Menuju konten utama

TII Paparkan Penyebab Penegak Hukum Terlibat Korupsi

Penegak hukum kerap terlibat korupsi karena mentalitas hakim yang lemah dan minimnya pengawasan dari Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

TII Paparkan Penyebab Penegak Hukum Terlibat Korupsi
Sejumlah pegawai PN melihat ruang Panitra Pengganti berinisial TA yang disegel KPK dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa (13/3/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Dadang Tri Sasongko memaparkan penyebab penegak hukum terjerumus dalam praktik korupsi. Menurutnya, secara internal para hakim memiliki mentalitas yang lemah.

Selain faktor internal, praktik korupsi oleh penegak hukum juga disebabkan pengawasan seperti Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung kurang bekerja secara optimal.

“Karena pengawasannya lemah itu maka hakim bekerja sama dengan Panitera atau menggunakan panitera sebagai perantara dengan para penyuapnya untuk memperjualbelikan putusan pengadilan. Ada pengawasan sampai Bawas Mahkamah Agung tapi itu semua lemah dan tidak berfungsi karena juga di dalam satu institusi itu kadang juga kaya saling memahami saja. Karena saya juga seperti itu. Saling menoleransi dan tidak ada kontrol dari sesama hakim,” ucap Dadang kepada Tirto, selasa (13/03/2018).

Faktor internal dan eksternal tersebut harus diperbaiki, menurut Dadang. Ia juga menyampaikan perlunya menanamkan aspek kejujuran dan profesionalitas pada masa pendidikan awal para hakim di Pengadilan Negeri.

“Yang harus dioptimalkan adalah dari tingkat pendidikan mereka. Jadi mereka harus ditekankan mengenai aspek kejujuran dan profesionalitas,” ucapnya.

Kemudian, Dadang melanjutkan, perlu adanya pembenahan sistem pengawasan para hakim di Bawas Mahkamah Agung seperti adanya model pengaduan publik yang responsif sehingga diharapkan penegak hukum tidak lagi terjerumus dalam praktik korupsi dan pemberantasan korupsi bisa lebih maksimal.

“Sebenarnya pengaduan publik udah jalan tetapi masyarakat sering lewat KPK, artinya jangan hanya KPK. MA harus bisa membuat sistem pengaduan publik agar kita bisa mendeteksi dini. supaya sejak awal prilaku hakim bisa dipantau dengan baik melalui pengaduan publik,” ucapnya.

Sekjen TII itu menilai, penegak hukum yang terlibat praktik korupsi hanya akan menyulitkan proses pemberantasan korupsi di Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia kesulitan mengejar skor Corruption Perception Index (CPI). Skor Indonesia di CPI tahun 2017 masih kurang memuaskan yaitu di angka 37 dan peringkat 96 dari 180 negara.

“Di sini ada problem korupsi yang membuat Indonesia susah untuk efektif dalam pemberantasan korupsinya adalah penegak hukumnya itu sendiri yang terlibat korupsi. Ini yang membuat Indonesia selalu kalah dalam mengejar skor CPI. Kita selalu kalah di situ,” ucap Dadang.

Pada senin (12/03/2018) KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Tangerang yang berjumlah 7 orang dimana menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah terdiri dari pihak swasta pengacara Panitera dan juga Hakim untuk masalah perkara perdata.

"Diduga transaksi terkait dengan perkara perdata yang sedang berjalan di PN Tangerang,' ucap Febri. Tangerang,' ucap Febri.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Yantina Debora