Menuju konten utama

Tim Asistensi Hukum Bikinan Wiranto Bak Penyelidik Resmi Negara

Tim asistensi hukum bertugas bak penyelidik: menentukan apakah ada unsur pidana atau tidak.

Tim Asistensi Hukum Bikinan Wiranto Bak Penyelidik Resmi Negara
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) meresmikan Tim Asistensi Hukum pada 8 Mei lalu. Tim yang dibentuk Wiranto itu terdiri dari 24 praktisi dan akademisi hukum kondang dan akan bekerja setidaknya sampai 31 Oktober 2019.

"Kami membentuk tim hukum nasional yang akan mengkaji ucapan, tindakan, pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu, siapa pun dia, yang nyata-nyata melanggar dan melawan hukum," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Tim ini dikritik sejumlah orang saat pertama kali diwacanakan. Kepala Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur misalnya, mengatakan tim ini tak perlu ada karena sudah ada perangkat yang jelas untuk menindak para pelanggar hukum.

"Jika seseorang diduga melakukan kejahatan, ya, kan sudah ada KUHP, KUHAP, dan Undang-Undang lain yang mengatur. Kok seperti tidak membaca dan mendasarkan pada Undang-Undang yang ada?" kata Isnur kepada reporter Tirto.

Jadi sebetulnya, apa kerja mereka?

Sekretaris tim, Adi Warman, mengatakan tugas utama mereka adalah melakukan kajian atas isu-isu atau kasus-kasus tertentu untuk menemukan apakah ada unsur pidana atau tidak di dalamnya. Setelah itu mereka akan memberi rekomendasi.

"Jadi kami bentuknya semacam saran kepada penyidik," kata Adi kepada reporter Tirto, Jumat (10/5/2019).

Adi bilang tim tak seperti yang dituduhkan para kritikus. Dia mengklaim orang-orang yang bergabung akan bekerja secara objektif dan berhati-hati dalam memberikan rekomendasi. Mereka tak akan serta merta memvonis suatu kasus tanpa landasan hukum yang jelas. "Tim ini benar-benar netral," tambahnya.

Salah satu anggota tim, I Gede Pantja Astawa, beranggapan tim ini penting dibentuk. Karena itu pula dia menyanggupi ketika diajak bergabung. Dia bilang tim tak akan mengintervensi proses hukum, meski dibentuk oleh lembaga negara.

Menurutnya perang penting tim justru pada saat-saat seperti ini: ketika masyarakat terpolarisasi sedemikian rupa karena pilihan capres masing-masing.

"Agar stabilitas politik maupun keamanan tidak terganggu oleh ucapan-ucapan atau tindakan-tindakan yang nanti akan berpengaruh kepada eksistensi Indonesia, makanya tim ini mendesak dibentuk," kata Panca kepada reporter Tirto.

Panca lantas meminta masyarakat tidak serta merta mengkritik sebelum merasakan manfaat tim.

"Jangan apriori dulu. Ini tim sama sekali tidak bermaksud reaktif membunuh pikiran pikiran atau ucapan-ucapan yang memang diakui kebebasannya," klaimnya.

Tetap Dikritik

Komnas HAM sudah tahu tim ini beserta tugasnya. Namun itu tak menyurutkan kritik. Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan berpendapat tim ini seperti penyelidik di luar institusi resmi, dalam hal ini polisi.

"Tim asistensi tersebut melakukan atau bertindak atau berperan sebagai kuasi penyelidik," katanya.

Dia juga bilang tetap saja tim berpotensi mereduksi kebebasan berekspresi. Sebabnya, tim ini dibentuk untuk merespons dinamika politik yang muncul pasca pemilu. Misalnya, soal anjuran-anjuran people power yang digaungkan kubu oposisi seperi Kivlan Zen dan Eggi Sudjana. Eggi bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka karena pernyataannya soal people power seperti makar.

"Pemerintah seperti sedang mendayagunakan pendekatan politik kekuasaan untuk mengintervensi independensi hukum," tambahnya.

Dari sisi legal-formal, tim ini juga bermasalah karena dibentuk hanya dengan dasar keputusan Menko Polhukam. Tim sejenis ini mestinya dibentuk lewat Undang-Undang yang dibikin oleh legislatif.

Komisioner Komnas HAM lain, Chairul Anam, berpendapat serupa. Rekomendasi tim yang harus ditindaklanjuti membuat seseorang berpotensi dikriminalisasi. Soalnya, dalam peraturan, rekomendasi mereka wajib diproses.

"Kalau memang kebutuhannya penegakan hukum, cukup di kepolisian saja," kata Anam di kantor Komnas HAM, Jakarta.

Atas alasan-alasan itu Anam meminta pemerintah mengevaluasi keberadaan tim. Ia berharap pemerintah lebih mempercayakan penegakan hukum kepada institusi yang memang berhak, daripada dicap penjelmaan orde baru.

"Enggak apa-apa dievaluasi. Itu biasa. Kalau kayak begini kayak Kopkamtib zamannya Soeharto," pungkas Anam.

Baca juga artikel terkait TIM ASISTENSI HUKUM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino