Menuju konten utama

Tersangka Korupsi Lahan Kubur Maju Pilkada, di Mana Integritas?

Tersangka korupsi pengadaan lahan kubur di Ogan Komering Ulu (OKU) maju pilkada dengan diusung 11 partai. Pengamat menilai ini wujud ketiadaan integritas.

Tersangka Korupsi Lahan Kubur Maju Pilkada, di Mana Integritas?
Anggota Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan membawa Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Johan Anuar (kiri) usai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan, Palembang, Selasa (14/1/2020). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wpa.

tirto.id - Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah kuburan, Johan Anuar, kini Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan, kembali maju dalam Pilkada 2020 daerah tersebut. Johan akan mendampingi Kuryana Azis yang juga berstatus petahana.

Paket petahana ini didukung koalisi raksasa. 11 dari 12 partai yang memiliki kursi di DPRD mendukungnya. Mereka adalah PKS (2 kursi), PBB (1), PAN (4), Golkar (4), PKPI (1), PPP (2), Gerindra (5), Demokrat (3), PKB (3), PDIP (3), dan Nasdem (4). Hanya Hanura yang menguasai 4 kursi yang tak mendukung.

Johan diduga menikmati sebagian duit dari total anggaran Rp6,1 miliar dari APBN 2013 untuk penyediaan 10 hektare lahan kuburan tahun 2012. Polda Sumsel menetapkannya sebagai tersangka pada September 2016, setelah memeriksanya berkali-kali dan memanggil 40an saksi.

Penyidikan dihentikan karena “tahun 2018 dia mengajukan gugatan praperadilan dan menang,” kata Supariadi, waktu itu menjabat Kabid Humas Polda Sumsel. Praperadilan diajukan di Pengadilan Negeri Baturaja.

Johan kembali menjadi tersangka dalam kasus yang sama pada Desember 2019, setelah tim penyidik Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sumsel menemukan bukti baru. Ia lagi-lagi mengajukan praperadilan pada Januari 2020, tapi kali ini ditolak. Pada 14 Januari 2020, Johan ditahan usai menjalani pemeriksaan dan bebas pada 12 Mei karena masa penahanan habis dan tidak ada bukti kuat untuk polisi terus menahan, kata kuasa hukumnya, Titis Rachmawati.

Pada 24 Juli 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus Johan dari Polda Sumatera Selatan. Menurut Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, pengambilalihan kasus dikarenakan pihak kepolisian mengaku kesulitan menyelesaikannya.

Sejak 27 Agustus hingga 2 September, KPK melakukan pemeriksaan terhadap 43 orang, dan salah satunya Johan. “Terdiri dari pihak pemilik lahan, mantan anggota DPRD OKU, mantan Sekda OKU, mantan Bupati OKU, dan sejumlah PNS di lingkungan Pemkab OKU,” ujar Ali dalam keterangan tertulis.

Tidak Etis

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan secara legal, pencalonan Johan tidak melanggar Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. UU tersebut hanya menyatakan yang tidak dapat mencalonkan diri adalah eks narapidana selama lima tahun setelah bebas.

“Di UU masih membolehkan. Selama belum ada kekuatan hukum yang mengikat masih diperbolehkan,” ujar Khoirunnisa kepada reporter Tirto, Rabu (2/9/2020).

Meski demikian, pencalonan ini tidak etis. Partai-partai yang mengusungnya dianggap tidak memiliki perspektif tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Mereka juga dianggap hanya mengutamakan popularitas petahana dan mengesampingkan etika publik. Dengan kata lain, sangat pragmatis.

“Orang dengan latar belakang seperti itu semestinya dihindari untuk kembali menjadi pejabat publik yang akan mempunyai kewenangan besar dan menjadi pengelola keuangan negara,” ujarnya.

Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Zaenur Rohman menilai pencalonan kembali Johan telah mencederai kepercayaan masyarakat. “Parpol itu belum menjadikan integritas sebagai parameter penting dalam pencalonan,” ujarnya kepada reporter Tirto.

Menurut Zaenur, semestinya Johan diberikan kesempatan untuk menyelesaikan kasusnya terlebih dulu. Sebab jika nanti terpilih, ia tidak hanya mencederai kepercayaan publik namun kerjanya juga bakal terhambat.

Zaenur lantas mendorong kepada penyelenggara pilkada dan aparat penegak hukum semakin jeli mengawasi perlombaan. “Apakah dalam proses pencalonan ini ada pelanggaran atau tidak, termasuk memperhatikan apakah di dalam semua pencalonan pilkada ini ada praktik money politic atau tidak.”

Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding enggan mengomentari pencalonan Johan. Ia hanya mengatakan KPK mendorong agar pemilihan umum dapat menghasilkan kepala daerah yang berintegritas.

Selain itu mereka juga menganjurkan publik lebih peduli. “Sekurangnya pemilih harus mengecek rekam jejak calon, tahu programnya, dan bagaimana komitmennya terhadap pemberantasan korupsi,” ujar Ipi kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2020 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Politik
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino