Menuju konten utama

Tersingkir dari Coppa Italia dan Diimbangi Parma, Ada Apa Juventus?

Dalam tiga pertandingan terakhir, Juventus bermain kedodoran. Menang tipis dari Lazio, tersingkir dari Coppa Italia, dan ditahan imbang saat main di kandang.

Tersingkir dari Coppa Italia dan Diimbangi Parma, Ada Apa Juventus?
Reaksi pemain Juventus, Cristiano Ronaldo setelah kehilangan kesempatan mencetak gol saat pertandingan sepak bola Serie A antara Juventus dan Lazio di Stadion Allianz di Turin, Italia, Sabtu, 25 Agustus 2018. AP Photo / Luca Bruno

tirto.id - Juventus bermain kurang meyakinkan dalam sepekan terakhir. Setelah menang susah payah atas Lazio pada Minggu (27/1/2019), Juventus kalah memalukan dari Atalanta pada Kamis (31/1/2019), kemudian hanya mampu bermain imbang melawan Parma, Sabtu (2/2/2019).

Saat menghadapi Lazio di Stadion Olimpico, Roma, meski menang 1-2, The Old Lady tak mampu mengontrol pertandingan. Saat anak asuh Simone Inzaghi punya inisiatif untuk terus menggempur pertahanan tim tamu, terutama pada babak pertama, Juventus seakan tak tahu harus berbuat apa.

Alhasil, ketika Lazio berhasil melakukan 9 percobaan tembakan ke arah gawang, Juventus tak sekali pun melakukannya. Dan menurut Paolo Bandini, jurnalis Guardian, itu adalah pertama kalinya Juventus gagal melakukan percobaan tembakan ke arah gawang pada 45 menit pertama semenjak Opta mulai mengepul data statistik sepakbola.

Lini tengah Juventus babak belur pada pertandingan itu. Emre Can dan Rodrigo Bentacur tak kuasa meladeni trio gelandang Lazio: Lucas Leiva, Sergej Milinkovic-Savic, serta Valon Berisha. Malahan, saat Juventus membutuhkan tenaganya untuk mengubah arah pertandingan, Emre Can justru mencetak gol bunuh diri pada menit ke-53. Muka Juventus memang berhasil diselamatkan gol Joao Cancelo dan Cristiano Ronaldo, tapi penampilan buruk Emre Can tak tertolong.

"Sejauh ini, Emre Can hanya memberikan Juventus sebuah bencana ke bencana lainnya," cuit Mina Rzouki, penulis bola di ESPN, menyoal penampilan Emre Can.

Setelah malam penuh peluh di Olimpico, datanglah malam memalukan di Stadion Atleti Azzuri d’Italia, markas Atalanta. Dalam pertandingan perempat-final Coppa Italia itu, tak tanggung-tanggung, Juventus dihajar Atalanta 3-0. Paulo Dybala dan Cristiano Ronaldo terlibat dalam pertandingan itu, tapi Duvan Zapata, penyerang Atalanta, adalah adibintang dalam pertandingan itu: ia mencetak dua gol untuk timnya.

Jika Zapata menjadi bintang di atas lapangan, Gian Piero Gasperini, pelatih Atalanta, adalah bintang di pinggir lapangan.

"Gian Piero Gasperini," tulis Stew Gurney di Total Football Analysis, "terkenal karena kemampuan dan kemauan timnya dalam melakukan high pressing yang konsisten di sepanjang pertandingan. Ini tidak berbeda ketika tim besar datang ke Atalanta. Atalanta melakukan pressing yang berorientasi pada man-to-man marking, yang dimulai dari dua pemain depannya."

Pressing yang dilakukan Gasperini itu kemudian membuat Juventus sesak nafas, tak berkembang, dan akhirnya harus angkat koper dari Coppa Italia.

Penampilan buruk Si Nyonya Tua di Atalanta itu lantas berlanjut dua hari setelahnya. Menjamu Parma di Juventus Stadium, anak asuh Massimilliano Allegri itu hanya mampu bermain imbang 3-3. Kali ini, masalah Juventus ada di lini belakang. Sempat unggul 3-1, dua gol telat Gervinho adalah balasan dari rapor buruk empat bek Juventus dalam pertandingan itu.

"Ini adalah pertama kalinya kami bermain dengan komposisi empat bek, yang diisi oleh Cancelo, Daniele Rugani, Martin Ceceres, dan Spinazolla," kata Allegri setelah pertandingan. "Cancelo dan Spina terlalu asyik membantu serangan, sehingga selalu meninggalkan bek tengah untuk berhadapan satu lawan satu dengan lawan. Mereka tidak membantu kinerja bek tengah."

Allegri lantas melanjutkannya dengan kritik keras terhadap para pemain belakangnya, "Mereka perlu menyadari bahwa tidak perlu ada rasa malu untuk membuang bola ke tribun penonton kalau perlu."

Jika tiga pertandingan itu ditarik dengan garis merah, masalah yang dihadapi Juventus sebenarnya cukup komplet. Saat menghadapi Lazio, lini tengah dan lini depan tidak bekerja. Ketika melawan Atalanta, sistem permainan mereka mati kutu terhadap taktik lawan. Dan saat melawan Parma, lini belakang mereka berantakan. Lantas, ada apa dengan penampilan Juventus?

Masalah Mentalitas

Pada 2014, dalam Why Do Juventus Fail in the Champions League Depsite Dominating Serie A?, Paolo Bandini punya analisis menarik mengenai kegagalan Juventus di Eropa dan analisis ini masih relevan hingga tahun lalu.

Menurut Bandini masalah Juventus bukan soal kualitas pemain, kesulitan menerapkan tempo permainan tinggi ala tim-tim jagoan asal Eropa, atau taktik permainan. Masalah Juventus adalah mentalitas: saat menghadapi tim-tim besar di Eropa lainnya, Juventus cenderung menempatkan diri sebagai underdog, yang mengakibatkan mereka lebih sering bermain secara reaktif.

Dari sana Allegri kemudian mencoba mengubah mentalitas itu pada musim ini; mereka lebih proaktif. Tidak hanya di Liga Champions Eropa, di Serie A, dan Coppa Italia pun, mereka lebih berani bermain terbuka, mencoba mendominasi penguasaan bola, dan bermain lebih menyerang.

Perbandingan statistik Juventus di Serie A musim ini dan musim lalu setidaknya bisa menjadi bukti. Musim ini tingkat penguasaan bola Juventus mencapai 56,3%, naik 0,3% jika dibandingkan dengan musim lalu. Jumlah percobaan tembakan ke arah gawang Juventus per laga juga mengalami peningkatan signifikan: 18,6 kali berbanding 14,6 kali.

Masalahnya, perubahan mentalitas yang dilakukan Allegri belum mampu berjalan dengan lancar, terutama saat pemain-pemain pentingnya absen. Juventus masih kelabakan saat menghadapi tim-tim yang mempunyai inisiatif.

Pertandingan melawan Lazio, Atalanta, dan Parma tentu bisa menjadi contoh. Absennya Miralem Pjanic saat menghadapi Lazio membuat lini tengah Juventus tampak tak bernyawa. Saat menghadapi Lazio dan Alatanta, Giergio Chiellini dan Leonardo Bonucci bergantian absen. Keduanya juga absen saat menghadapi Parma. Hasilnya: Juventus kebobolan 7 gol dalam tiga laga.

Allegri jelas punya pekerjaan rumah untuk segera mencari solusi dari masalah yang dihadapi Juventus ini. Jika tidak, setelah gelar Coppa Italia musim ini sudah dipastikan lepas dari genggaman, gelar Liga Champions musim ini juga bisa lepas dari bidikan. Bahkan, jika penampilan Juventus masih seperti dalam tiga pertandingan terakhir, meski sementara unggul 9 angka dari Napoli, pesaing dekatnya, gelar Serie A kedelapan secara berturut-turut pun belum pasti bisa diamankan.

Baca juga artikel terkait COPPA ITALIA atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Mufti Sholih