Menuju konten utama

The Rolling Stones yang Terus Menggelinding

Dalam rentang waktu 54 tahun berkarier, The Rolling Stones benar-benar berubah menjadi batu keras yang tak terpecahkan, menolak tua dan terus berkarya. Seperti bola batu, mereka terus menggelinding, melaju dari dataran tinggi menuju dataran rendah, menyapa setiap penggemar melalui karya-karyanya.

The Rolling Stones yang Terus Menggelinding
Anggota band Rolling Stones (ki-ka) Charlie Watts, Ronnie Wood, Mick Jagger dan Keith Richards tiba untuk malam pembukaan "Exhibitionism" di Saatchi Gallery di London, Inggris Raya. ANTARA FOTO/REUTERS/Luke MacGregor

tirto.id - “Album ini merupakan bukti nyata dari kemurnian cinta mereka [The Rolling Stones] dalam menciptakan musik, dan untuk Stones, blues merupakan asal muasal dari semua hal yang mereka lakukan.”

Itulah ungkapan Don Was, co-producer dari album “Blue & Lonesome” kepada The Guardian terkait peluncuran album The Rolling Stone yang akan berlangsung pada 2 Desember 2016 mendatang.

Album yang akan diluncurkan oleh perusahaan rekaman asal Inggris, Polydor Records ini akan menjadi album pertama dalam sepuluh tahun terakhir dan sekaligus album ke-25 mereka sepanjang sejarah.

Dalam album tersebut, Keith Richards (gitar), Mick Jagger (vokal), Charlie Watts (drum), dan Ronnie Wood (gitar) mengaransemen ulang 12 lagu milik musisi blues ternama seperti Howlin’ Wolf, Little Walter, dan Jimmy Reed.

Kilas Balik Perjalanan

The Rolling Stone pertama kali tampil di sebuah Club Marquee, 165 Oxford Street, London pada 12 Juli 1962. Seiring dengan perjalanan itu, mereka akhirnya bertemu dengan seorang manajer, Giorgio Gomelsky, yang akhirnya membawa mereka pada penandatanganan kontrak bersama produser Andrew Loog Oldham.

Meski belum terlalu berpengalaman, Oldham menerapkan sejumlah aturan khusus dan melakukan beberapa perubahan, seperti mengubah ejaan nama band dari “Rollin” menjadi “Rolling” dan menghapus huruf “s” di nama Richards, dengan alasan nama itu terlalu pop.

Ledakan The Beatles yang sangat kuat di Inggris membuat band-band sekitarnya menjadi tenggelam, hal ini membuat Oldham harus benar-benar bersiasat dalam mengatur strategi. Ia akhinrya memutuskan untuk mempromosikan Stones sebagai lawan jahat The Beatles.

Rolling Stones tampil sebagai laki-laki jahat dan nakal. Selain itu, Oldham juga mendorong pers untuk menggunakan headline provokatif dalam setiap pemberitaan seperti. "Apakah Anda membiarkan putri Anda menikah dengan Rolling Stone?" Kampanye ini ternyata cukup berhasil sehingga Rolling Stones mendapatkan “panggung”.

Rolling Stones mendapatkan kontrak rekaman yang sangat spesial dari Decca Records. Mereka mempunyai kontrol artistik atas rekaman dan kepemilikan master rekaman. Bersama perusahaan ini, mereka akhirnya merilis single pertama berjudul “Come On” pada 7 Juni 1963 yang merupakan sebuah lagu milik Chuck Berry dan berhasil duduk diperingkat 21 tangga lagu Inggris.

Setelah itu, mereka kembali mengeluarkan single kedua berjudul “I Wanna Be Your Man” lagu ini ditulis oleh John Lennon dan Paul McCartney. Single ini berhasil bertengger di urutan ke-12 tangga lagu Inggris. Sementara single mereka yang ketiga adalah lagu “Not Fade Away” ditulis oleh Buddy Holly, dirilis pada Februari 1964 dan berhasil mencapai nomor 3 tangga lagu Inggris.

Kesuksesan itu tidak serta merta membuat Oldham senang. Ia khawatir karena Rolling stones terus membawakan lagu orang lain. Oldham juga khawatir jika suatu saat band ini tidak mempunyai masa depan karena kurangnnya pendapatan royalti. Atas desakan Oldham, Jagger dan Richard akhirnya menulis lagu.

Penulisan lagu berkembang dengan lambat, di dalam album pertama mereka berjudul “The Rolling Stones”, hanya berisi satu lagu karya Jagger dan Richard yang asli yakni “Tell Me (You're Coming Back)". Meski demikian, lagu ini mendapatkan peringkat ke-40 di tangga lagu Amerika. Dua bulan setelah album ini dirilis di Inggris pada April 1964 dan mereka membuat tur pertama di Amerika.

Tur Amerika sukses besar, tetapi sempat terjadi kerusuhan kecil ketika mereka memberikan konferensi pers, hal itu menyusul pelarangan lagu "Little Red Rooster" di AS, karena liriknya dianggap kurang pantas didengar, padahal lagu ini menjadi nomor satu di tangga lagu Inggris.

Pada Januari 1965, lagu mereka berjudul "The Last Time" menjadi peringkat satu di Inggris dan menduduki peringkat ke-10 di AS. Single berikutnya, "(I Can't Get No) Satisfaction," bertengger di nomor satu selama empat minggu musim panas dan mungkin akan tetap menjadi lagunya yang paling terkenal.

Jagger dan Richards terus menulis hit dan lirik yang semakin canggih: "Get Off My Cloud" (Nomor satu, 1965), "As Tears Go By" (Nomor enam, 1965), "19th Nervous Breakdown" (Nomor dua, 1966), "Mother's Little Helper" (Nomor delapan, 1966), "Have You Seen Your Mother Baby Standing In The Shadow?" (Number sembilan, 1966). Sejak saat itu, The Rolling Stones benar-benar berubah menjadi ikon rock n roll.

Band ini terus mencatat kesuksesan secara komersial pada 1970 dan menjual banyak album, Some Girls (1978) dan Tattoo You (1981) adalah dua album mereka yang paling terjual di seluruh dunia.

Selain itu, Rolling Stones juga telah membuat konser yang paling sukses sepanjang masa seperti Voodoo Lounge Tour (1994–1995), Bridges to Babylon Tour (1997–1999), Licks Tour (2002–2003) dan A Bigger Bang Tour (2005–2007).

Pada 1989, The Rolling Stones “dilantik” ke dalam Rock and Roll Hall of Fame dan UK Music Hall of Fame pada tahun 2004. Majalah Rolling Stone juga menempatkan mereka para peringkat keempat dalam "100 Greatest Artists of All Time" dan mereka diperkirakan telah menjual album di atas 250 juta kopi. Pada tahun 2008, band ini mendapat peringkat ke-10 di Billboard Hot 100 All-Time Top Artists.

Pameran Rolling Stones

Guna memperingati kesuksesan itu, April-September 2016 lalu, The Rolling Stone mengajak para penggemarnya untuk mengenang perjalanan karier mereka melalui sebuah pameran bertajuk “Exhibitionism” di Galeri Saatchi, London.

Pameran tersebut menampilkan sejumlah barang-barang dan memorabilia yang sempat mewarnai perjalanan karier mereka. Para pengunjung dapat melihat jumpsuit milik Mick Jagger, gitar-gitar milik Keith Richards dan Ronnie Wood, set drum milik Charlie Watts, serta catatan lirik milik Mick Jagger.

Selain itu, pameran tersebut juga mengisahkan tentang hari-hari awal kemiskinan mereka, seperti tinggal di sebuah apartemen rusak di London, di mana Richards dan Jagger tinggal bersama mendiang, Brian Jones, dengan gambaran tumpukan piring kotor dan tempat tidur yang berantakan,

"Itu adalah sebuah perjalanan yang hebat melalui kehidupan Anda sendiri, Anda tahu? Bagi saya, itu cukup emosional dalam satu hal," ujar Richards kepada Reuters.

Para penggemar juga dapat melihat studio Rolling Stones dan sejumlah sampul album klasik, poster perjalanan konser, dan logo hasil karya Andy Warhol berupa: bibir dan lidah.

"Terdapat sebuah keajaiban yang terjadi setiap kali kami berkumpul untuk gladi bersih, untuk sebuah perjalanan konser baru, atau saat kami memasuki studio," jelas Wood saat ditanyakan mengenai kesuksesan bandnya.

"Semoga saja, kami tidak pernah menyerah. Mereka harus menguburkan kami. Kami merasa seperti masih berkembang dan saya rasa Anda harus merasa demikian," timpal Keith Richards.

Baca juga artikel terkait ALBUM THE ROLLING STONES atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Musik
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti