Menuju konten utama

Tim Hukum Nasional Buatan Wiranto: Bermasalah dan Politis

YLBHI dan PSHK menilai pembentukan tim hukum nasional bermasalah secara hukum tata negara lantaran Indonesia sudah memiliki perangkat hukum yang jelas.

Tim Hukum Nasional Buatan Wiranto: Bermasalah dan Politis
Menko Polhukam Wiranto (kanan) didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo memberikan keterangan seusai memimpn rapat koordinasi dengan kementerian dan instansi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5/2019). ANTARA FOTO/Handout/Humas Kemenko Polhukam/wpa/foc.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto kembali membuat pernyataan yang kontroversial. Ia mengatakan akan ada tim yang mengkaji ucapan-tindakan tokoh-tokoh yang berpeluang mengancam keamanan negara. Tim ini diisi oleh akademisi yang juga pakar hukum pidana.

"Kami membentuk tim hukum nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia, yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Wiranto tak menjabarkan secara detail apa alasannya mengusulkan pembentukan tim ini. Semua serba samar. Dia hanya bilang kalau siapa pun yang berusaha menjelekkan pemerintah tidak bisa dibiarkan.

Meski demikian, apa yang dikatakan Wiranto sepertinya tak bisa dilepaskan dari situasi pasca-pilpres. Sebagian pihak, terutama dari tim Prabowo-Sandiaga, tak terima dengan hasil sementara pemilu. Amien Rais misalnya, mengancam akan mengerahkan people power untuk menggagalkan hasil pemilu yang dianggap tak adil.

Dia mengatakan penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, adalah bagian dari petahana.

"KPU itu makhluk politik buatan pemerintah petahana. Jadi kalau menyerang KPU tok itu kita seperti orang yang enggak paham masalah. Jadi KPU adalah pintu buat menyerang di atasnya, di atasnya lagi," kata Amien, Sabtu (4/5/2019) lalu.

Sudah Ada Perangkat Hukum

Usul Wiranto dikritik Kepala Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur. Isnur mempertanyakan tim atau lembaga seperti apa yang dimaksud Wiranto.

Menurutnya, tugas tim tersebut--jika benar dibentuk--sudah termaktub dalam peraturan-peraturan yang sudah ada. Dengan kata lain, sia-sia belaka.

"Jika seseorang diduga melakukan kejahatan, ya, kan sudah ada KUHP, KUHAP, dan Undang-Undang lain yang mengatur. Kok seperti tidak membaca dan mendasarkan pada Undang-Undang yang ada?" kata Isnur kepada reporter Tirto, Selasa (7/5/2019).

Isnur lantas menilai pernyataan yang dikeluarkan oleh Wiranto sangat berbahaya. Menurutnya Wiranto sama saja tidak menghargai hak-hak warga yang sudah diatur dalam konstitusi dan hukum lain.

"Konsep negara hukum dan konstitusi kita mensyaratkan penghormatan akan kekuasaan kehakiman dan proses peradilan yang adil," tegasnya.

Politis

Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti juga menilai pembentukan tim hukum nasional oleh Wiranto tidak tepat. Pasalnya, kata dia, pasca-pemilu seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah mengupayakan rekonsiliasi atau menyatukan kembali masyarakat, dan usul ini, katanya, malah sebaliknya.

"Ini malah bikin keruh," kata Bivitri kepada reporter Tirto.

Bivitri juga menilai pembentukan tim hukum nasional bermasalah secara hukum tata negara. Sama seperti Isnur, Bivitri beralasan sudah ada perangkat hukum untuk melakukan penindakan suatu pidana.

"Bahkan sudah lebih dari cukup. Untuk apa juga dibentuk dari pakar-pakar? Kan sudah ada fungsinya aparat penegak hukum. Ada kepolisian," jelasnya.

Satu hal lagi yang dipertanyakan oleh Bivitri adalah munculnya diksi "tokoh-tokoh" yang menurutnya memperkuat dugaan kalau tim ini semata-mata bertujuan politis.

"Pandangan tokoh? Saya agak gimana, ya. Penegakan hukum harusnya ke siapa pun. Bukan hanya tokoh. Kenapa menyasar ke tokoh? Agak politis," katanya.

"Istilahnya, ini penegakan hukum yang sangat berlebihan. Bisa membungkam siapa saja. Iklim demokrasi jadi buruk," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan