan saat memasak."

Minum Air dan jaga tubuh tetap terhidrasi

Kondisi hidrasi yang baik sangat penting untuk kesehatan optimal. Kapan pun tersedia dan aman untuk dikonsumsi, air putih adalah minuman paling sehat dan termurah.

"Minum air putih sebagai pengganti minuman manis juga jadi cara sederhana membatasi asupan gula dan kalori berlebih," jelas WHO.

Jangan minum alkohol

Alkohol bukan bagian dari menu diet sehat, dan tidak pula dapat mencegah penularan Covid-19, kata WHO. Konsumsi alkohol secara berlebih malah bisa meningkatkan risiko cedera, dan bisa pula memicu dampak jangka panjang seperti kerusakan hati, kanker, penyakit jantung, dan penyakit mental. "Tidak ada batas konsumsi alkohol yang aman," tegas WHO.

Obesitas Tingkatkan Risiko Covid-19 dan Dampaknya

Obesitas diyakini menjadi salah satu faktor yang bisa memicu peningkatan risiko dampak infeksi virus corona (Covid-19). Satgas Penanganan Covid-19 pun sudah mengingatkan bahwa setidaknya ada 4 kelompok orang yang rentan tertular Covid-19.

Keempat kelompok rentan tertular Covid-19 itu adalah: pemilik penyakit penyerta atau komorbid (hipertensi, diabetes, asma, gagal ginjal, sakit jantung); orang-orang lansia; orang yang punya daya tahan tubuh lemah; dan orang yang mengalami obesitas.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Jawa Barat Dr. dr. Gaga Irawan Nugraha, Sp.GK, MGizi, pernah menjelaskan kenapa orang dengan obesitas rentan tertular corona.

Gaga menjelaskan orang obesitas punya lemak lebih banyak pada permukaan sehingga reseptor untuk menempel virus lebih luas. Dengan kondisi itu, orang obesitas lebih mudah terinfeksi, sekaligus lebih berisiko mengalami sakit parah akibat Covid-19.

"Lemak tubuh mereka yang mengalami obesitas tersebar di mana-mana, jantung banyak lemak, juga perut. Sehingga ketika terinfeksi Covid-19, semakin sulit bernapas akibat paru-parunya lebih kecil karena kiri-kanan beserta jantungnya tertimbun lemak," ujar Gaga dalam satu talkshow yang digelar Satgas Covid-19, pada akhir September 2020.

Gaga menambahkan orang dengan obesitas juga lebih mungkin memiliki kelainan imunitas, yang menyebabkan ia lebih mudah tertular Covid-19 dan mengalami gejala berat.

Berdasar info laman Kementerian Kesehatan, obesitas dapat diketahui dari penghitungan Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index (BMI). Adapun rumus menghitung BMI adalah: berat badan dibagi hasil kali tinggi badan dalam kuadrat. Jika hasilnya lebih dari 27 maka itu pertanda obesitas.

Obesitas bisa diketahui pula dari ukuran lingkar perut. Untuk laki-laki, tanda obesitas adalah jika lingkar perut melebihi 90 cm. Sementara tanda obesitas di perempuan adalah ukuran lingkar perut lebih dari 80 cm.

Tips Mencegah Obesitas

Laman Kemenkes menginformasikan, bahwa mereka yang mengalami obesitas perlu menjaga pola tidur selama 6-8 jam sehari. Sebab, kurang tidur menyebabkan lebih banyak peluang waktu untuk makan dan mengurangi lamanya aktivitas fisik.

Bagi mereka yang mengalami obesitas, Kemenkes pun menyarankan agar melakukan aktivitas fisik selama 30 menit setiap hari (minimal 150 menit/minggu). Kemenkes pun menyarankan jalan kaki minimal 10.000 langkah per hari.

Olahraga lain yang bisa dicoba adalah naik sepeda, jogging, renang, golf, senam pernapasan, serta angkat beban dan lompat tinggi. Menurut Kemenkes, aktivitas olahraga perlu disesuaikan dengan denyut nadi maksimal menurut usia. Intensitas olahraga pun baiknya ditingkatkan secara bertahap dan dilakukan secara rutin, teratur, sekaligus dengan gerakan yang benar.

Sedangkan kembali mengutip penjelasan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Jawa Barat Dr. dr. Gaga Irawan Nugraha, Sp.GK, MGizi, mereka yang mengalami obesitas perlu membenahi gaya hidup yang salah, terutama di pola makan, istirahat, dan aktivitas.

"Orang bisa mengalami obesitas karena mengonsumsi makanan melebihi kebutuhan tubuhnya. Itu harus dihindari," kata dia.

Berdasarkan sejumlah riset, Gaga menyimpulkan makanan yang paling cepat bisa memicu obesitas pada kebanyakan orang di Indonesia adalah karbohidrat sederhana.

Jadi, mereka yang mengalami obesitas harus menghindari konsumsi gula, termasuk dalam bentuk makanan, permen, cokelat, dan lainnya. Seluruh jenis minuman yang mengandung gula juga mesti dihindari. "Kecuali, jika gula untuk bumbu masakan," ujar Gaga.

Selain itu, ia menambahkan, karbohidrat sederhana juga terdapat pada makanan yang terbuat dari tepung terigu, tepung kanji, maupun tepung beras. Oleh karena itu, makanan-makanan berbahan tepung pun sebaiknya dihindari.

"Semua camilan sekarang terbuat dari tepung terigu. Gula serta tepung terigu itulah yang paling meningkatkan gula darah dan memudahkan obesitas," kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung tersebut.

Baca juga artikel terkait TIPS DIET atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH