Menuju konten utama

Teror Ular Piton & Kasus-Kasus Mematikan Sanca Kembang

Kasus-kasus teror ular piton atau sanca kembang yang mematikan dan menewaskan manusia

Teror Ular Piton & Kasus-Kasus Mematikan Sanca Kembang
Warga memegang ular piton yang berhasil ditangkap di Jalan Klambir V, Medan, Sumatra Utara, Selasa (25/7). ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

tirto.id - Ular piton ditemukan di Candi Lempung Surabaya pada Sabtu (16/11/2019). Ular raksasa sebesar 50 kg ini berhasil ditaklukan Mariyadi, salah satu warga desa tersebut. Ular yang kerap dikenal dengan nama sanca kembang ini juga pernah memakan korban jiwa 2 tahun silam

Seorang petani asal Desa Salubiro, Kabupaten Mamuju Tengah, Provinsi Sulawesi Barat, bernama Akbar (25) ditemukan tewas karena ditelan ular piton (sanca kembang) sepanjang sekitar empat meter pada Maret 2017.

Saat itu, seorang warga berinisiatif membelah perut si ular dengan menggunakan sebilah parang. Sayatan bermula dari ujung ekor pelan-pelan ke arah kepala. Sepanjang 50 cm sayatan pertama warga mulai curiga melihat isinya yang serupa kaki manusia. Kecurigaan mereka akhirnya terbukti benar saat perut ular sepanjang empat meter itu terbuka seluruhnya. Mayat Akbar tertelungkup dilapisi lendir isi perut sanca.

Akbar bukan korban pertama. Dalam sebuah narasi yang disusun F. Kopstein di awal 1920-an silam bertajuk “On the swallowing of humans by P. reticulatus”, ada dua kejadian serupa.

Dalam Jejak Horor Piton Meneror Manusia ditulis, kejadian pertama bertempat di Pulau Salibabu, Sulawesi Utara, saat seorang remaja berusia 15 tahun terbunuh dan hampir dimakan bulat-bulat oleh sanca sepanjang 5,17 meter.

Tak ada cerita rinci untuk kejadian kedua, tapi intinya ada seorang perempuan dewasa yang dimakan oleh sanca raksasa.

Myanmar adalah rumah bagi sanca Myanmar (Burmese python) alias Python bivittatus, salah satu jenis sanca terpanjang dan terberat di dunia. Masih dalam buku John C. Murphy dan kawan-kawan, Franz Werner mereportase kasus terkait sanca sejak rentang awal 1920-an.

Salah satu kasusnya melibatkan seorang perempuan bernama Maung Chit Chine yang dimakan oleh sanca sepanjang 6 meter saat sedang berburu dan mencari perlindungan dari hujan di bawah pohon. Tubuh Chine remuk sebelum akhirnya ditelan bulat-bulat mulai dari kaki hingga kepala.

John C. Murphy dan rekan-rekannya pada tahun 1997 mempublikasikan sebuah buku berjudul Tales of Giant Snakes: A Historical Natural History of Anacondas and Pythons. Di dalamnya ada cerita tertanggal 4 September 1995 saat Ee Heng Chuan, penyadap karet berusia 29 tahun asal Johor, Malaysia Selatan, dilaporkan tewas dimangsa sanca raksasa.

Korban dilaporkan ditangkap sang ular tanpa sadar dan segera dililit dengan kuat. Korban mati akibat kehabisan nafas dan tulangnya remuk. Si ular sempat menelan kepala korban sebagai fase awal menelan seluruh tubuhnya bulat-bulat.

Akan tetapi, upayanya gagal akibat ketahuan warga setempat. Polisi menembaknya empat kali hingga si ular tewas. Kepala korban masih tersangkut di mulut ular sepanjang 7 meter dan berat 135 kg itu saat sang ular meregang nyawa.

Sementara itu, di Filipina, setidaknya tercatat dua kasus matinya manusia akibat sanca. Cerita pertama dinarasikan pemburu binatang AS Franck Buck tentang seorang remaja yang dimakan sanca peliharaan sepanjang 7,6 meter.

Sanca itu lolos dan saat ditemukan ada juga mayat bayi manusia di dalam perutnya. Rupanya bayi tersebut adalah anak si pemilik ular. Sedangkan cerita kedua, dialami Suku Aeta negritos di Filipina yang tercatat pernah kehilangan enam anggotanya akibat dimakan sanca dalam kurun waktu 40 tahun.

Mengenal ular piton atau sanca kembang

Ular piton atau sanca kembang adalah salah satu ular jenis Pythoniadae (piton) dengan nama latin Malayopython reticulatus. Indonesia jadi salah satu negara habitat sanca kembang selain negara Asia Tenggara lain, terutama Malaysia dan Myanmar.

Ular dengan panjang rata-rata 1,5-6,5 meter dan berat 1-75 kg ini juga lazim ditemukan di hutan tropis, padang rumput, maupun perairan air tawar Cina, Sri Lanka, Nepal, Australia, hingga sepanjang sub-Sahara Afrika.

Sebenarnya, mangsa alamiah sanca kembang bukanlah manusia. Ular dari marga Malayopython ini lazimnya memakan burung, tikus, babi hutan, monyet, atau rusa. Sementara jika tinggal di dekat hunian manusia mereka memburu ayam, kucing, atau anjing.

Gaya berburu sanca kembang khas ular besar, yaitu dengan menangkap dan melilit kuat mangsanya hingga kehabisan nafas atau hingga tulang dada serta panggulnya remuk sehingga akan lebih mudah saat ditelan bulat-bulat.

Dalam Jejak Horor Piton Meneror Manusia, meski bukan mangsa alamiah/lazimnya, tetap ada kemungkinan manusia menjadi mangsa sanca kembang karena ular ini memiliki mulut dan ukuran perut yang memungkinkan untuk dilewati tubuh manusia dewasa—apalagi anak kecil atau bayi. Persoalannya kadang pada tulang bahu orang dewasa yang terlampau kokoh, sehingga kadang perlu dipatahkan dulu. Jikapun bisa tertelan, si ular biasanya jadi relatif lebih sulit bergerak. Alhasil, ia gampang tertangkap warga.

Ular ini juga butuh siklus pencahayaan 12/12 (12 jam terang, 12 jam gelap) atau biasa disebut hewan nokturnal.

Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat 2015 mencatat, ular piton merupakan salah satu satwa langka di daerah itu yang berstatus terancam punah. Habitat ular ini di daerah itu biasa di dalam hutan dan kawasan pinggir hutan.

Baca juga artikel terkait ULAR PITON atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Agung DH