Menuju konten utama

Tinggalan Pergudangan Era VOC, Saksi Perkembangan Kota Batavia

Kompleks pergudangan di utara Jakarta jadi tengara sejarah niaga era VOC. Berubah seiring dengan perkembangan kota.

Tinggalan Pergudangan Era VOC, Saksi Perkembangan Kota Batavia
Header Mozaik Gudang Tua VOC di Jakarta. tirto.id/Tino

tirto.id - Banyak jejak sejarah bertebaran di wilayah pesisir utara Jakarta, terutama di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa. Itu merupakan niscaya karena sejarah Jakarta sudah berlangsung sejak beratus tahun yang lalu.

Jakarta memang paling sohor kala masih bernama Batavia. Namun jauh sebelum itu—bahkan sebelum kedatangan bangsa Belanda yang menjadikannya pusat niaga, ia sudah jadi pelabuhan internasional. Menurut sejarawan Adolf Heuken dalam Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta (2016), Kerajaan Sunda sudah menjalin hubungan dengan China dan Jepang sampai melalui pelabuhan Sunda Kelapa pada abad ke-12.

Pada abad ke-17, Sunda Kelapa kemudian dikuasai VOC yang mengubah namanya jadi Batavia. Gubernur Jenderal VOC J.P. Coen berambisi membangun emporium perdagangan di Asia dengan Batavia sebagai ibu kotanya. Orientasi itu lantas jadi dasar pengembangan kota hingga bertahun-tahun setelahnya.

Bahkan, Belanda akhirnya sukses pula melebarkan jangkauan ekonominya dengan mendirikan kantor-kantor dagang (factorij) kota-kota besar lain, seperti Aceh (1601), Patani (1601), Gresik (1602), dan Johor (1603).

Salah satu bukti penting peran Batavia sebagai pusat perdagangan rempah-rempah era VOC adalah kompleks-kompleks pergudangan yang sisa-sisanya masih bisa kita tengok di sekitar Kota Tua.

Dalam buku Gudang-Gudang Tua di Jakarta: Merawat Memori Rempah dan Pergudangan Tua di Jakarta Abad 17-18 (2022), Ary Sulistyo menyebut bahwa VOC berambisi melakukan penguasaan perdagangan di kawasan Nusantara. Maka dibangunlah berbagai fasilitas untuk turut memuluskan ambisi itu, seperti tembok keliling, benteng, kanal-kanal, kastil, dan tentu saja kompleks pergudangan.

Riwayat Tiga Gudang VOC

Kini, terdapat tiga kompleks gudang VOC yang masih bisa dilihat fisiknya di utara Jakarta, yaitu, Gudang Barat (Westzijdsche Pakhuizen), Gudang Timur (Oostzijdsche Pakhuizen), dan Gudang Galangan.

Yang paling terkenal di antara ketiganya adalah Gudang Barat yang kini difungsikan sebagai Museum Bahari. Gudang Barat dibangun secara bertahap pada 1652-1771.

Seturut Heuken, gudang yang berdiri di tepi muara Ciliwung ini dulunya digunakan VOC untuk penyimpanan komoditas, seperti rempah-rempah, kopi, teh, hingga kain.

Gudang Barat lalu mengalami perubahan fungsi pada masa Pendudukan Jepang. Kali ini, Jepang memanfaatkannya sebagai gudang penyimpanan logistik militer. Usai Indonesia merdeka, Gudang Barat sempat dipakai oleh PLN dan lalu PT Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT).

Sejak 1972, Pemerintah Jakarta menetapkan bangunan Gudang Barat dan Menara Syahbandar sebagai bangunan bersejarah. Ia lalu dipugar dan kemudian diresmikan sebagai Museum Bahari pada 7 Juli 1977.

Gudang Barat tinggalan VOC yang kini menjadi Museum Bahari

Gudang Barat. Foto/Sutanto KJB

Gudang Timur, sesuai namanya, berada di sisi timur muara Ciliwung. Pembangunannya diperkirakan sezaman dengan Gudang Barat. Ia juga beberapa kali melalui proses pembangunan ulang selama VOC berkuasa di Batavia.

Bangunan tertuanya dibangun sekira 1652 sebagai bagian dari perluasan kota ke arah timur. Beberapa bangunan gudang baru kemudian dibangun bertahap selama 1748-1759.

Kompleks gudang ini kemudian juga dikenal dengan sebutan Graanpakhuizen alias Gudang Gandum. Seturut penelusuran Heuken, sebutan itu berasal dari fungsi utama gudang di zamannya sebagai tempat penyimpanan logistik, seperti biskuit gandum, buncis, dan kacang-kacangan.

Menurut sejarawan JJ Rizal, gudang ini juga digunakan untuk menyimpan segala bahan makanan untuk pegawai-pegawai VOC. Mulai dari minuman anggur, daging dan ikan kering, mentega, hingga minyak zaitun.

Pendek kata, dari gudang ini dapat dilihat meja makan para pejabat VOC. Sebab, selain menerima gaji dan uang makan, mereka mendapat aneka minuman serta barang kebutuhan sehari-hari dari gudang pemerintah,” tulis Rizal dalam esainya untuk Koran Tempo.

Sayang sekali, kondisi komplek pergudangan VOC ini sungguh merana. Pada 1995, dua dari empat bangunan Gudang Timur dibongkar untuk memuluskan pembangunan jalan tol. Sisa-sisa gudang yang masih berdiri pun tak terawat hingga tembok-temboknya digerogoti akar pohon yang tumbuh di sekitarnya.

Gudang Timur atau dikenal juga dengan sebutan Gudang Gandum merupakan tempat penyimpanan logistik VOC. Kini, kondisinya merana karena terbengkalai.

Gudang Timur. Foto/Sutanto KJB

Sementara itu, ada pula Gudang Galangan yang dulunya merupakan bagian dari bengkel kapal VOC. Berdiri di tepi barat Ciliwung, bangunan tertuanya diperkirakan dibangun sejak abad ke-17.

Sesuai namanya, Gudang Galangan digunakan untuk penyimpanan perkakas dan material untuk perbaikan kapal VOC. Salah satu bangunannya kini telah mengalami pemugaran dan dialihfungsikan menjadi restoran dan galeri.

Dekat Jalur Transportasi Air

Secara umum, ketiga kompleks gudang tinggalan VOC itu memiliki kemiripan struktur. Ketiga kompleks umumnya berlantai satu atau bertingkat tiga. Bagian fondasinya diperkirakan dibuat dari susunan bata di atas balok dan papan. Ia masih dilapisi atau diperkuat lagi dengan pecahan kerang, pasir, dan batu karang.

Lantai semua bangunan, khususnya pada lantai dasar, dibuat dengan material batu granit dengan ukuran bervariasi.

Ketiga kompleks gudang berkonstruksi bangunan permanen dengan bahan dasar kayu dan bata. Bahan kayu jati ini memang banyak digunakan pada bangunan tinggalan VOC di Batavia. Salah satu contoh penggunaannya adalah untuk tiang penyangga.

Sementara itu, sebagian besar atap bangunan dibuat dengan model pelana. Persamaan bentuk atap dan tinggi bangunan ini merupakan salah satu ciri bangunan tinggalan era VOC.

Denah bangunan gudang-gudang VOC umumnya berbentuk persegi panjang dan cukup luas untuk ukuran zamannya. Luas Gudang Barat atau Museum Bahari, misalnya, mencapai 14.000 meter persegi. Hal ini menunjukkan besarnya volume perdagangan di Bandar Batavia.

Sebagian besar bangunan pergudangan ini membujur dari utara ke selatan atau dari barat laut ke tenggara. Kompleks pergudangan VOC juga lazimnya dibangun di titik-titik dekat kanal, muara sungai, atau pantai. Ini tengara bahwa gudang-gudang itu sekaligus menjadi bagian dari jalur transportasi air di Batavia.

Infografik Mozaik Gudang Tua VOC di Jakarta

Infografik Mozaik Gudang Tua VOC di Jakarta. tirto.id/Tino

Keberadaan kompleks pergudangan ini mendukung kegiatan bandar Batavia yang ramai kapal-kapal dagang.

Dwihastoro dalam tesisnya Gudang-Gudang VOC di Batavia Abad XVII–XVIII (2002) menyebut bahwa gudang-gudang VOC terus mengalami perubahan bentuk dan keletakan seiring perkembangan wilayah kota. Beberapa di antaranya bahkan sudah lenyap dan kehilangan matriksnya.

Selain dekat jalur transportasi air, kompleks pergudangan juga ditempatkan secara strategis dekat pelabuhan, Kastil Batavia, dan tembok kota.

Pola perencanaan Kota Batavia dengan sistem grid-nya membentuk jaringan transportasi kanal yang memudahkan akses terhadap tempat-tempat itu. Hal ini juga disesuaikan dengan perkembangan kota selanjutnya, seperti perluasan Batavia menjadi kota-benteng (citadel).

Studi atas peta-peta lama Kota Batavia juga bisa menjelaskan hal itu. Peta pertama yang mencantumkan bangunan pergudangan milik VOC dibuat oleh J.W. Ijzerman (1619). Peta Ijzerman telah tercantum kompleks galangan kapal VOC di sekitar Sunda Kelapa.

Lalu, ada peta C.A. Laupen yang bertarikh 1764 yang telah menggambarkan dengan cukup jelas keletakan dari kompleks Gudang Barat, Gudang Timur, dan galangan kapal VOC. Kala itu, Kota Batavia sudah diperkuat dengan tembok keliling.

Baca juga artikel terkait BATAVIA atau tulisan lainnya dari Ary Sulistyo

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ary Sulistyo
Penulis: Ary Sulistyo
Editor: Fadrik Aziz Firdausi