Menuju konten utama

Tim Prabowo Nilai Pendapat Yusril Soal TSM Masih Relevan Digunakan

Ketua Tim Hukum pasangan 01 Yusril Ihza Mahendra menilai kesaksiannya saat Pilpres 2014 yang dikutip oleh Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak relevan lagi digunakan.

Tim Prabowo Nilai Pendapat Yusril Soal TSM Masih Relevan Digunakan
Kuasa hukum Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 selaku pemohon Bambang Widjojanto (kanan) dan Denny Indrayana (kir) mengikuti sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Ketua Tim Hukum pasangan 01 Yusril Ihza Mahendra menilai kesaksiannya saat Pilpres 2014 yang dikutip oleh Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak relevan lagi digunakan.

Namun, anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah tak mempermasalahkan bila Yusril menanggap pernyataannya sudah tak relevan karena sudah diakomodir pada UU Pemilu yang baru, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017.

"Boleh saja beliau berdalih seperti itu bahwa omongannya enggak relevan lagi," jelas Nasrullah di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).

Nasrullah meyakini pendapat Yusril tersebut masih relevan untuk dicantumkan dalam permohonan gugatan. Pernyataan Yusril tersebut, kata Nasrullah, yang kemudian menjadi salah satu dasar dibuatnya UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Menurut Nasrullah, pernyataan Yusril itu menunjukkan bahwa saat itu Yusril menginginkan agar MK bisa menyidangkan perkara hasil Pemilu tak hanya melihat dari hasil perolehan suara saja, namun juga menangani kecurangan pada Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Beliau kan sebenarnya menginginkan MK harusnya seperti itu kan. MK mengadili bukan hanya hitung-hitungan, kemudian ide beliau digunakan untuk membuat UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 itu," jelasnya.

Sebelumnya, Yusril merasa kutipannya saat bersaksi pada sidang sengketa hasil Pilpres 2014 tersebut sudah tidak relevan karena sudah diakomodir dalam UU Pemilu yang baru, yakni UU No 7 tahun 2017.

"Saya mengatakan seperti itu dalam konteks ketidakjelasan peraturan perundang-undangan, tapi setelah lahirnya Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 kewenangan-kewenangan itu sudah lebih jelas diatur," kata Yusril di sela istirahat persidangan sengketa Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).

Yusril menerangkan, dirinya mengeluarkan pandangan tersebut karena ada ketidakjelasan pihak yang berwenang menangani kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). MK di era kepemimpinan Mahfud MD kemudian memunculkan yurisprudensi posisi MK sebagai pihak yang menentukan putusan sidang sengketa tersebut.

Yusril menerangkan, UU nomor 7 tahun 2017 sudah mengatur pihak yang berhak menyidang perkara TSM. Ia mencontohkan pelanggaran administratif pemilu menjadi kewenangannya Bawaslu dan PTUN. Kemudian jika terjadi pelanggaran pidana dalam proses pemilu seperti kasus suap money politic masuk kewenangan Gakkumdu dan kemudian diserahkan kepada polisi dan jaksa.

"Jadi semua sudah diatur. Jadi MK betul-betul mengadili perselisihan hasil bukan mengadili proses," kata Yusril.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri