Menuju konten utama

TII: Kasus Sofyan Basir Pintu Masuk ke Persoalan Listrik Lain

Transparency International Indonesia berharap KPK tidak berhenti untuk menjerat tersangka lain yang menikmati korupsi PLTU Riau-1.

TII: Kasus Sofyan Basir Pintu Masuk ke Persoalan Listrik Lain
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir (tengah) tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/9/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Transparency International Indonesia (TII) mengapresiasi keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penetapan Dirut PLN Sofyan Basir (SFB) sebagai tersangka korupsi PLTU Riau-1.

Peneliti TII, Wawan Suyatmiko menilai, penetapan Sofyan sebagai tersangka, sudah seharusnya dilakukan, karena namanya sudah muncul dalam persidangan korupsi PLTU Riau-1.

"Sebuah langkah hukum yang patut diapresiasi, mengingat nama SFB selaku Dirut PLN disebut oleh terdakwa Eni Saragih, Kotjo hingga Idrus Marham dalam persidangan hingga setidaknya sembilan kali," Kata Wawan kepada reporter Tirto, Selasa (23/4/2019).

Wawan menilai, penetapan Sofyan bisa menjadi pintu masuk dalam spektrum yang lebih luas.

Ia beralasan, kemunculan Inpres 4 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan banyak menimbulkan potensi korupsi.

Saat ini, dalam pemantauan TII, ada proyek infrastruktur berpotensi dikorupsi di bidang energi listrik. Salah satu contoh, kata dia, ditandai dengan tidak transparannya pelaksanaan proyek 35 Gigawatt (GW) yang digagas Jokowi.

"Harusnya iya [menjadi pintu masuk persoalan listrik], termasuk proses pengadaan dan tender-tender untuk mencapai 35 GW tersebut," Kata Wawan.

Di sisi lain, TII berharap KPK tidak berhenti untuk menjerat tersangka lain yang menikmati korupsi PLTU Riau-1.

Mereka menunggu KPK akan membuka peran dan keterlibatan nama-nama lain yang sudah terungkap dalam persidangan.

Di antaranya, mantan Ketua DPR Setya Novanto, Ketua Fraksi Partai Golkar Melchias Mekeng, maupun Khadziq, suami Eni yang diduga menerima uang untuk kepentingan Pilkada.

Belum lagi, lanjut dia, keterlibatan kader Partai Golkar serta aliran dana Munaslub ke partai beringin.

"KPK harus mendalami fakta persidangan yang ada di kasusnya Eni, Kotjo sama Idrus Marham. Nama-nama yang di situ itu potensial untuk didalami perannya dan termasuk sampai pada benar gak menerima aliran suapnya. Kedua, kalau tidak aliran suapnya kedua peran dia," Kata Wawan.

Ia juga mendorong KPK untuk menerapkan pidana korporasi sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup.

Menurut dia, fakta sidang seperti dugaan keterlibatan perusahaan Samin Tan, dan keterlibatan Blackgold bisa digunakan KPK untuk menjerat pidana korporasi. Apalagi, imbuh dia, sudah diperkuat dengan vonis Eni, Kotjo, maupun Idrus.

"Jerat korporasinya yang kedua dalami dan kembangkan dari fakta persidangan siapa saja yang terlibat, sehingga kemudian terbongkar," Kata Wawan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Selasa (23/4/2019) sore.

Sofyan diduga menerima hadiah atau janji bersama dengan mantan anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dari pemilik PT Samantaka Batubara Johannes B. Kotjo.

Baca juga artikel terkait SUAP PLTU RIAU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali