Menuju konten utama

The Fed Dovish, BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen

Bank Indonesia memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 6 persen. Alasan utamanya, karena The Fed menunjukkan sinyal menerapkan kebijakan moneter yang semakin longgar (dovish). 

The Fed Dovish, BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/2/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) kembali memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (BI 7-day Reverse Repo Rate) di level 6 persen. Sedangkan suku bunga Deposit Facility juga masih ditahan pada level 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility dipatok sebesar 6,75 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan itu konsisten dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal perekonomian, khususnya untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.

Keputusan BI menahan suku bunga acuan juga karena memperhatikan arah kebijakan Bank Sentral AS (The Fed), soal suku bunga acuannya, yang semakin longgar (dovish).

Menurut Perry, The Fed diprediksi hanya akan menaikkan suku bunga acuannya satu kali lagi hingga tahun depan.

"Berdasarkan informasi waktu itu, [suku bunga] Fed naik satu kali tahun ini, dan tahun depan 1 kali,” kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta pada Kamis (21/3/2019).

“[Sedangkan berdasarkan] informasi hari ini, yang semula diperkirakan satu kali tahun ini dan tahun depan, kemungkinan sampai tahun depan hanya 1 kali. [Jadi] Sekarang, pakai asumsi FFR [Fed Fund Rate] sampai tahun 2020, naik sekali," Perry menambahkan.

Menurut Perry, BI juga berupaya mengeluarkan kebijakan-kebijakan lain yang lebih akomodatif untuk mendorong permintaan domestik.

Misalnya, strategi operasi moneter untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas melalui transaksi term-repo secara reguler dan terjadwal disamping FX Swap.

"BI juga memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif dengan menaikkan kisaran batasan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dari 80-92 persen menjadi 84-94 persen untuk mendukung pembiayaan perbankan bagi dunia usaha," ujar Perry.

BI juga akan terus mengakselerasi kebijakan pendalaman pasar keuangan dengan memperkuat market conduct melalui pemenuhan kewajiban sertifikasi tresuri bagi pelaku pasar.

Selain itu, BI juga mendorong penggunaan instrumen lindung nilai terhadap perubahan suku bunga domestik melalui penerbitan ketentuan pelaksanaan tentang instrumen derivatif suku bunga Rupiah Interest Rate Swap (IRS) – Overnight Index Swap (OIS).

Sementara untuk memperkuat sistem pembayaran agar mendukung kegiatan ekonomi dan keuangan inklusif, kebijakan yang akan dilakukan BI antara lain adalah memperluas program elektronifikasi untuk penyaluran bansos, transportasi dan keuangan pemerintah daerah.

Di samping itu, BI juga mempersiapkan standardisasi QR Code payment dengan model MPM (Merchant Presented Mode) ke dalam QRIS (QR Indonesia Standard) untuk memperluas interkoneksi dalam rangka mendukung ekosistem keuangan digital.

Koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait, kata Perry, juga terus dipererat untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, khususnya dalam pengendalian inflasi dan CAD serta menjaga momentum pertumbuhan.

"Salah satunya kemarin saat Rakorpusda mengenai pariwisata. Pariwisata itu kan sumber devisa ketiga terbesar setelah kelapa sawit dan batubara," kata Perry.

"Dengan kenaikan [devisa] 17,6 miliar dolar itu, peran Pariwisata semakin penting menurunkan CAD sekaligus sumber devisa," tambah dia.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom