Menuju konten utama

Tidak Semestinya Petugas Medis Aksi 22 Mei Didakwa Melawan Aparat

Dalam dokumen dakwaan, Sifaul disebut ikut melemparkan batu dan benda-benda lainnya ke anggota polisi saat kerusuhan 22 Mei.

Tidak Semestinya Petugas Medis Aksi 22 Mei Didakwa Melawan Aparat
Massa aksi berhasil menjebol barikade dan kembali dipukul mundur oleh polisi. Bentrokan terjadi antara massa aksi dan polisi di depan gedung Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat (22/5/19). tirto/Bhagavad Sambadha

tirto.id - Sifaul Huda (27) didakwa melawan aparat keamanan pada aksi 22 Mei di Jakarta. Dia dianggap melanggar Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 KUHP dan/atau Pasal 218 KUHP lantaran ikut melemparkan batu dan benda-benda lainnya ke Brimob.

Dalam dokumen dakwaan yang diunggah di laman resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sifaul hadir dalam aksi di sekitar Sarinah dan Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, sebagai tim medis di bawah koordinator Dian dari ormas Persatuan Islam (Persis).

Karena identitas itulah penetapannya sebagai terdakwa dipermasalahkan.

Pendiri Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis mengatakan petugas medis tak bisa dijadikan terdakwa karena mereka mendapat perlindungan sesuai Pasal 25 Konvensi Jenewa Tahun 1949 [PDF].

"Pada Konvensi itu jelas: dalam keadaan perang, apalagi cuma demonstrasi, hak tenaga medis itu dilindungi," kata Joserizal saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (13/8/2019).

Joserizal menduga bisa saja Sifaul korban salah tangkap. Dan untuk membuktikan itu memang pada akhirnya pengadilanlah yang paling berhak.

"Apa yang mau dirusak oleh tim medis? Kalau dia menghajar mobil polisi, menyerang polisi, itu salah. Jika dia bertahan di sana karena ada korban, dia benar," ujarnya.

Joserizal menjelaskan petugas medis tak harus selalu dokter dan perawat. Siapa saja, selama memiliki identitas sebagai petugas medis, bisa menolong korban.

"Identitas diri harus jelas, kalau itu jelas maka tidak ada alasan polisi untuk melakukan kriminalisasi," tegas Joserizal.

"Bisa saja tim medis itu dari teknisi, bisa juga wartawan, asalkan jelas identitasnya. Kewajiban tim medis itu menolong orang yang lagi ada masalah. Kalau ada orang yang lagi ia tolong, lalu polisi tidak memperbolehkan, maka polisi itu salah," tambahnya.

Selain memiliki identitas yang jelas, menurut Kepala Biro Humas Markas Pusat Palang Merah Indonesia (PMI) Aulia Arriani, petugas medis harus menggunakan alat pelindung diri dan rompi sebagai penanda. Itu sudah jadi Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk petugas PMI.

Setiap petugas medis biasanya mendapat arahan terlebih dahulu sebelum menjalankan tugasnya di lapangan, tambah Aulia. Hal itu lantaran setiap peristiwa memerlukan pendekatan yang berbeda--misalnya penanganan kerusuhan dengan konflik bersenjata.

"Kami ada briefing internal tentang apa yang harus dilakukan dan sebagainya," ujar Aulia kepada reporter Tirto.

Menurut Aulia, petugas medis, khususnya dari PMI, tidak pernah diarahkan untuk memperkeruh atau memprovokasi kerusuhan. "Kami hanya bertugas sesuai mandat 7 Prinsip Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah."

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo memastikan proses hukum terhadap petugas medis bernama Sifaul sesuai standar operasional prosedur. Ia enggan bicara lebih lanjut soal kasus ini lantaran sudah masuk tahap persidangan.

"Kalau sudah masuk tahapan sidang berarti proses penyidikan di Polda Metro Jaya telah selesai," kata Dedi.

Dibantah Persis

Ketua Lembaga Harakah Hadamah Pimpinan Pusat Pemuda Persis Dian Hardiana membantah Sifaul Huda sebagai anggotanya. "Sifa bukan dari Persis, di Surat Keputusan (SK) jelas tak ada nama Sifa," kata Dian ketika dikonfirmasi reporter Tirto.

SK yang dia maksud adalah Surat Tugas Nomor: 069/A.6.2/E.2-C.2/V/2019 bertanggal 20 Mei 2019 ditandatangani oleh Ketua Umum Persis Eka Permana Habibillah dan Sekretaris Umum Persis Irfan Firmansyah. SK itu memberikan mandat kepada sembilan anggota Persis untuk ke Jakarta di bawah komando Lembaga Harakah Hadamah.

"Tim medis dan mitigasi, posisi kami kemanusiaan dan menggali info di lapangan. Maka saat itu tim medis delapan orang dan wartawan Persis satu orang. Kami sebenarnya menjaga juga biar jangan ada warga Persis yang terlibat," ujar Dian.

Dian mengatakan, lembaganya tak pernah memberikan kartu anggota atau atribut petugas medis kepada selain anggota yang ditugaskan. Ia menegaskan Sifaul berangkat ke Jakarta atas nama pribadi, bukan dari Persis.

"Kartu anggota juga tidak punya, boro-boro atribut [petugas medis]. Dia berangkatnya juga dari kantor Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII)," kata dia.

Dian menduga Sifaul sengaja mencatut nama Persis. Saat di Polda Metro Jaya, menurut dia, anggota Brigade Persis ditemui pihak DDII yang meminta Sifaul dimasukkan dalam daftar anggota petugas medis Persis.

"Ia minta ke saya supaya Sifa dimasukkan tim saya. Saya bilang 'jangan paksa saya berbohong, dia bukan tim saya'," ujarnya.

Atas dasar itu, Dian memastikan Persis tak akan memberikan bantuan hukum terhadap Sifaul.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan