Menuju konten utama

TGUPP Anies 'Istimewa': Tunjangan PNS Dipangkas, Mereka Tidak

Ketika tunjangan para PNS dipangkas, TGUPP bentukan Anies Baswedan sebaliknya.

TGUPP Anies 'Istimewa': Tunjangan PNS Dipangkas, Mereka Tidak
Suasana upacara peringatan hari kemerdekaan di Pantai Maju, Jakarta Utara, Sabtu (17/8/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta yang dibentuk oleh Anies Baswedan kembali disorot publik. Kali ini, di tengah situasi pandemi COVID-19 dan ibu kota jadi salah satu episentrum penyebaran virus, mereka tetap mendapat tunjangan penuh untuk bulan Mei.

Informasi ini diketahui lewat cuitan anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI William Aditya Sarana. Ia mengunggah selembar kertas bertuliskan 'Daftar Pembayaran Hak Keuangan Ketua dan Anggota TGUPP'.

Di sana tertulis 20 nama anggota TGUPP beserta jumlah pembayarannya: termasuk Ketua TGUPP Amin Subekti yang mendapat sekitar Rp50,2 juta, Bambang Widjojanto sebesar Rp40,1 juta, hingga Muslim Muim Rp25,8 juta. Itu sudah dipotong pajak yang jumlahnya jutaan hingga ratusan ribu.

Situasi berbeda dialami para pegawai negeri sipil (PNS) yang tunjangannya dipotong hingga 50 persen. Pemprov DKI memutuskan memotong Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) atau Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) para ASN kecuali tenaga medis yang terlibat langsung menangani pasien COVID-19 mulai Mei ini. Anggaran mereka dialihkan untuk penanganan COVID-19.

Anggaran 'Belanja Pegawai', yang semula sebesar Rp24,19 triliun, kini dipangkas menjadi Rp11,22 triliun.

Kebijakan ini selaras dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan COVID-19 serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.

Situasi yang bertolak belakang itu yang membuat William mengambil kesimpulan: "TGUPP jauh lebih kuat dari ASN kita."

Nasib pekerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI juga sama apesnya. Anies mengimbau kepada 13 BUMD dan anak perusahaannya untuk menghapus, memangkas, atau menunda pembayaran tunjangan hari raya (THR) untuk jajaran direksi, dewan komisaris/dewan pengawas, bahkan karyawan. Imbauan itu keluar pada 12 Mei.

Pemotongan tunjangan PNS dan karyawan BUMD di Jakarta bisa dikatakan merupakan buntut dari rasionalisasi anggaran yang mencapai Rp43 triliun pada awal Mei lalu. Selain dalam rangka realokasi penanganan COVID-19, rasionalisasi juga dilakukan untuk merespons turunnya Penerimaan Asli Daerah (PAD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2020 yang sebelumnya diketok sekitar Rp88 triliun kini tergerus menjadi hanya Rp44,6 triliun.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI, Chaidir, membenarkan tunjangan anggota TGUPP memang dibayar penuh. Namun menurutnya itu tak perlu dipersoalkan karena anggaran untuk mereka bukan dari pos 'anggaran pegawai' yang memang diharuskan dipangkas, tapi 'anggaran kegiatan.'

"Kalau di kegiatan itu memang dimungkinkan ada apresiasi. Untuk membayar keahlian tenaganya dia, ya, boleh-boleh saja," kata Chaidir saat dikonfirmasi pada Kamis (28/5/2020) siang. Meski demikian, ia tahu tahu persisnya kegiatan apa saja yang diberi apresiasi. "Tanya Bappeda, bukan BKD," tambahnya.

Sejak Awal Dikritik

Sedari awal tim tersebut dikritik banyak pihak karena kinerja tidak terukur tapi memakan banyak biaya. Beberapa fraksi di DPRD DKI lantang menyatakan penolakan seperti PDIP, PSI, dan Golkar.

Alokasi anggaran untuk TGUPP sebesar Rp890 juta di tahun 2017 melonjak jadi Rp16,2 miliar pada 2018. Pada 2019, anggaran TGUPP dalam APBD Perubahan DKI Jakarta kembali meningkat menjadi Rp19,8 miliar. Dengan anggaran sebesar itu, TGUPP mematok target yang bisa dibilang sedikit: empat rekomendasi kebijakan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta selama setahun.

Sementara berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2019, tugas mereka jika bisa dirangkum adalah: mengkaji, memberikan pertimbangan, pemantauan dan evaluasi, pendampingan program, hingga menerima masukan masyarakat.

Kritik juga dilancarkan karena satu-satunya yang bisa menilai kerja TGUPP hanya gubernur. Tim yang beranggotakan 67 orang itu dianggap sulit dijangkau dan dievaluasi oleh publik dan legislatif.

Masalah lain yang juga sempat muncul pada Desember 2019 adalah salah satu anggota TGUPP, Haryadi, ketahuan merangkap jabatan. Ia diketahui juga menjabat sebagai Dewan Pengawas di beberapa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) DKI.

Baca juga artikel terkait TGUPP DKI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino