Menuju konten utama

Tersangka Korupsi Dianggap Tak Etis Jika Dicalonkan di Pilkada 2018

Herlambang mengatakan tersangka korupsi yang mencalonkan diri sebagai kandidat calon Pilkada tidak baik dari segi etika. 

Tersangka Korupsi Dianggap Tak Etis Jika Dicalonkan di Pilkada 2018
Polisi dan petugas TPS membantu pemilih difabel melakukan pencoblosan saat simulasi pilkada di Arek Lancor, Pamekasan, Jawa Timur, Rabu (24/1/2018). ANTARA FOTO/Saiful Bahri

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mengatur pembatalan atau pergantian calon kepala daerah yang menjadi tersangka dalam penyelenggaraan Pilkada di masa depan. Kandidat kepala daerah yang berstatus tersangka dianggap tak etis jika mengikuti Pilkada.

"Persoalan hukum hari ini mengizinkan proses pencalonan meskipun berstatus tersangka. Saya lebih mendorong pada proses bahwa secara etika tidak lagi tepat (tersangka jadi kandidat)," kata pengamat hukum tata negara dari Universitas Airlangga, Herlambang Perdana, di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (9/2/2018).

“Kalau dari sudut pandang etika memang menjadi tidak baik,” lanjutnya.

Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) poin e Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2017, bakal calon kepala daerah bisa diganti oleh partai politik pengusung apabila dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Kandidat juga bisa diganti jika mengalami gangguan kesehatan, atau berhalangan tetap dalam menjalankan tugasnya.

Persoalan kandidat Pilkada menyandang status tersangka ini mencuat setelah Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi usai terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT). Nyono adalah kandidat pada Pilkada 2018 Kabupaten Jombang.

"Saya enggak bisa bayangkan yang ada di bayangan publik secara luas, nyoblos tersangka itu kan aneh. Apalagi (tersangka) dalam kasus korupsi. Proses demokratisasi pemilu itu tidak cukup dengan hukum, tapi juga standar etika yang baik," tutur Herlambang Perdana.

Pada kesempatan berbeda, Komisioner KPU RI Ilham Saputra berkata lembaganya berpijak pada peraturan tertulis dalam membuat PKPU, khususnya tentang pencalonan. Pijakan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dalam Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada tak dicantumkan syarat "tak pernah menjadi tersangka" sebagai hal yang harus dipenuhi kandidat di Pilkada. Kandidat hanya disyaratkan tak pernah menjadi terpidana, atau bagi mantan terpidana telah terbuka berkata bahwa ia merupakan bekas pesakitan.

"Prinsipinya adalah kami mengacu pada hukum positif. Ketika hukum positif mengatakan bahwa bisa diganti jika berkekuatan hukum tetap, maka kami mengacu itu," ujar Ilham.

Baca juga artikel terkait OTT KPK BUPATI JOMBANG atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto