Menuju konten utama

Tiphone Gagal Bayar Utang Rp3,2 Triliun, Saham Kembali Disuspensi

Bursa Efek Indonesia memperpanjang suspensi atas saham Tiphone menyusul gagal bayar utang hingga Rp3,2 triliun.

Tiphone Gagal Bayar Utang Rp3,2 Triliun, Saham Kembali Disuspensi
[Ilustrasi] Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (8/7/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.

tirto.id - Bursa Efek Indonesia (BEI) memperpanjang suspensi atau penghentian sementara perdagangan saham PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE). Suspensi berlaku untuk seluruh pasar mulai perdagangan Selasa, 14 Juli 2020 sesi I.

Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI, Vera Florida dalam keterbukaan informasinya menyebutkan, suspensi diperpanjang sehubungan dengan gagal bayar obligasi Tiphone. Pada 10 Juni dan 22 Juni, BEI sudah mengenakan penghentian sementara perdagangan saham Tiphone. Saham TELE sebelum disuspensi sebesar Rp121 per lembar.

Suspensi diperpanjang dengan merujuk pengumuman PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tentang penundaan pembayaran bunga ke-15 Obligasi BKLJ I Tiphone Tahap II Tahun 2016 Seri C (TELE01CCN2).

Pada 7 Juli 2020, Tiphone mengirimkan surat kepada BEI tentang gagal bayar utang yang terdiri dari obligasi dan utang ke bank sindikasi. Obligasi yang gagal bayar terdiri dari utang pokok Rp231 miliar dan bunga Rp6,063 miliar yang jatuh tempo pada 22 Juni. Ditambah obligasi dengan nilai pokok Rp500 miliar dan bunga Rp14,375 miliar yang jatuh tempo 19 Juni 2020. Sementara utang kepada bank sindikasi terdiri dari utang pokok Rp2,5 triliun ditambah bunga sebesar Rp25,857 miliar plus 923.348 dolar yang jatuh tempo 23 Maret 2020, dan bunga Rp25,867 miliar dan 759.375 yang jatuh tempo pada 22 Juni 2020.

Dalam surat tersebut, manajemen Tiphone mengaku sedang berupaya melakukan restrukturisasi utangnya. Pada 6 Mei 2020, perseroan menunjuk PT Borrelli Walsh sebagai penasihat keuangan untuk membantu proses restrukturisasi.

Pada 3 Juli 2020, Majelis Hakim Pengadilan Niaga telah menyatakan Tiphone berada dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara selama 42 hari. Dengan proses PKPU Sementara ini, perseroan berdiskusi dengan para kreditur untuk melakukan restrukturisasi utang dan kewajiban, termasuk yang sudah jatuh tempo.

Tiphone belum melaporkan laporan keuangan tahun 2019 kepada BEI. Terakhir laporan adalah untuk triwulan III-2019. Per 30 September 2019 mencatat pendapatan netto sebesar Rp19,947 triliun, turun dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp22,719 triliun. Laba kotornya turun dari Rp1,33 triliun menjadi Rp1,221 triliun.

Tiphone awalnya merupakan perdagangan perangkat telekomunikasi, yaitu telepon seluler beserta suku cadang, aksesoris, pulsa, dan jasa perbaikan (reparasi). Pada tahun 2011, Tiphone mengakuisisi Telesindo Shop yang bergerak pada bidang retail dan outlet, serta PT Excel Utama Indonesia (EUI) yang merupakan dealer nasional dan distributor XL Axiata.

Pada tahun 2012, Tiphone mencatatkan sahamnya di BEI. Harga sahamnya saat IPO sebesar Rp310 per lembar. Pada tahun 2014, PT PINS Indonesia, anak perusahaan Telkom Group, menjadi salah satu pemegang saham Perseroan. PT PINS Indonesia merupakan anak usaha Telkom yang bergerak di bisnis integrasi perangkat, jaringan, sistem dan proses menggunakan konsep Internet of Things (IoT)

Dengan masuknya PT PINS Indonesia, perseroan kemudian fokus dalam pendistribusian produk-produk Telkom Group, khususnya Telkomsel.

Berdasarkan data dari BEI, pemegang saham Tiphone adalah PT Pins Indonesia (24%), PT Upaya Cipta Sejahtera (37,32%), PT Esa Utama Inti Persada (13,68%), Publik (25%).

Baca juga artikel terkait TIPHONE atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Bisnis
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Abdul Aziz