Menuju konten utama
Pandemi Corona

Tiket Pesawat Murah Jadi Biang COVID-19 Masif di Indonesia?

Pemerintah Indonesia memberikan insentif berupa diskon tiket pesawat untuk memulihkan kembali sektor pariwisata yang terhantam dampak virus Covid-19. Dampak dari langkah ini dinilai kontraproduktif dan bisa makin memperparah persebaran COVID-19.

Tiket Pesawat Murah Jadi Biang COVID-19 Masif di Indonesia?
Petugas memeriksa suhu tubuh penumpang pesawat yang tiba di area Terminal Kedatangan Domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Selasa (10/3/2020). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf.

tirto.id - Pemerintah Indonesia memberikan insentif berupa diskon tiket pesawat untuk memulihkan kembali sektor pariwisata yang terhantam dampak virus Covid-19. Diskon ini diberikan mulai 1 Maret 2020.

Diskon tiket pesawat diberikan hingga separuh harga alias 50 persen dari harga tiket. Potongan harga untuk 25 persen kursi per pesawat yang terbang ke sepuluh destinasi pilihan selama tiga bulan sejak 1 Maret-31 Mei 2020.

Pemerintah memberikan diskon untuk tiket pesawat mulai dari 45-50 persen. Pertama, diskon 45 persen dari harga tiket untuk penerbangan pada maskapai "full service". Kedua, pesawat medium class dikorting 48 persen. Ketiga, tiket maskapai "low cost carrier" diganjar diskon 50 persen dari harga normal.

Sementara itu, ada kategori imported case dalam perkara Covid-19 di Indonesia. Imported case artinya kasus menimpa pendatang yang baru tiba dari luar negeri atau daerah dengan wabah virus corona tanpa terkait dengan klaster mana pun.

Hingga Rabu (11/3/2020), ada 22 imported case Covid-19 di Indonesia. Bahkan, kemarin, Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus resmi mengumumkan virus Covid-19 sebagai pandemi.

Muchamad Nabil Haroen, anggota Komisi IX DPR Fraksi PDI Perjuangan, berpendapat diskon tiket pesawat dan pandemi Covid-19 adalah hal yang bertolak belakang. "Itu dua hal berbeda. Tiket murah tidak bisa dianggap sebagai buang wabah Corona. Tiket murah itu ranah bisnis, Corona itu ranah penyakit. Sudah pasti berbeda," kata dia ketika dihubungi Tirto, Kamis (12/3/2020).

Nabil melanjutkan, pemerintah harus menimbang ulang penggelontoran insentif untuk pariwisata. Prioritasnya, di peningkatan pelayanan kesehatan. Selain itu, yang mesti ditingkatkan adalah kesadaran dan kewaspadaan masyarakat untuk mencegah penularan virus tersebut. "Mereka yang dari luar negeri, dari negara yang tingkat infeksinya tinggi, harus melapor ke rumah sakit rujukan atau ikuti protokol yang sudah ditentukan Kementerian Kesehatan," imbuh Nabil.

Ia juga berpendapat masyarakat dapat mengurangi kegiatan berkumpul dengan massa untuk mengurangi persebaran virus. Pemerintah, lanjut Nabil, dan kementerian/lembaga terkait harus terus mengatasi penyebaran Covid-19, seperti memberikan pelayanan kesehatan, pemberian informasi yang akurat satu pintu guna menumbuhkan kepercayaan publik.

Kebijakan pengobatan gratis bagi pasien terdampak Covid-19 harus dikawal. Pemerintah menanggung seluruh biaya perawatan pasien yang terpapar virus itu. Kebijakan ini tercantum Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.01.07/MENKES/104/2020 tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus.

"Kebijakan ini harus dikawal, agar implementasinya betul dirasakan warga. Jangan sampai salah persepsi dalam eksekusinya pada pelayanan kesehatan pasien," jelas Nabil. Kebijakan ini membutuhkan anggaran besar, serta tenaga ekstra dari tenaga medis. "Harus ada pengawalan, kalkulasi anggaran serta informasi yang jelas ke publik."

Perlambatan ekonomi turut terdampak akibat pandemi corona ini. Namun, lanjut Nabil, banyak negara mengalami hal yang sama. Maka Indonesia diminta tidak salah langkah hingga menyebabkan krisis yang lebih besar. Ia mencontohkan Italia dan Iran juga telah melakukan lockdown karena persebaran Covid-19. "Kalau seperti itu, diskon tiket pesawat dan insentif anggaran untuk pariwisata tidak ada gunanya, karena pasti wisatawan akan menunda perjalanan," tutur Nabil.

Dana Khusus Insentif Pariwisata

Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai dana khusus untuk insentif pariwisata baru disediakan nanti. Ia menerangkan ihwal pajak daerah dari hotel dan restoran, misalnya, akan dibebaskan dan ditanggung oleh pemerintah pusat. Sistem reimburse dari pemerintah pusat akan diberlakukan dalam hal ini.

Insentif untuk pajak daerah, Eko menilai masih sulit. Sedangkan soal tiket, jika bersifat realokasi artinya anggaran penanggulangan Covid-19 terbatas. "Harusnya ada anggaran tersendiri karena masalah tidak hanya pariwisata yang melemah, tapi juga aspek penanganan kesehatan yang masih kurang," jelas dia ketika dihubungi Tirto, Kamis (12/3/2020).

"Seharusnya pemerintah tidak realokasi insentif pariwisata ke penanganan Corona. Harus ada anggaran khusus," tambahnya.

Meski beralasan demi perhitungan ekonomi, langkah pemerintah memberi diskon wisata besar-besaran di tengah persebaran Covid-19 yang makin masif dinilai kontradiktif. Apalagi banyak negara yang memilih mengisolasikan diri karena virus ini, bila pemerintah Indonesia tidak berhati-hati maka bisa saja berdampak buruk.

"Saya khawatir kebijakan ini didiskusikan. Apakah ada diskusi kebijakan insentif pariwisata ke Kementerian Kesehatan atau ahli kesehatan, karena pola penyebaran [Covid-19] cepat," ucap Eko. Sebab jangan sampai keputusan pemerintah semata karena faktor ekonomi. Sistem zonasi juga penting, namun stimulus tiket murah belum tentu efektif membuat masyarakat tertarik bepergian.

"Kebijakan [insentif diskon tiket pesawat] kontraproduktif dengan penanganan jangka pendek. Orang akan berwisata jika situasi nyaman, jadi kemungkinan [kebijakan] ini tidak efektif," terang Eko.

Soekarno-Hatta Terus Awasi Pendatang

Di sisi lain, pemerintah menyebutkan telah melakukan pengawasan di pintu-pintu masuk bagi pendatang yang masuk ke Indonesia. Salah satunya di Bandara Soekarno-Hatta. Warga negara Cina, Italia, Iran dan Korea Selatan harus mengantre dalam Jalur 1 pemeriksaan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. "Karena kami ketahui penyebaran [Covid-19] dari negara tersebut cukup masif," ucap Senior Manager of Branch Communication & Legal PT Angkasa Pura II Febri Toga Simatupang, ketika dihubungi Tirto, Kamis (12/3/2020).

Langkah itu salah bentuk pencegahan penyebaran Covid-19 yang dilakukan oleh pengelola Bandara Soekarno-Hatta dalam kategori imported case. Sementara, warga negara lain termasuk orang Indonesia, diperkenankan diperiksa di Jalur 2 hingga Jalur 5. Pemisahan itu juga untuk mengurai antrean penumpang.

Pihaknya pun juga berkoordinasi dengan Komite Fasilitas yang terdiri dari PT Angkasa Pura II, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Imigrasi, TNI-Polri, serta maskapai untuk pencegahan Covid-19.

"Kami mendukung upaya pencegahan yang dilakukan KKP. Seperti ikut pembagian red alert card penumpang yang datang ke bandara. Kami sediakan fasilitas pemeriksaan [penumpang] agar berjalan baik dengan menyiapkan thermal scanner dan thermal gun," jelas Febri.

Pembersih tangan (hand sanitizer) juga disediakan di area bandara, disusul dengan penambahan tenaga medis, tenaga pengamanan dan tenaga pelayanan agar pemeriksaan lancar.

Layanan contact center 138 juga dapat diakses publik. Siapapun dapat menelepon nomor itu untuk menggali informasi ihwal Covid-19 di Bandara Soekarno-Hatta. Sosialisasi bahaya dan pencegahan perihal virus itu juga Febri akui telah dilakukan kepada masyarakat.

"Kami adakan video-video di seluruh digital media yang ada di Terminal 1 hingga Terminal 3, juga di sosial media PT Angkasa Pura II," tutur Febri. Presiden Joko Widodo sempat menyebut thermal scanner untuk mengecek suhu tubuh tidak sepenuhnya akurat 100 persen.

Berkaitan dengan hal itu, PT Angkasa Pura II belum meminta alat cek yang lebih akurat. Febri tak menjawab gamblang, namun menjelaskan bila ada suspect, petugas KKP akan melanjutkan ke ruang pemeriksaan khusus dan dirujuk ke rumah sakit. "Tapi ada tambahan, kami adakan mobil thermal scanner untuk pemeriksaan domestik," imbuh dia.

Baca juga artikel terkait WABAH VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri